Hal pertama apa yang timbul dalam benak kalian jika mendengar kata menikah muda? Di usia ke berapa yang menjadi target kalian untuk menikah? Atau kalian masih ingin menikmati masa muda?
Gerbang pernikahan. Setelah pintunya terbuka dan memutuskan untuk masuk, maka segalanya tak akan sama lagi ketika kita masih gadis pun saat bujang. Tanggung jawab dan kewajiban yang lebih besar sedang menanti. Seiring dengan pahalanya yang banyak, setiap pernikahan juga memiliki ujiannya masing-masing.
Bicara soal menikah muda, sebenarnya memiliki banyak keuntungan. Diantaranya dapat menghindarkan diri dari seks bebas, menjadi papa mama muda bak adik kakak saat berjalan sama anak, dan lain-lain. Ada yang memang sudah mendambakan kehidupan rumah tangga kendati masih berusia sangat muda, misalnya anak yang baru lulus sekolah menengah atas. Biasanya, kondisi ekonomi keluarga menjadi alasan. Kalau sudah ada yang meminang dan mapan kenapa tidak. Akan tetapi, tak jarang pula mereka justru menghindari menjadi pengantin, kendati sudah berumur hampir kepala tiga, menunda dengan berbagai macam alasan. Tentu kita harus menghargai hal tersebut sebab pilihan menikah memang harus dari dasar hati, bukan untuk memenuhi ekspektasi orang lain. Apalagi hidup di desa. Gadis baru menginjak seperempat abad saja sudah dikatai perawan tua. Sebaiknya tidak menyinggung dan belajar menghargai pilihan orang lain.
Perlu disadari bahwa perjalanan bahtera rumah tangga tak melulu tentang bersenang-senang, penuh tawa, namun kita juga akan dihadapkan dengan gesekan-gesekan kecil yang dapat menimbulkan bara api, yang siap membakar habis hati kita. Berikut beberapa hal yang bisa diperhatikan sebelum memutuskan untuk menikah muda.
1. Siap Mental
Kesiapan finansial sering menjadi acuan beberapa orang dalam menentukan pernikahan. Setelah bisa membangun rumah, memiliki kendaraan pribadi, usaha, tabungan yang cukup baru memikirkan pernikahan. Sah-sah saja. Namun sebenarnya jauh lebih utama yaitu siap secara mental. Siap jika menemui kerikil kecil yang menahan langkah saat berjalan. Bagaimana menghadapi tekanan kehidupan secara bersama-sama, mengolah emosi agar tidak sampai saling melukai.
Mental yang sehat, didapat dengan cara saling mendukung satu sama lain dalam kondisi apapun. Setelah akad terucap, berarti kita telah menjadi satu maka tidak lagi tentang kamu, tentang aku akan tetapi kita.
Jangan biarkan pasangan merasa sendiri dalam membangun hubungan yang sehat. Salah satu tips sejak sebelum menikah, buatlah daftar pertanyaan untuk calon pasangan kalian mengenai sikap dan pandangannya tentang masa depan. Serta pelajari bagaimana dia bersikap jika dihadapkan dengan masalah, untuk mengetahui sejauh apa kesiapannya mengarungi bahtera rumah tangga.
2. Belajar Menekan Ego
Ketika dua orang dengan latar belakang berbeda, tumbuh besar di lingkungan berbeda, bersatu dalam satu atap, kendati telah saling mengenal sebelumnya, tentu akan menemukan perbedaan-perbedaan cara pandang yang berpengaruh pada sikap dan tindakan.
Setiap pasangan yang telah menikah pasti menemukan ketidakcocokan, yang perlahan mulai semakin terlihat saat bulan-bulan usia pernikahan bertambah.
Pasangan yang dewasa, tidak akan terpengaruh ego masing-masing. Menganggap bahwa masalah akan selesai dengan cara kekerasan. Misalnya saling melempar kalimat bernada tinggi atau lebih parah lagi bertindak main tangan.
Pasangan kita adalah manusia yang terkadang bisa saja luput. Maka ada baiknya pelan-pelan menurunkan ego, menjaga sebisa mungkin tidak bertengkar hebat hanya karena hal-hal kecil.
3. Tidak Saling Menuntut
Sebagai manusia, kita selalu ingin segala sesuatu berjalan sesuai dengan keinginan kita. Memiliki apapun yang kita impikan. Sebagai contoh kita ingin membeli baju yang sangat kita idamkan, namun kondisi keuangan rumah tangga sedang banyak pengeluaran tak terduga.
Memang menafkahi adalah kewajiban suami. Suami wajib memenuhi kebutuhan istri mulai sandang, pangan, papan dan lainnya. Sedangkan sebagai istri alangkah bijaknya kita mau memaklumi jika seandainya suami belum mampu memberikan apa yang kita harapkan.
Pun sebagai suami jangan terlalu banyak menuntut. Misalnya saja istri harus bisa mengerjakan semua pekerjaan rumah sampai beres tanpa harus dia bantu. Sedangkan kondisi sang istri hamil dan semakin kepayahan setiap harinya.
Rumah tangga adalah saling kerja sama. Agar menjadi rumah dengan tingkatan tangga yang semakin bergerak naik menjemput keberkahan. Bukan saling menuntut pasangan menjadi seperti yang kita inginkan. Kalau menuntut kesetiaan tentu diharuskan. Kita tidak mau bukan jika menikah hanya untuk menerima tekanan batin.
4. No body Perfect
Terhadap pasangan itu, belajarlah fokus melihat kelebihannya bukan sibuk menghitung kekurangannya. Wah sama sekali tidak ada kelebihannya min! Itu tandanya kita kurang bersyukur, sehingga kebaikan-kebaikan pasangan, tertutupi ketidakpuasan kita.
Dengan siapa pun kita memilih untuk menikah, jika membiarkan rasa syukur kian terkikis, maka kita selalu merasa kurang. Melihat pasangan kurang cantik, kurang tampan, kurang uang, kurang perhatian, yang tampak hanyalah seribu kekurangan.
Tidak ada manusia yang sempurna. Kadang bisa salah, kadang benar. Kesempurnaan hanyalah milik Tuhan. Sesempurna apapun seseorang dalam pandangan kita, dia tetap memiliki kekurangan.
Oleh karena itu, wajib bagi kita menanamkan keyakinan dalam diri bahwa pasangan yang telah kita pilih adalah paling terbaik yang menemani kita. Selama bukan kesalahan fatal yang diperbuat pasangan, bertahan menjaga keutuhan adalah hal paling utama untuk diwujudkan bersama. Apalagi jika sudah memiliki buah hati, jangan sampai mereka terlantar karena kesalahan-kesalahan yang tak seharusnya terjadi.
5. Bertumbuh Bersama
Dua manusia berbeda gender. Mengikat diri dalam status hubungan pernikahan yang suci, siap menerima segala konsekuensi baik itu senang maupun susah dirasakan bersama. Pernikahan dikatakan indah, menyenangkan, membahagiakan tentu melalui perjalanan panjang yang tak selalu memberi rasa nyaman.
Sejatinya setelah kita menikah, kita akan dituntut untuk selalu belajar. Meski konteksnya bukan dalam hal seperti membaca buku, menghafal, mengerjakan soal, melainkan lebih sulit dari hal tersebut. Tapi terasa menyenangkan jika ikhlas kita luas.
Permasalahan yang ada membuat kita bertumbuh. Saling menggenggam erat ketika badai datang. Mencari solusi bersama, bukan saling menghakimi menjadi kunci utama agar saling menguatkan satu sama lain.
6. Saling Menyadari
Dibanding dengan perasaan cinta, sayang, mendapatkan pasangan yang mampu menyadari jauh lebih penting. Yaitu sadar bahwa 'saya seorang istri, saya seorang suami'.
Kesadaran dapat dibangun dengan berkomitmen kuat menjaga pondasi rumah tangga sampai menua bersama hingga akhir hayat bahkan bertujuan sampai jannahNya. Diwujudkan secara konsisten, memupuk rasa cinta pada pasangan dengan berbagai macam cara sesuai bahasa cinta masing-masing dengan pasangan.
Bayangkan jika seandainya kesadaran semacam hal tersebut tidak dimiliki setiap jiwa yang membangun mahligai rumah tangga. Mengandalkan cinta saja tidak cukup. Sebab cinta, sayang adalah perasaan yang kerap kali dapat berubah seperti terkadang kita bisa merasakan kesedihan lalu berubah senang dan lain-lain.
Oleh karena itu, saling menyadari tanggung jawab masing-masing sangat diperlukan agar jangan hanya menuntut hak namun juga sadar untuk melaksanakan kewajiban sebagai istri maupun suami.
Jangan biarkan bahtera karam bahkan sebelum berlayar, dikarenakan ego yang menuntut ekspektasi berlebihan terkait pasangan. Bersama pasangan kita adalah partner untuk saling melengkapi mendekati sempurna. Bukan saling menilai kekurangan untuk menjatuhkan namun saling meninggikan.
Hindari ekspektasi berlebihan terhadap pasangan, pernikahan bukan soal menerima kebahagiaan berlimpah sebelum dan setelah resepsi digelar, melainkan siap pula menerima semua suka dukanya, susah senangnya, sedih tawanya, kurang lebihnya pasangan kita.
Pernikahan adalah hubungan yang sakral. Bukan hanya menyatukan dua hati yang memantapkan diri mengarungi bahtera rumah tangga, tetapi juga melibatkan penyatuan dua keluarga besar. Setiap tindak tanduk langkah yang diambil akan membawa nama keluarga, maka jika boleh memberi saran, sebaiknya pikirkan matang-matang sebelum memutuskan menikah muda jika saat menghadapi berbagai persoalan masih mengandalkan emosi.
Nah, keenam hal diatas adalah saran yang bisa kalian pertimbangkan namun tentu kembali pada pilihan masing-masing.
Baca Juga
-
Sering Diabaikan! Pentingnya 4 Etika Bertemu Bayi saat Lebaran, Sudah Tahu?
-
Kelewat Baper? Awas 5 Bahaya Mencintai Tokoh Fiksi secara Berlebihan!
-
5 Cara Menyimpan Sayur dan Buah Supaya Tahan Lama, Tertarik Mencoba?
-
Rencana Bertandang ke Ngawi? Wajib Lakukan 4 Hal Ini agar Tidak Menyesal!
-
Terlanjur Terjangkit Crab Mentality, Simak 4 Langkah Tepat Mengatasinya
Artikel Terkait
-
Hukum Menikah saat Umrah atau Haji, Bolehkah? Ini Pandangan dalam Islam
-
Jung Woo Sung Apakah Sudah Menikah? Terungkap Punya Anak dengan Moon Gabi
-
Terungkap Alasan Jung Woo Sung Tak Menikah dengan Moon Gabi Meski Punya Anak
-
Berkaca dari Mahalini-Rizky Febian, Bagaimana Prosedur Nikah Ulang?
-
Dari Skeptis hingga Yakin, Vidi Aldiano Sempat Tak Mau Nikah Sebelum Bertemu Sheila Dara
Lifestyle
-
5 Cara Ampuh Mengusir Keinginan Ngemil di Malam Hari, Bye-bye Badan Melar!
-
3 Cleansing Balm Mengandung Salicylic Acid untuk Pemilik Kulit Berjerawat
-
4 Inspirasi Outfit Kasual ala Oh Ye-ju yang Pas untuk Daily Wear!
-
3 Rekomendasi Milk Cleanser dari Brand Lokal Terbaik, Harga Mulai 8 Ribuan!
-
3 Serum yang Mengandung Tranexamic Acid, Ampuh Pudarkan Bekas Jerawat Membandel
Terkini
-
Politik Uang di Pilkada: Mengapa Masyarakat Terus Terpengaruh?
-
Love is A Promise: Berdamai dengan Trauma Demi Menemukan Cinta Sejati!
-
Meskipun Max Verstappen Juara Dunia, Red Bull Tetap Tak PD Hadapi 2025
-
Farhat Abbas Tantang Denny Sumargo Buktikan Rencana Bagi-Bagi Uang Donasi Agus ke Orang Lain
-
Membangun Hubungan Ditengah Bencana Serangan Zombie dalam Film 'Zombieland'