Tak bisa dipungkiri, kini arus penyebaran informasi berlangsung begitu cepat. Beragam berita seolah berlomba untuk sampai ke telinga masyarakat. Namun, di antara berita-berita tersebut, terselip berita palsu yang berpotensi menyesatkan publik.
Selain berita hoaks, fenomena post-truth juga menjadi ancaman serius di era ini. Fenomena ini berpotensi mengaburkan sekat antara fakta dan opini, menjadikan suatu kebenaran bersifat relatif. Namun, apa itu post-truth sebenarnya? Baca terus sampai akhir untuk dapat jawabannya!
Apa itu post-truth?
Pada tahun 2016, Oxford Dictionary menobatkan kata 'post-truth' sebagai Word of the Year. Kata 'post-truth' dipilih karena dianggap paling mencerminkan kondisi sosial, politik, dan budaya pada tahun 2016. Istilah ini mulai mencuat pada masa pemilihan presiden Amerika Serikat dan referendum Uni Eropa. Pada momen-momen itu, penggunaan kata 'post-truth' melonjak hingga 2.000%.
Post-truth mengacu pada suatu kondisi di mana opini publik tidak lagi berakar dari fakta, melainkan bersumber dari keyakinan pribadi. Saat fakta kian memudar, masyarakat cenderung terbujuk narasi yang sejalan dengan pandangan mereka.
Korelasi antara post-truth dengan berita hoaks
Opini pribadi yang lebih mendominasi dibandingkan fakta menjadi ladang subur merebaknya berita hoaks. Para penyebar hoaks, dengan sifatnya yang licik, memanipulasi emosi dan keyakinan masyarakat guna menciptakan efek post-truth. Dengan begitu, post-truth dan berita hoaks seolah menjadi paket lengkap yang merugikan kita sebagai masyarakat.
Dikutip laman resmi Kemenkominfo, pada triwulan pertama tahun 2023, terhitung ada 425 berita hoaks yang beredar di berbagai platform digital. Jumlah ini tentu tidak sedikit, menandakan banyak masyarakat yang telah terpapar berita hoaks. Apakah kamu salah satunya?
Ancaman post-truth di era digital
Post-truth membuat kita sulit membedakan antara berita asli dan palsu, karena kebenaran dikalahkan oleh emosi dan keyakinan pribadi. Hal ini yang menjadikan berita yang sebenarnya tidak benar bisa terasa meyakinkan. Tak heran, banyak oknum licik yang memanfaatkan situasi ini hanya untuk kepentingan pribadi mereka. Jika dibiarkan begitu saja, bisa-bisa masyarakat jadi terpecah belah.
Tips terhindar dari post-truth
Agar terhindar dari fenomena post-truth, pastikan kamu mengecek kebenaran suatu informasi secara objektif. Tidak semua yang kita dengar adalah fakta, bisa jadi itu adalah dusta yang membawa bencana jika dipercaya. Tak hanya itu, alih-alih mengambil kesimpulan hanya dari membaca judul, cobalah untuk memahami keseluruhan berita agar tidak terjadi salah paham.
Ketika fakta dikendalikan rasa, kebenaran menjadi bersifat relatif. Meski begitu, kita masih memiliki kendali untuk menghindari dampak buruk post-truth. Yuk, saring sebelum sharing!
Artikel Terkait
-
4 Tips Berselancar di Media Sosial Aman dan Nyaman
-
Penyiar Berita TV di Jepang Dipecat usai Kritik Bau Badan Pria di Media Sosial
-
CEK FAKTA: Hoaks Video Petugas Upacara 17 Agustus di IKN Berlumur Lumpur
-
Merasa Difitnah, Azizah Salsha laporkan Akun Penyebar Hoaks ke Bareskrim Polri
-
[HOAKS] BRI Bagi-bagi Hadiah BRImo FSTVL 17 Agustus
Lifestyle
-
6 OOTD Colorful ala Abel Cantika, Inspirasi Tampil Stylish Anti-Boring
-
5 Rekomendasi Body Scrub Lokal untuk Cerahkan Kulit, Mulai 11 Ribuan!
-
Oppo Kenalkan Smartphone Terbaru Kelas Menengah Lewat Reno 14 Pro, Desain Kamera Mirip iPhone
-
Tecno Pova Curve 5G Meluncur, Hadirkan Layar Melengkung Elegan dan Bodi Ramping
-
MateBook Fold Resmi Dirilis, Laptop Layar Lipat Pertama Huawei Usung HarmonyOS Pengganti Windows
Terkini
-
Ulasan Nocturnal, Film Korea Super Mencekam yang Bikin Penasaran
-
5 Rekomendasi Drama China yang Dibintangi Xing Ze, Ada Love You Seven Times
-
Jadi Dokter Forensik, 4 Fakta Peran Park Ju Hyun di Drama Korea Hunter with a Scalpel
-
Resmi Rilis Trailer, Knives Out 3 Umumkan Jadwal Tayang dengan Misteri Baru
-
Nasib Buku Fisik di Tengah Gempuran Buku Digital: Punah atau Berevolusi?