Scroll untuk membaca artikel
Siswanto | Siswanto
Jalan Malioboro, Yogyakarta (suara.com/Srintil)

Salah satu destinasi wisata di Yogyakarta yang sohor di dunia adalah Jalan Malioboro. Kalau siang hari, jalanan ini sangat ramai lalu lalang wisatawan dalam negeri maupun luar negeri.

Di dua sisi jalan tersebut, banyak sekali makanan, pakaian, pernak pernik tentang Yogya, termasuk kendaraan khas Yogya, delman. Di sana juga banyak sekali hotel, kemudian ada gedung DPRD, restoran cepat saji, juga gedung-gedung tua.

Wisatawan datang ke sana ada yang sekedar untuk jalan-jalan, ada juga yang berbelanja. Sisi jalan yang paling ramai adalah di kanan kalau dari arah Stasiun Tugu. Untuk jalan kaki saja, susah minta ampun. Kita harus berdesak-desakan dengan pejalan kaki lainnya.

Maklum di sepanjang jalan sisi kanan, banyak sekali pedagang. Sepanjang jalan itu juga terdiri dari toko-toko, bahkan mal.

Di balik popularitas Jalan Malioboro, sesungguhnya ada yang membuat sebagian wisatawan kecewa. Sebagian pakaian maupun pernak-pernik yang dijual jelek mutunya, padahal para pedagang sangat tinggi melabeli harganya.

Saya pernah punya pengalaman, beli celana di Jalan Malioboro. Harganya mahal untuk ukuran celana yang jahitannya saja tidak rapi seperti itu. Tapi setelah saya tawar cukup lama, akhirnya pedagang mau melepaskannya.

Saya pikir celananya awet. Ternyata perkiraan saya meleset. Baru saya pakai beberapa jam, jahitan celana pendek tersebut gampang sekali sobek. hahaha...

Begitu juga dengan kaos, hati-hatilah kalau memilih. Ada kaos yang jelek sekali mutunya. Selain jahitannya tidak rapu, warnanya gampang sekali luntur.

Andaikata semua pedagang memperhatikan mutu dagangan mereka, pasti Malioboro akan sangat keren. Orang akan selalu mengenangnya secara positif.

Jalan Malioboro yang terkenal itu, menurut pengamatan saya, sebenarnya jelek secara penataan. Bayangkan saja, di sisi kiri kalau dari arah Stasiun Tugu, di sebagian besar trotoarnya dipakai untuk parkir sepeda motor. Pejalan kaki tentu saja sangat terganggu dengan itu.

Seandainya trotoar tersebut bebas parkir kendaraan roda dua, pasti pejalan kaki merasa jauh lebih nyaman, tidak harus minggir-minggir kalau ada sepeda motor mau parkir atau mau masuk parkir.

Memang patut disayangkan. Tapi bagaimana lagi. Malioboro... Malioboro... Kalau siang atau hari libur, macetnya juga sudah seperti di Jakarta.

Dikirim oleh Srintil, Sleman

Anda memiliki berita atau foto menarik? Silakan kirim ke email: yoursay@suara.com

Array