Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | Nenden Rikma Dewi S
Ilustrasi perlengkapan zero waste (pixabay)

Bagi sebagain besar kaum urban milenial, mungkin kata zero waste sudah cukup familier di telinga, di mana erat kaitannya dengan lingkungan, sampah, dan daur ulang. Namun, tak jarang juga masih banyak yang belum mengetahui zero waste. Untuk lebih mengetahuinya, coba kita simak lebih lanjut di bawah ini, yuk!

Bagi warga Jakarta, tentunya sudah mengenal Bantar Gebang di Bekasi sebagai salah satu tempat pembuangan akhir sampah. Bandung pernah memiliki TPA Leuwigajah yang berada di kawasan Cimahi namun ditutup akibat bencana sampah di tahun 2005 dan dikenang sebagai Tragedi TPA Leuwigajah.  Malahan kota Bandung sempat menghentikan pengangkutan sampah bagi warganya sebagai akibat dari tidak beroperasinya TPA Sarimukti di awal  bulan November lalu.

Begitu juga yang terjadi di daerah lain seperti Yogyakarta, Semarang, dan Lampung, di mana tumpukan sampah menggunung dan mengganggu warga. Namun, hal ini tak mungkin terjadi apabila seluruh warga bertanggung jawab dengan sampah hasil konsumsi mereka sendiri seperti yang dilakukan dalam gerakan zero waste oleh kaum urban milenial.

Zero waste, menurut Aliansi Zero Waste Internasional atau Zero Waste Internasional Alliance, adalah sebuah upaya konservasi yang dilakukan dengan cara bertanggung jawab atas produksi, konsumsi, penggunaan semua sumber daya alam tanpa mencemari lingkungan dan mengancam kesehatan habitat sekitar. Artinya, manusia memiliki peran penting dalam menjaga kelestarian alam, tidak hanya untuk manusia itu sendiri melainkan juga makhluk lainnya.

Sebenarnya zero waste ini tidak hanya sebuah cara untuk mengurangi bahkan meniadakan sampah di tingkat konsumsi melainkan juga produksinya. Salah satu contoh penerapannya di tingkat konsumsi adalah membawa wadah masing-masing ketika berbelanja, membawa kotak bekal dan air minum sendiri, serta menggunakan bahan-bahan alami sebagai produk kebersihan diri.

Meski begitu, ternyata mengurangi atau meniadakan sampah hanya menjadi sebuah bagian kecil dari gunung es zero waste. Upaya ini hanya bisa dilakukan jika ada sinergi semua pihak, baik pemerintah, produsen dan konsumen. Gerakan ini bahkan dapat mendorong tumbuhnya jenis perekonomian baru yang dikenal sebagai bank sampah, dan produk-produk yang berkelanjutan (sustainable goods). 

Saat ini sudah beredar di pasaran berbagai produk alami, aman bagi lingkungan dan berkelanjutan seperti bahan pengganti sabun bernama lerak, sikat gigi bambu, kertas lilin sebagai pembungkus makanan, tote bag kain, dan lain sebagainya. Jika kita peduli dengan lingkungan, yuk mulai mengurangi dan bertanggung jawab dengan sampah yang kita hasilkan sehari-hari demi bumi, makhluk hidup lain dan anak cucu di masa depan. Kamu bisa memulainya dengan turut dalam gerakan zero waste ini!

Nenden Rikma Dewi S