Menjadi lulusan sarjana merupakan impian bagi banyak orang. Tak heran jika siswa yang saat ini tengah duduk di bangku SMA, terutama kelas 12 sedang gencar-gencarnya mengikuti bimbingan belajar. Bahkan ada yang rela belajar mati-matian sejak baru masuk SMA hingga mengorbankan waktu bermain demi bisa diterima di Perguruan Tinggi Negeri yang diinginkan.
Semua siswa sibuk memikirkan ingin kuliah di mana, jurusan apa, tetapi tidak pernah bingung tentang apakah ingin melanjutkan pendidikan di jenjang S1 atau D3. Jangankan bingung, memikirkan untuk melanjutkan pendidikan di jenjang D3 saja tidak pernah.
Kenapa, ya, penulis terlihat seperti mengelu-elukan S1 dan terkesan merendahkan D3?
Bukan, bukan merendahkan D3, tetapi penulis hanya ingin bersikap realistis. Karena penulis pun pernah merasakan hal yang sama. Dipandang sebelah mata hanya karena diterima sebagai salah satu mahasiswa di Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia program studi Hubungan Masyarakat.
Loh, kenapa dipandang sebelah mata? Bukannya yang penting UI?
Oh, tentu tidak.
Nyatanya, masih banyak orang yang memandang rendah D3 dan mendewakan S1. Tidak peduli di perguruan tinggi apa, jika D3 maka kamu bukanlah apa-apa. Katanya, untuk apa kuliah D3 kalau tidak jadi sarjana. Jawabannya, ya untuk jadi ahli madya.
Sedih rasanya ketika mengetahui bahwa stigma lulusan D3 tidak lebih baik dari lulusan S1 masih tertanam di benak orang-orang Indonesia. Padahal, Presiden Joko Widodo saja sudah menaruh harapan besar pada mahasiswa dan lulusan D3.
Sebenarnya, kita tidak bisa benar-benar menyimpulkan mana yang lebih baik, D3 atau S1 karena keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Jika mahasiswa S1 lebih banyak mempelajari teori, mahasiswa D3 lebih banyak melakukan praktik. Itulah kenapa lulusan D3 dikatakan sebagai lulusan yang siap kerja. Karena selama tiga tahun kuliah, mahasiswa D3 tidak hanya belajar mengenai teori, tetapi mereka juga langsung menerapkan teori tersebut. Sehingga, saat di dunia kerja nanti lulusan D3 sudah lebih siap untuk turun ke lapangan.
Terlebih, di Program Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia telah diterapkan sistem belajar 3-2-1.
Apa itu sistem belajar 3-2-1?
Sistem belajar 3-2-1 merupakan singkatan dari 3 semester di kelas, 2 semester di industri, dan 1 semester magang.
Jadi, seluruh mahasiswa Vokasi UI akan belajar di kampus selama tiga semester pertama. Selama tiga semester itu, mahasiswa akan diajarkan mengenai hal-hal mendasar mengenai jurusan masing-masing, dan langsung mempraktikkannya di kelas.
Selanjutnya, pada semester 4 dan 5, mahasiswa akan dikirim ke industri untuk langsung belajar bekerja di lapangan. Terakhir, pada semester 6 mahasiswa Vokasi akan melakukan magang.
Sistem belajar 3-2-1 ini diadakan dengan tujuan agar seluruh mahasiswa Vokasi UI menjadi lebih siap saat magang, dan sudah benar-benar siap untuk bekerja setelah lulus.
Selanjutnya, dosen pengajar antara S1 dan D3 pun berbeda. Biasanya, dosen D3 didominasi oleh praktisi yang juga bekerja aktif di bidang yang diajarkan. Sebagai contoh, salah satu dosen penulis di Humas Vokasi UI mata kuliah Manajemen Citra merupakan seorang wartawan di salah satu stasiun televisi nasional. Hal ini tentu sangat menguntungkan bagi para mahasiswa karena banyak mendapatkan informasi dari orang yang telah terjun langsung ke dunia kerja tersebut.
Sedangkan, dosen di jenjang S1 kebanyakan adalah mereka yang memang aktif mengajar. Berbeda dengan dosen D3 yang masih aktif di dunia kerja selain mengajar, dosen S1 biasanya lebih sering turun ke lapangan untuk melakukan riset atau menerbitkan jurnal.
Itulah beberapa perbedaan antara kuliah di jenjang S1 dan D3. Masing-masing dari keduanya memiliki nilai plus dan minus di aspek yang berbeda.
Mulai sekarang, hapus stigma buruk tentang D3. Karena, kuliah di jenjang D3 itu tidak kalah keren dengan kuliah di jenjang S1. Soal siapa yang akan menang di dunia kerja nanti, itu tergantung pada pribadi masing-masing.
Jika kamu lulusan D3 tetapi pengalaman kamu lebih banyak dan telah memiliki prestasi segudang, tentu perusahaan tidak akan ragu untuk mempekerjakan kamu.
Begitu juga dengan lulusan S1. Walaupun sudah menyandang gelar sarjana, bukan berarti mereka telah memenangkan persaingan di dunia kerja. Keahlian, pengalaman, dan prestasi itu nomor satu.
Untuk apa mempunyai gelar yang panjangnya mengalahi kereta kalau tidak memiliki kemampuan apa-apa.
Pengirim: Marwah Wafa’ Azzahra Choirunnisa / Mahasiswa Program Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia jurusan Hubungan Masyarakat
E-mail: marwahwafa@yahoo.co.id
Baca Juga
-
Mengenal Chika Takiishi, Antagonis Wind Breaker Terobsesi Kalahkan Umemiya
-
4 Tampilan OOTD ala Tzuyu TWICE, Makin Nyaman dan Stylish!
-
Banjir Cameo, 4 Karakter Hospital Playlist Ini Ramaikan Resident Playbook
-
The Help: Potret Kefanatikan Ras dan Kelas Sosial di Era Tahun 1960-an
-
Tertarik Bela Timnas Indonesia, Ini Profil Pemain Keturunan Luca Blondeau
Artikel Terkait
-
Beda dari Indonesia, Presiden China Bantu Carikan Pekerjaan Buat Lulusan Sarjana
-
Fenomena Pengangguran pada Sarjana: Antara Ekspektasi dan Realita Dunia Kerja
-
Tak Sampai Rp2 Juta, Kemensos Tawarkan Kuliah di Poltekesos, Terjangkau Buat Keluarga Prasejahtera
-
Riwayat Pendidikan Buya Yahya: Raih Gelar Sarjana Psikologi, Dosen Rebutan Cium Tangan saat Wisuda
-
KIP-K Lahirkan Sarjana Pertama di Keluarga, Efisiensi Ancam Pendidikan!
Lifestyle
-
4 Tampilan OOTD ala Tzuyu TWICE, Makin Nyaman dan Stylish!
-
4 Padu Padan Kasual Anti Mainstream ala J-Hope BTS, Cocok Buat Daily Style
-
Fresh dan Trendi, Ini 4 Ide Padu Padan OOTD Kasual Sporty ala Yuqi (G)I-DLE
-
Dari Chic sampai Edgy, Intip 4 Daily Outfit Seonghwa ATEEZ Buat Ide Gayamu!
-
Simpel dan Elegan! Begini 4 Gaya Harian Soft Classy ala Kim Ji-yoon
Terkini
-
Mengenal Chika Takiishi, Antagonis Wind Breaker Terobsesi Kalahkan Umemiya
-
Banjir Cameo, 4 Karakter Hospital Playlist Ini Ramaikan Resident Playbook
-
The Help: Potret Kefanatikan Ras dan Kelas Sosial di Era Tahun 1960-an
-
Tertarik Bela Timnas Indonesia, Ini Profil Pemain Keturunan Luca Blondeau
-
Another Simple Favor, Proyek Reuni Anna Kendrick-Black Lively Rilis 1 Mei