Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Muhamad Firdaus | Ni Made Karlina Mahatma Dewi Pande
Ilustrasi pulau Bali.[Shutterstock]

Pada saat musim liburan, banyak sekali warga negara asing maupun lokal yang memutuskan untuk berlibur ke Bali untuk menghabiskan waktu liburan mereka. Pulau Bali atau Pulau Dewata ini sudah pasti terkenal akan keindahan alamnya. Baik keindahan pantai, sawah, dan juga gunung. Namun, Bali tidak hanya memiliki keindahan alam tetapi juga memiliki banyak budaya yang tidak hanya unik saja.

Seperti tradisi sakral yang dilakukan seratus tahun sekali atau tradisi yang hanya ditujukan untuk acara hiburan saja. Jika kamu sedang merencanakan untuk liburan ke Bali, jangan lupa untuk menyaksikan budaya atau tradisi unik dibawah ini, ya! Karena erat kaitannya dengan spiritual yang ada di Pulau Dewata, lho! Berikut adalah daftar lima tradisi sakral di Pulau Dewata yang harus kamu ketahui:

1. Pertunjukan Calonarang

Pementasan Calonarang ini dipentaskan sebagai hiburan atau tari sekuler. Calonarang ini bermula dari seorang janda yang murka karena anaknya tak kunjung dinikahi. Pertunjukkan ini selalu dilakukan pada malam hari dan banyak ditonton oleh masyarakat. Hawa mistis pun meningkat dengan adanya Bangke Matah atau Watangan Matah, yaitu masyarakat yang bersiap ngayah (ikhlas) untuk menjadi tumbal.

Pada pementasan ini, orang yang berperan sebagai Bangke Matah bisa benar-benar menjadi tumbal bahkan hingga meninggal jika pertunjukan suci ini gagal atau ritual nya tidak diterima. Seramnya lagi, orang yang memerankan Calonarang harus kuat secara lahir batin, karena ia akan mengalami kerasukan lalu dihujamkan keris ke perut pemeran Rangda (Calonarang) tersebut sebagai pertanda kekalahannya. Namun, biasanya pemeran Rangda kebal oleh senjata apapun, karena sudah melakukan ritual sebelumnya. Pertunjukan ini cocok untuk kamu yang memiliki keberanian tinggi.

2. Desa Trunyan

Desa Trunyan adalah sebuah desa yang terletak di kecamatan Kintamani, kabupaten Bangli. Desa ini terletak di kaki bukit, jika kita ingin ke desa Trunyan ini kita harus menggunakan perahu untuk menyeberangi danau Batur Kintamani sekitar 20 hingga 30 menit perjalanan.

Desa Trunyan atau yang kerap disebut desa Bali Aga Trunyan ini adalah desa yang anti-mainstream dari desa-desa lainnya. Tradisi dari desa ini adalah setiap ada penduduk yang meninggal dunia, akan diletakkan di atas tanah dan di bawah pohon Menyan.

Mayat yang diletakkan diatas tanah tersebut karena tekstur tanah yang tidak rata, lalu akan ditutupi dengan kain dan anyaman bambu berbentuk prisma. Uniknya, jasad-jasad yang diletakkan diatas tanah tersebut tidak mengeluarkan bau busuk atau bau aneh lainnya. Hal ini disebabkan karena adanya pohon Menyan, yang dimana bisa menetralisir bau yang datang dari jasad tersebut.

3. Barong Brutuk

Berhubungan dengan desa Trunyan tadi, masyarakat Trunyan percaya bahwa Barong Brutuk merupakan simbol penguasa di desa mereka, yaitu Ratu Sakti Pancering Jagat (laki-laki) dan Ida Ratu Ayu Pingit Dalem (perempuan). Tari Barong Brutuk ini dilakukan oleh 21 remaja laki-laki yang sebelumnya harus melewati 42 hari masa karantina di sekitar area suci Pura. Di masa karantinanya, remaja-remaja itu tidak boleh berhubungan dengan perempuan, dan hanya mempersiapkan diri mereka untuk menari Barong Brutuk ini dengan belajar mekidung (mantra) dan mencari daun pisang yang kering untuk menjadikan pakaian mereka untuk menari nanti.

Pada saat mementaskan tarian, penari anggota akan mengelilingi tembok Pura sebanyak 3 kali sembari melontarkan cambuk ke masyarakat yang menonton. Masyarakat Trunyan percaya bahwa jika terkena cambukan dari para penari merupakan obat untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Beberapa masyarakat yang menonton juga mengambil serpihan daun pisang yang kering tersebut untuk dibawa kerumah dan disimpan sebagai keselamatan.

4. Ngerupuk dan Ogoh-Ogoh

Sejak tahun 1980-an, umat Hindu atau masyarakat Bali mengusung Ogoh-ogoh sebelum hari raya Nyepi dimulai. Pembuatan ogoh-ogoh ini umumnya dibiayai dari hasil iuran warga setempat (banjar) yang kemudian nantinya dibakar. Pengerupukan adalah tradisi yang dilakukan sebelum hari raya Nyepi umat Hindu khususnya di Bali.

Tradisi ini dilakukan dengan cara menyebarkan nasi tawur, mengobori rumah dan seluruh pekarangan, serta memukul benda apa saja agar ramai atau gaduh. Bersamaan dengan hari pengerupukan, akan diadakan pawai Ogoh-ogoh yang merupakan perwujudan dari Buta Kala (unsur-unsur kekuatan jahat) yang diarak keliling lingkungan, lalu dibakar.

Ogoh-ogoh merupakan patung raksasa yang biasanya dibuat oleh anak-anak muda di banjarnya masing-masing. Umumnya, ogoh-ogoh ini memiliki rupa yang seram. Tujuan dilakukannya ngerupuk dan ogoh-ogoh ini adalah sebagai lambing nyomia atau untuk mengusir dan menetralisir Buta Kala dari lingkungan sekitar rumah, pekarangan rumah, dan di sekitar lingkungan banjar. Umumnya, ogoh-ogoh ini memiliki rupa yang seram.

5. Hari Raya Nyepi

Hari Raya Nyepi merupakan perayaan Tahun Baru Hindu berdasarkan penanggalan pada kalender caka, yang dimulai sejak tahun 78 Masehi. Hari Raya Nyepi ini berbeda dari hari raya lainnya. Setiap penganut agama Hindu pada saat Nyepi wajib untuk sunyi, dengan tidak menghidupkan listrik, api, dan melakukan kegiatan. Kegiatan ini dilakukan karena kita sebagai umat Hindu percaya bahwa hari raya ini di tujuan untuk mengelabui roh jahat yang ada dengan berpura-berpura tidak beraktivitas seperti biasanya atau tidak ada kehidupan.

Hari Raya Nyepi dimulai dari pukul 06.00 pagi hingga 06.00 pagi keesokan harinya.  Adapun tiga larangan yang harus diikuti oleh umat Hindu selama hari raya Nyepi. Pertama, Amati Geni yang artinya dilarang menyalakan api, cahaya, dan listrik. Kedua, Amati Lelanguan, yang artinya larangan untuk bepergian apapun alasannya kecuali alasan kesehatan. Dan yang terakhir, Amati Karya, yang artinya dilarang untuk bekerja atau melakukan hal yang berkaitan dengan pekerjaan selama 24 jam.  

Ni Made Karlina Mahatma Dewi Pande

Baca Juga