Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Budi Prathama
Ilustrasi Post Power Syndrome. (Pixabay/StockSnap)

Mungkin bagi sebagian orang masih asing dengan istilah post power syndrome. Melansir pada alodokter.com, post power syndrome adalah kondisi ketika seseorang masih membayangkan pencapaiannya pada masa lalu dan membandingkannya dengan masa kini. Hal ini bisa saja menurunkan rasa percaya diri dan menimbulkan depresi. 

Post power syndrome juga bisa dimaknai kondisi kejiwaan seseorang saat kehilangan jabatan atau kekuasaan yang sebelumnya dia miliki. Biasanya post power syndrome ini dialami oleh orang yang pensiunan atau orang yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Tapi kondisi ini juga perlu dibahas di dalam organisasi karena gejalanya bisa muncul pada alumni, demisioner, mantan ketua umum maupun ketua bidang dari organisasi atau komunitas. 

Tentu setiap orang akan menghadapi masa demisioner/pensiunan dengan cara yang berbeda-beda. Ada orang yang merasa senang karena merasa sudah bebas dan lepas dari tanggung jawab. Hingga kemudian membuatnya akan mencari wadah baru untuk (sekurang-kurangnya) beraktivitas. 

Namun, ada pula yang merasa kebingungan dan merasa gelisah karena beranggapan bahwa masa pensiunan adalah masa yang menakutkan dan penuh ketidakjelasan. 

Melansir pada akun Instagram @pemimpin.idonesia, berikut gejala-gejala yang menjadi tanda seseorang mengalami post power syndrome, yakni: 

  1. Kurang bergairah menjalani kehidupan setelan pensiun
  2. Gampang tersinggung. 
  3. Menarik diri dari pergaulan. 
  4. Tidak suka mendengarkan pendapat orang lain. 
  5. Mengkritik atau mencela pendapat orang lain. 
  6. Suka membicarakan dan membanggakan kehebatan dan pencapaiannya di masa lalu. 

Nah, untuk mengatasi post power syndrome, berikut cara yang bisa dilakukan sebagaimana dilansir dari Instagram @pemimpin.indonesia. 

1. Menerima perubahan

Harus bisa menghadapi dan menerima kenyataan bahwa posisi atau kekuasaan bisa berubah dan memilih untuk berkembang dari situasi tersebut. 

2. Temukan identitas baru

Karena sudah berbeda dengan kesuksesan yang sebelumnya, maka penting untuk fokus pada pencarian identitas yang lebih dalam daripada sekedar posisi atau kekuasaan di masa lalu. 

3. Bangun dukungan sosial

Jaringan sosial yang solid dapat menjadi penopang dukungan emosional dan moral selama masa transisi ini. Maka dari itu, penting untuk membangun dukungan sosial yang baik untuk mencari dunia baru.

4. Jaga Kesehatan mental

Jangan ragu untuk mencari bantuan dari orang yang profesional jika perasaan merasa kehilangan atau terjadi kecemasan yang berkepanjangan terus berlanjut. 

Nah, itulah maksud dari post power syndrome dan gejala-gejalanya, serta cara untuk menghindarinya. 

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Budi Prathama