Novel ini memperkenalkan pembaca global pada mitos dan tradisi Korea seperti legenda Shim Cheong dan konsep dunia arwah dalam kepercayaan Timur, menjadikannya juga sebagai bahan edukatif budaya.
Berlatarkan mitologi Korea, novel The Girl Who Fell Beneath the Sea karya Axie Oh ini bisa dibilang merupakan retelling dari legenda rakyat Korea yang berjudul The Tale Of Shim Cheong. Namun, dieksekusi oleh penulis menjadi kisah yang unik dan sedikit berbeda.
Identitas Buku
- Judul: The Girl Who Fell Beneath the Sea
- Penulis: Axie Oh
- Penerbit: PT Elex Media Komputindo
- Tahun Terbit: 2023
- Penerjemah: Airien Kusumawardani
- Genre: Fantasi Remaja
- Tebal: 296 halaman
The Girl Who Fell Beneath the Sea adalah novel fantasi remaja karya Axie Oh yang memadukan mitologi Korea dengan narasi puitis, menyayat, dan penuh pesan moral. Diterbitkan versi bahasa Inggrisnya pada 2022, novel ini langsung menarik perhatian pembaca global karena premisnya yang kuat dan gaya penulisan yang kaya imajinasi. Dengan latar mitologis dan nuansa budaya Timur yang kental, buku ini memberikan warna baru dalam genre fantasi remaja internasional.
Premis yang Sarat Makna: Cinta, Pengorbanan, dan Dilema Takdir
Kisah berpusat pada Mina, seorang gadis muda yang tinggal di sebuah desa yang terus-menerus dilanda badai dan kesengsaraan. Dalam kepercayaan masyarakatnya, bencana tersebut adalah kutukan dari Dewa Laut yang murka. Untuk meredakan murka tersebut, setiap tahun satu gadis tercantik dari desa dikorbankan sebagai "pengantin" sang dewa.
Ketika Shim Cheong, gadis yang diduga “pengantin sejati”, hendak dikorbankan, Mina justru melompat ke laut menggantikan dirinya demi menyelamatkan kakak laki-lakinya dan Cheong. Tindakan pengorbanan ini membawa Mina ke Alam Roh — dunia bawah laut yang memesona sekaligus penuh teka-teki. Namun, kejutan besar menantinya: sang Dewa Laut ternyata tertidur, dan nasib dunia tergantung pada apakah ia bisa bangun atau tidak.
Worldbuilding: Kuat Visual, Lemah Struktur
Sebagai novel fantasi, worldbuilding adalah salah satu aspek penting. Axie Oh berhasil membangun dunia bawah laut yang indah secara visual — dengan istana berkilauan, arwah penasaran, dan makhluk mitologi yang memikat. Namun, dari sisi struktur politik dan hubungan antartokoh di dunia tersebut, banyak yang terasa menggantung. Tidak ada penjelasan memadai tentang siapa yang berkuasa ketika Dewa Laut tertidur, bagaimana hubungan antar makhluk roh, dan apa motivasi mereka.
Hal ini menjadi salah satu kelemahan yang sering disoroti pembaca. Mina, sebagai tokoh utama, hanya bergerak mengikuti alur tanpa benar-benar menyelami kompleksitas dunia tempat ia berada — sebuah potensi besar yang kurang digali dalam narasi.
Penokohan: Karismatik tapi Kurang Mendalam
Dalam petualangannya, Mina ditemani oleh Shin, Kirin, dan Namgi— tiga penjaga Dewa Laut yang memiliki misi dan masa lalu masing-masing. Interaksi mereka dinamis, tapi sayangnya, hubungan cinta antara Mina dan Shin terasa terburu-buru dan kurang memiliki pondasi emosi yang kuat. Meskipun dikaitkan dengan "benang merah takdir", tak ada momen kuat yang membuktikan perkembangan perasaan mereka. Ini membuat dinamika cinta mereka terasa seperti keharusan naratif, bukan perkembangan yang alami.
Namun dari sisi lain, penggambaran Mina sebagai sosok yang berani, penuh pengorbanan, dan kuat secara emosional menjadi kekuatan utama cerita ini. Ia bukan hanya gadis remaja biasa, ia simbol dari cinta keluarga, keberanian melawan takdir, dan suara kebaikan di tengah keputusasaan.
Pesan Moral dan Daya Tarik Budaya
Di balik unsur fantasi dan romansa, The Girl Who Fell Beneath the Sea menyisipkan banyak pesan moral. Tentang pengorbanan, tentang pentingnya tidak menyerah pada harapan, serta tentang bagaimana cinta sejati adalah sesuatu yang tumbuh dari keberanian dan empati, bukan sekadar takdir.
Selain itu, The Girl Who Fell Beneath the Sea adalah novel yang layak dibaca bagi pecinta fantasi yang mencari kisah berbeda dari dominasi budaya Barat. Meski ada kekurangan dalam worldbuilding dan chemistry antar tokoh, kekuatan visual, pesan emosional, dan nilai budaya yang dibawa menjadikan buku ini tetap berkesan. Ia seperti dongeng masa kecil yang dikemas ulang untuk remaja— indah, menyentuh, dan mengundang perenungan tentang arti cinta dan pengorbanan.
Baca Juga
-
Ulasan Novel Mean Streak: Keberanian Memilih Jalan Hidup Sendiri
-
Ulasan Novel Yang Telah Lama Pergi: Runtuhnya Negeri Penuh Kemunafikan!
-
Ulasan Novel Algoritme Rasa: Ketika Setitik Luka Jadi Dendam Abadi
-
Ulasan Novel Bandit-Bandit Berkelas: Nasib Keadilan di Ujung Tanduk!
-
Ulasan Novel Tanah Para Bandit: Ketika Hukum Tak Lagi Memihak Kebenaran
Artikel Terkait
-
Ulasan Novel Murder Takes A Vacation: Perjalanan Wanita Tua Pemenang Lotre
-
Ulasan Novel Smash!: Perjodohan Berujung Cinta Segitiga yang Rumit
-
Kehangatan Semangkuk Sup dan Kekuatan Berbagi dalam Novel Thank You, Omu!
-
Ulasan Novel Geronimo: Menjelajah Sejarah Bersama Arkeolog Tampan!
-
Ulasan Hardboiled & Hard Luck, Dua Sisi Kehidupan dalam Satu Novel
Ulasan
-
Ulasan Novel Mean Streak: Keberanian Memilih Jalan Hidup Sendiri
-
Sakura dalam Pelukan: Hangatnya Cinta Ayah yang Jarang Diceritakan
-
Ulasan Novel Petjah: Benang Takdir yang Membuka Luka di Masa Lalu
-
Sukses Lancar Rezeki: Nama Penuh Doa, Lirik Humor dan Musik yang Mendobrak!
-
Review Film Baaghi 4: Thriller Psikologis yang Jadi Komedi Tanpa Sengaja!
Terkini
-
Fenomena Maskot dalam Futsal: Sarana Pengekspresian Diri bagi Anak Muda
-
Daniel Craig akan Terus Main di Seri Knives Out, Asal Syarat Ini Dipenuhi
-
Belajar dari Cinta Kuya: 5 Cara Atasi Anxiety Attack Saat Dunia Terasa Runtuh
-
Ronde Keempat Babak Kualifikasi Piala Dunia 2026 dan Isyarat Kecurangan Tim Tuan Rumah
-
8+4+5 Program Ekonomi 2025: Strategi Baru Pemerintah Pulihkan Perekonomian