Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | šŸ€e. kusuma. nšŸ€
Ilustrasi berpisah (Pexels.com/cottonbro studio)

Perceraian adalah suatu keputusan yang sulit dan sering kali menyakitkan bagi pasangan. Pasalnya, pernikahan yang awalnya penuh harapan dan kebahagiaan harus berakhir dengan perpisahan.

Bahkan cukup banyak pasangan yang bercerai setelah terlibat konflik berkepanjangan hingga sulit menjalin komunikasi positif pasca perpisahan. 

Biasanya, masalah ekonomi memang bisa turut andil jadi penyebab. Hanya saja perceraian bukanlah keputusan yang diambil berdasar satu faktor tunggal.

Bahkan banyak hal kompleks yang bisa memicu pasangan untuk memutuskan bercerai meski sudah memiliki anak dari hasil pernikahan mereka. 

Selain faktor ekonomi, berikut lima alasan yang sering menjadi pemicu utama perceraian. 

1. Ketidakcocokan dalam nilai dan tujuan hidup

Meski terdengar klise, tapi alasan ketidakcocokan memang sering menjadi penyebab utama perceraian. Terlebih jika pasangan memiliki perbedaan mendasar dalam nilai, keyakinan, dan tujuan hidup, bisa dipastikan ketidakcocokan akan semakin memperkeruh hubungan. 

Perbedaan ini dapat mencakup agama, kecenderungan politik, atau pandangan tentang karier dan keluarga. Ketidaksepahaman dalam hal-hal penting semacam ini dapat memunculkan konflik yang berkepanjangan hingga berujung pada keinginan bercerai. 

2. Komunikasi yang buruk

Tidak ada hubungan yang akan berjalan mulus saat kualitas komunikasi di antara pasangan memburuk. Kurangnya komunikasi yang efektif dapat menyebabkan ketidakpahaman, kesalahpahaman, dan konflik yang sebenarnya bisa diatasi tapi malah jadi rumit. 

Saat pasangan tidak mampu mengungkapkan perasaan, kebutuhan, dan harapan dengan jelas lewat komunikasi dua arah, pelan tapi pasti hubungan akan memburuk.

Pernikahan seolah selalu diwarnai konflik dan ketidaknyamanan hubungan hingga perasaan cinta pun mulai terkikis dan bercerai dianggap sebagai solusi terbaik. 

3. Perselingkuhan dan kekerasan dalam rumah tangga

Perselingkuhan sudah pasti akan merusak kepercayaan yang telah dibangun dalam sebuah hubungan akibat pengkhianatan, tak terkecuali pernikahan.

Meski beberapa pasangan memilih rujuk setelah menyadari kesalahannya, tapi cukup banyak juga yang sulit menerima perlakuan tersebut. 

Selain itu, isu kekerasan dalam rumah tangga juga sering kali berujung pada perceraian. Pihak yang disakiti merasa tidak mampu lagi bertahan dalam rumah tangga yang penuh kekerasan. Tidak heran jika banyak kasus kekerasan dalam rumah tangga jadi pemicu banyak kasus perceraian. 

4. Kurangnya dukungan emosional

Cukup sulit bagi sebuah pernikahan untuk bertahan saat tidak ada dukungan emosional dari pasangan. Terlebih saat ada perubahan dalam peran dan tanggung jawab, seperti memiliki anak, yang dapat mengubah dinamika kehidupan rumah tangga. 

Ketidakseimbangan dalam pembagian tugas dan tanggung jawab baru dapat menimbulkan stres hingga memicu konflik yang berkepanjangan.

Ujungnya, ada pihak yang merasa tidak lagi didukung secara emosional atau diabaikan dalam hubungan. Dampaknya, keintiman akan terkikis dan kondisi ini menjadi faktor pemicu perceraian.

5. Konflik berulang

Konflik yang terus-menerus hadir dan tidak teratasi dapat membebani kehidupan pernikahan. Saat tidak mampu menyelesaikan masalah dengan cara yang sehat dan konstruktif, perasaan frustrasi dan putus asa di antara pasangan bisa meningkat.

Seolah tidak bisa menemukan solusi terbaik demi tetap bersama, konflik yang berulang semakin membuat hubungan menjadi retak. Akhirnya, keputusan untuk bercerai pun diambil, terlepas dari perasaan sayang yang sebenarnya masih ada. 

Dalam banyak kasus, perceraian tidak hanya disebabkan oleh satu faktor tunggal dan merupakan hasil dari kombinasi dari beberapa alasan di atas.

Oleh karena itu, penting bagi pasangan untuk selalu berusaha menjaga komunikasi dan mencari solusi bersama. Bahkan mencari bantuan profesional jika diperlukan bisa jadi pertimbangan guna mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam pernikahan.

šŸ€e. kusuma. nšŸ€