Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) sejatinya telah dimulai mulai awal tahun 2023 dan berlanjut semakin tinggi di tahun 2024 hingga sekarang memasuki kuartal pertengahan tahun 2025.
Kementerian Ketenagakerjaan melaporkan bahwa sejak awal Januari hingga 20 Mei 2025, jumlah pekerja yang terkena PHK mencapai 26.455 orang. Angka ini menunjukkan peningkatan dibandingkan data sebelumnya pada 23 April 2025 yang tercatat sebanyak 24.036 orang.
Jumlah PHK pada periode ini juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya, yaitu Januari hingga Mei 2024. Hal itu disampaikan Indah Anggoro Putri, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial.
Secara regional, wilayah dengan jumlah PHK tertinggi adalah Jawa Tengah, diikuti oleh Jakarta dan Riau. Sementara itu, sektor-sektor yang paling banyak terdampak PHK meliputi pengolahan, perdagangan besar dan eceran, serta jasa.
Jawa Tengah mencatat jumlah tertinggi (10.695 kasus), diikuti DKI Jakarta (6.279 kasus), dan Riau (3.570 kasus). Industri pengolahan, perdagangan, dan jasa menjadi sektor paling terdampak.
Dari data tersebut bisa dibilang telah terjadi peningkatan jumlah pekerja yang terkena PHK dalam rentang waktu kurang dari satu bulan (April ke Mei 2025). Sektor pengolahan, perdagangan besar dan eceran, serta jasa menjadi sektor yang paling banyak melakukan PHK, menandakan adanya tantangan di sektor-sektor utama perekonomian.
Kondisi ini bukan sekadar konsekuensi dari perlambatan ekonomi global atau transformasi bisnis, tetapi juga adanya perubahan zaman di mana industri yang semakin kompetitif, dan pendekatan yang digunakan harus berbeda dari biasanya.
Dengan demikian para pebisnis yang melakukan PHK terhadap karyawannya kurang peka dalam menangkap sinyal perubahan zaman ini seperti harus merespon cepat adanya perubahan agar bisnis terus bertahan, melihat inovasi khususnya mengutamakan kebutuhan dan keinginan pelanggan, serta jika sebelumnya telah berhasil melakukan strategi untuk Perusahaan diusahakan jangan terlena karena cara sebelumnya belum berarti sama digunakan untuk cara sekarang.
Industri yang paling berdampak terhadap PHK besar-besar adalah media massa yang kini disebut-sebut menjadi masa krisis dari industri media nasional karena badai PHK ini.
Kenapa demikian disebut krisis, karena dalam kurun waktu belum genap setahun kabar kurang baik soal PHK Perusahaan media massa di Indonesia terus bergulir yang rata-rata datang dari media tier 1.
PHK media massa sebenarnya sudah dimulai pada tahun 2024 dan kini semakin bertambah jumlahnya hingga pertengahan tahun 2025. Sebut saja media CNN Indonesia, MNC Group, RTV & INews, Sea Today, Kompas TV dan masih banyak lagi. Belum lagi media-media lainnya. Diam-diam telah mengurangi karyawannya.
Bisnis media sendiri meraup pendapatan dari iklan yang mana terjadi perubahan kebiasaan konsumen dari sebelumnya di mana dulu membutuhkan informasi cepat melalui gadget lewat berita sehingga hadir media online dari media cetak. Kini kebiasaan Masyarakat berubah dengan beralih ke media sosial yang mana semua informasi didapatkan serba instan. Semua orang bisa memproduksi kabar tanpa perlu validasi lebih dahulu.
Gejala-gejala pergeseran minat konten informasi dari media ke media sosial pun sudah mulai muncul sejak pandemi. Saat pandemi semua orang di rumah dan lebih mengutamakan kehadiran mereka di ruang virtual termasuk mencari hiburan yang mengandalkan media sosial khususnya video singkat seperti TikTok yang pada saat itu sedang melonjak-lonjaknya.
Gejala itu sayangnya tak dilihat dengan cermat oleh pebisnis media massa sehingga perubahan zaman melaju cepat sebelum strategi penyesuaian terhadap perubahan ini dilakukan dengan tepat.
Akibatnya, media kehilangan pelanggan dalam jumlah besar-besaran. Baik pembaca setia mereka maupun klien atau sumber pendapatan dari iklan pun juga ikut hilang. Sementara dari sisi klien yang hilang disebut-sebut mereka mengalihkan anggarannya untuk influencer-influencer di media sosial.
Daya minat baca informasi berita yang semakin tergerus, perubahan konten video lebih disukai ketimbang dalam bentuk teks serta kedalaman penulisan, dan kini siapa pun bisa menjadi content creator merupakan salah satu faktor-faktor yang menyebabkan industri media massa tumbang.
Kini influencer lebih dilirik ketimbang menggandeng media massa. Bahkan Perusahaan pun tak melulu harus melirik influencer popular sekalipun dengan jumlah follower juta-jutaan.
Secara definisi, influencer marketing adalah strategi media relations yang memanfaatkan individu dengan pengaruh besar di media sosial untuk menyampaikan pesan organisasi. Influencer memiliki kemampuan untuk menjangkau audiens yang luas dengan cara yang lebih personal dan autentik.
Menurut Freberg et al. (2011), influencer marketing sangat efektif untuk menjangkau segmen pasar tertentu, terutama generasi muda yang lebih percaya pada rekomendasi dari figur yang mereka idolakan dibandingkan dengan iklan tradisional.
Pemilihan influencer yang tepat sangat penting dalam strategi ini. Organisasi harus memastikan bahwa nilai-nilai dan citra influencer sejalan dengan merek mereka untuk menciptakan dampak yang positif.
Belakangan fenomena brand kini tak lagi menggandeng influencer popular karena influencer nano (1000-10ribu follower) dan mikro memiliki pengaruh yang lebih besar dibanding mega (>1 juta follower).
Hal ini dikarenakan sisi empati, kemiripan pengalaman, humanisme, dan dekat dengan keseharian masyarakat lebih diutamakan sehingga akan mendapatkan dampak yang lebih besar. Oleh sebab itu banyak yang menjadi content creator dadakan, selain tujuannya cepat viral juga bisa mendapatkan penghasilan tambahan dari penyedia platform media sosial.
Ada beberapa media massa yang sudah mengimplentasikan strategi perubahan zaman ini seperti BBC Indonesia, Tempodotco, dan lainnya yang sudah mulai menggunakan platform media sosial untuk mengemas berita menjadi konten yang lebih menarik dan bisa menjangkau lebih banyak audiens.
Bahkan Tempo sudah mendapatkan buah matangnya menjadi viral berkat konten podcast di YouTube pada segmen Bocor Alus.
Dalam konteks PHK massal di industri media massa juga terkena dampak yang disebut kondisi VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity) yang sangat terasa. Volatility ialah perubahan cepat dalam perilaku konsumen media. Uncertainty adalah sulit memprediksi tren media sosial dan dampaknya terhadap media tradisional. Kemudian Complexity ialah banyak faktor yang mempengaruhi industri media, mulai dari teknologi, regulasi, hingga ekonomi global. Berikutnya Ambiguity adalah adanya informasi yang beragam dan interpretasi yang berbeda tentang masa depan media dan pekerjaan di sektor tersebut.
Tentunya dengan masifnya jumlah PHK di Indonesia untuk siapa saja yang terdampak tidak akan sangat mengenakan sekali. Karena pemberian upah pasca PHK pun tidak merata sama di setiap Perusahaan media karena dari sisi regulasi juga tidak terakomodir dengan baik sehingga tidak ada jaminan perlindungan pekerja.
Ada yang beruntung mendapatkan upah 3 bulan ke depan, ada yang hanya sebulan saja, atau bahkan sama sekali tidak. Mirisnya pengabdian kepada Perusahaan selama 5, 10, bahkan lebih dari 10 tahun tak sebanding dengan waktu yang telah diberikan melalui upah dan tunjangan yang layak. Apalagi selama bekerja di Perusahaan karyawan telah meninggalkan rumah, anak, dan keluarga untuk mencari nafkah.
Situasi ini juga menyesakkan dada, yang mana seharusnya rakyat Indonesia menjadi “tuan rumah” di Negara sendiri tetapi bertolak belakang justru malah masih dijajah di rumah sendiri.
Kemudian di mana perlindungan Negara terhadap karyawan yang di PHK ini? Jawabannya tidak bisa melindungi. Hal ini pun mencerminkan lemahnya perlindungan Negara terhadap hak-hak pekerja, meski secara normatif dijamin oleh konstitusi.
Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 dengan tegas menyatakan, "Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan." Pasal 28A menambahkan bahwa setiap orang berhak untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya. Namun, realitas di lapangan jauh dari jaminan konstitusional itu. Ribuan pekerja kehilangan mata pencaharian tanpa jaminan keberlanjutan atau perlindungan sosial yang memadai.
Janji Presiden, Tantangan Implementasi
Dalam konteks PHK besar-besaran di tahun 2025 ini, kemudian Presiden Prabowo merespon. Dalam pidatonya pada peringatan Hari Buruh Internasional 1 Mei 2025, Presiden Prabowo Subianto mengumumkan sejumlah langkah yang terdengar menjanjikan. Di antaranya: pembentukan Satgas PHK, penghapusan sistem outsourcing, percepatan pembentukan Dewan Kesejahteraan Pekerja Nasional, dan percepatan pembahasan RUU Pekerja Domestik.
Namun, publik tentu tidak cukup puas dengan janji. Sejarah ketenagakerjaan Indonesia mencatat bahwa banyak kebijakan bagus kandas di tangan birokrasi yang lemah, pengawasan yang longgar, dan ketidakberpihakan yang sistemik. Satgas PHK, misalnya, harus memiliki wewenang kuat dan kapasitas intervensi cepat, bukan sekadar menjadi posko pengaduan simbolik.
Dewan Kesejahteraan Pekerja Nasional yang dijanjikan juga harus menjadi lembaga independen yang dapat mengadvokasi hak-hak pekerja secara efektif, bukan sekadar menjadi alat legitimasi kebijakan negara.
Daripada Menunggu Perlindungan Lebih Baik Berbuat Sesuatu
Tak semua pekerja yang terdampak PHK ini bisa bertahan atau mendapatkan pengganti pekerjaan dengan singkat. PHK besar-besaran membuat Perusahaan semakin memilah mana posisi yang masih dibutuhkan mana yang tidak lagi sehingga kuota pun semakin sedikit.
Cara-cara melamar kerja di job fair maupun di platform pencari kerja semakin sulit karena persaingan semakin ketat dan lulusan baru pun semakin banyak. Perusahaan untuk mempertahankan eksistensinya di dunia bisnis pun lebih memilih lulusan baru karena cenderung memilikii upah yang minim.
Ada istilah dari pekerja generasi Z yang menyebutkan bahwa sekarang ini Perusahaan lebih memilih cheap labour ketimbang pekerja yang mempunyai kualitas mumpuni, etos kerja, dan disiplin yang tinggi karena pekerja dengan kualitas tinggi pasti akan menawar upah lebih tinggi sehingga otomatis akan meningkatkan anggaran Perusahaan terutama owner tidak mendapatkan saving untuk kepentingan dirinya sendiri.
Cara yang bisa dibilang ampuh untuk pekerja yang mengalami PHK dan bisa bangkit lagi ialah dengan mengandalkan jaringan relasi yang sudah dibangun oleh pekerja sejak lama. Mereka bisa mengontak kembali jaringan yang sudah dibangun baik dari networking professional, maupun sosial.
Selain mengandalkan jaringan relasi, ada yang bilang bahwa kini zamannya kita membuat karya, sebagai penyedia jasa, maupun menjadi pelaku bisnis ada benarnya. Setidaknya tak perlu harus melakukan hal besar tapi mulai dari yang kecil untuk diri sendiri, meningkatkan taraf ekonomi diri sendiri.
Meskipun demikian, terlepas dari bagaimana setiap individu pekerja yang terkena PHK, ada yang merespons secara emosional terpukul, tapi juga ada yang bangkit dan berbuat sesuatu. Di situasi ini kelincahan diperlukan untuk menyikapi perubahan yang ada dengan mode adaptasi tinggi.
Disisi lain, krisis PHK 2025 ini juga semestinya menjadi momen introspeksi bersama. Baik Negara dan Masyarakat yang terdampak. Negara harus kembali menegaskan posisinya bukan sebagai fasilitator investasi semata, tetapi sebagai penjamin hak dasar warganya. Sementara pekerja yang terdampak PHK jangan pula menunggu pertolongan dan perlindungan Negara di tengah perubahan zaman ikutlah berakselerasi mencari usaha yang sesuai dengan bakat dan peluang masing-masing. Pasti ada jalan. Karena tak ada kerja keras yang tak membuahkan hasil.
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Daftar 13 Perusahaan Dunia yang PHK Karyawan
-
China Alhamdulillah Pemain Keturunan Timnas Indonesia 1,85 Meter Nyatakan Mundur
-
Ratusan Karyawan TikTok Shop dan Tokopedia Masuk Radar PHK
-
Bisnis Hotel di Jakarta Kian Terpuruk: Okupansi Anjlok, Ancaman PHK Mengintai
-
Google News Showcase Diluncurkan, LMC: Media Lokal Kini Punya Peluang Emas
Kolom
-
Tan Malaka dan Gagasan Republik: Menyulam Ulang Makna Kebangsaan
-
Crab Mentality di Medsos: Scroll Komentar yang Lebih Menakutkan dari Gagal
-
Cermin Keberagaman! Saatnya Merangkul Kecantikan Inklusif di Era Modern
-
Melampaui Stigma: Menempatkan Buku Kiri dalam Perspektif Literasi
-
Pancasila di Ujung Jari: Refleksi Hari Lahir 1 Juni di Era Digital
Terkini
-
Intip First Look Chopper di Teaser One Piece Live Action Season 2, Gemas!
-
Meski Jumpa Korea Selatan, Peluang Lolos Timnas U-23 Terbantu Meratanya Jumlah Kontestan
-
Tengah Dipantau Intensif, Ada 2 Alasan Karier Jay Idzes Bakal Menanjak di Nerazzuri
-
Jelang Laga Indonesia vs Cina, Bek Kiri Timnas Indonesia Catat Rekor Luar Biasa!
-
aoen Ajak Kita Bersinar Bersama Lewat Lagu Debut Bertajuk 'The Blue Sun'