Scroll untuk membaca artikel
Fabiola Febrinastri | Fabiola Febrinastri
Sejumlah petugas kebersihan menemukan seekor Elang Bondol masih hidup tercebur ke dalam Kali Grogol, Penjaringan, Jakarta Utara, saat mereka sedang melakukan pembersihan kali, Selasa (8/1/2019). [dok.UPK Badan Air Jakarta Utara]

Indonesia merupakan negara dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, baik flora dan fauna, sehingga setiap daerah menjadi berbeda dan unik. Satwa endemik merupakan maskot dari daerah tertentu, yang tidak di miliki oleh daerah lain.

Elang Bondol dan Salak Condet merupakan maskot Jakarta, dan keduanya dapat di temukan di bus Transjakarta versi lama, dengan gambar burung Elang Bondol mencengkram Salak Condet.

Elang Bondol atau Lang-lang Merah, atau juga Elang Tembikar memiliki nama latin Haliastur indus. Statusnya sekarang dilindungi, karena jumlah populasinya menurun.

Di Jakarta, Elang Bondol dapat kita temui di sekitar Pulau Seribu. Populasinya menurun, karena lingkungan yang tercemar. Akibatnya, mangsa yang merupakan sumber makanan, jumlahnya ikut menurun.

Hal ini diakibatkan juga dari perburuan liar untuk dijadikan peliharaan atau diawetkan sebagai hiasan.

Elang Bondol memiliki tubuh kecokelatan, dan leher hingga kepala berbulu putih, serta memiliki panjang 44 hingga 52 cm, dengan lebar sayap saat mengembang mencapai 110 hingga 125 cm. Panjang ekor yang dimilikinya 18 cm hingga 22 cm, yang dilengkapi kuku tajam  untuk mencengkram mangsa saat berburu.

Umumnya Elang Bondol, ketika sedang berburu makanan, akan terbang rendah di atas permukaan air, tetapi terkadang juga menunggu mangsa dengan bertengger di pohon yang berdekatan dengan air. Makanannya adalah ikan, kepiting, dan udang.

Habitat Elang Bondol adalah rawa-rawa. Mereka membuat sarang di atas pohon tinggi, dekat ujung agar dapat terlindung dari pemangsa telur dan anaknya. Elang Bondol dapat ditemukan di Australia, India, dan Asia Tenggara.

Dalam satu kali bertelur, Elang Bondol menghasilkan 1 - 4 butir telur yang dieraminya selama 28 - 35 hari. Ciri telur Elang Bondol adalah putih, dengan sedikit bintik merah.

Populasi jenis ini bertumbuh secara lambat, karena jumlah telur yang dihasilkan sedikit dan tidak semua dapat bertahan hidup dengan alasan pecah akibat jatuh dari pohon. Selain itu, Elang Bondol di Pulau Kotok dominan pejantan, sehingga perkembangbiakan lambat.

Jumlah burung betina sedikit, karena banyak yang mati akibat stres. Mereka lebih banyak dikerangkeng oleh pemburu.

Menurut Undang-Undang RI No.5 tahun 1990 dan tercantum dalam lampiran Peraturan Pemerintah RI No.7 tahun 1997, Elang Bondol dilindungi oleh pemerintah. Berdasarkan IUCN 2014, Elang Bondol terhitung sebagai hewan berisiko rendah.

Elang Bondol juga termasuk dalam CITIES Apendiks II. Burung ini sering diburu untuk dijual, sehingga terancam punah .

Elang Bondol perlu dikonservasi, karena jumlahnya menurun. Konservasi yang sudah dilakukan berlokasi di Pulau Kotok Besar, di utara Jakarta, tepatnya di Kepulauan Seribu. Kegiatan konservasi ini merupakan hasil dari kerja sama Jakarta Animal Aid Network (JAAN) dengan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Tirta Satwa, Alam Kotok Resort, dan Departemen Kehutanan

Masyarkat juga turut membantu mendapatkan Elang Bondol, yaitu dengan menyerahkan elang miliknya.

Kegiatan konservasi tidak hanya dirawat, tetapi juga dilepasliarkan, dengan tujuan menjaga populasi Elang Bondol di alam, dan menjaga sifat alami si elang. Elang yang berada di sini didapat lewat hasil sitaan yang dilakukan oleh “BKSDA”, hasil serahan warga secara sukarela dan hasil pemindahan dari Pusat Penyelamatan Satwa (PPS).

Kegiatan konservasi yang dilakukan di sana menggunakan kandang dengan berbagai tujuan yang berbeda. Mereka membagi kandang menjadi 6 macam, yaitu kandang sanctuary, kandang karantina, kandang isolasi, kandang sosialisasi, kandang pre-relase, dan kandang pemindahan.

Masih ada kandang burung yang belum memenuhi syarat minimum, yaitu kandang sosialisai dan pre-relase. Padahal burung membutuhkan tempat yang luas untuk bergerak, karena nanti akan dilepasliarkan kembali.

Bisa saja burung stres akibat kandang yang sempit. Kurangnya kesadaran masyarakat bahwa keseimbangan alam itu sangat perlu, sebab jika elang punah, maka alam tidak seimbang.

Elang juga berperan penting dalam kehidupan para nelayan, dimana mereka menjadikan elang sebagai indikator keberadaan ikan. Maka dari itu, kita sebagai manusia yang memilki akal dan budi, harus menjaga alam yang telah diberikan Tuhan

Manusia, hewan, tumbuhan saling membutuhkan. Terutama kita manusia, banyak bergantung pada alam

Timbal balik atau rasa terima kasih kita kepada alam cukup dengan menjaga dan memeliharanya dengan baik. Selain itu, juga baiknya dilakukan edukasi kepada masyarakat melalui sosialisasi agar mereka tahu betapa pentingya elang di alam.

Pengirim: Nigel Verrell

Array