Istilah ‘Selain Donatur Dilarang Ngatur’ baru-baru ini cukup ramai diperbincangkan di media sosial. Dalam hubungan romansa, kalimat ini merujuk pada seseorang yang hanya mau 'diatur' oleh pasangan yang sudah membiayai hidupnya. Hal ini kemudian menimbulkan perdebatan di mana beberapa beranggapan bahwa istilah ini justru memberi gambaran rendah pada perempuan yang dapat dibeli dengan uang hingga menampakkan hubungan yang terlalu transaksional.
Dalam masyarakat yang semakin berkembang, narasi mengenai pria dan kekayaan sebagai faktor utama dalam hubungan romantis terus menjadi perbincangan hangat. Sering kali, kita mendengar pernyataan bahwa pria harus kaya untuk dicintai, seolah-olah kondisi finansial adalah syarat utama bagi pria agar dapat menjalin hubungan yang harmonis. Namun benarkah demikian? Ataukah ini hanya konstruksi sosial yang perlu dikaji ulang?
Sebuah reels memberikan tanggapan dari narasi tersebut dan menjadi ramai diperbincangkan di Instagram.
Dikutip dari akun Instagram @ac*** (16/3/2025), diungkapkan bahwa "kalau hak mengatur hanya diberikan berdasarkan kontribusi finansial, maka aspek emosional, komunikasi, kerjasama yang merupakan pilar sebuah hubungan menurut gue berpotensi diabaikan. ... Hubungan yang terlalu transaksional cenderung rapuh."
Banyak warganet yang setuju dengan pendapat tersebut karena menganggap hubungan transaksional merupakan hubungan yang tidak tulus.
Definisi Hubungan Transaksional
Dikutip dari Lifebulb (9/9/2024) hubungan transaksional adalah hubungan yang didasarkan pada prinsip memberi dan menerima dengan ekspektasi yang jelas, di mana setiap pihak memberikan sesuatu dengan harapan menerima sesuatu sebagai imbalan. Adapun harapan menerima kembali tersebut biasanya sudah menjadi kesepakatan atau telah ditentukan sejak awal.
Dengan adanya prinsip memberi dan menerima ini maka kedua belah pihak dalam suatu hubungan akan saling diuntungkan. Misalnya dalam hubungan rumah tangga yang menggunakan prinsip transaksional, maka seluruh beban pernikahan akan dibagi berdua sama rata sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
Hubungan Transaksional Menjadi Tidak Sehat
Tidak dapat dimungkri bahwa faktor ekonomi memiliki peran dalam hubungan romantis. Adanya keamanan finansial memungkinkan pasangan untuk menghindari konflik yang berkaitan dengan masalah ekonomi, yang sering kali menjadi salah satu penyebab utama perpisahan. Namun, ini tidak berarti bahwa kekayaan adalah satu-satunya hal yang membuat pria layak dicintai.
Dilansir dari Lifebulb (9/9/2024), hubungan transaksional bisa menjadi buruk atau tidak sehat jika:
1. Tidak adanya dukungan terhadap kedekatan emosional dan masa hubungan
2. Tidak seimbang artinya seseorang memberi lebih banyak daripada menerima
3. Adanya unsur pemaksaan, pengendalian, dan manipulasi
Oleh karena itu, hubungan transaksional tidak selamanya penting, melainkan perlu adanya dukungan emposional satu sama lain sebagai pilar dalam membangun hubungan yang lebih sehat. Adapun kelekatan antara kekayaan dan pria ini terjadi sedikit banyak karena adanya budaya patriarki. Dalam budaya patriarki, pria sering kali diharapkan menjadi pencari nafkah utama. Stereotip ini menciptakan tekanan sosial yang mendorong anggapan bahwa pria harus kaya agar layak dalam hubungan.
Di sisi lain, generasi muda kini mulai menggeser pola pikir ini. Banyak pasangan yang memilih untuk berbagi tanggung jawab finansial secara lebih adil, tanpa harus membebankan satu pihak sebagai penyedia utama. Hal ini menunjukkan bahwa cinta tidak seharusnya diukur dari ketebalan dompet, melainkan dari kualitas hubungan yang dibangun bersama.
Cinta sejati tidak melulu berlandaskan aspek material. Nilai-nilai seperti kesetiaan, rasa hormat, komunikasi yang baik, dan kompatibilitas emosional memiliki peran yang lebih besar dalam menjaga keberlangsungan sebuah hubungan.
Selain itu, dalam hubungan yang sehat, faktor dukungan emosional dan kerja sama lebih penting dibandingkan sekadar kestabilan finansial. Pasangan yang saling mendukung dalam meraih tujuan bersama akan lebih mungkin bertahan dibandingkan hubungan yang hanya bertumpu pada kekayaan salah satu pihak.
Mengaitkan cinta dengan kekayaan semata aadalah pandangan yang sempit dan tidak selalu relevan dalam semua konteks hubungan. Pria tidak harus kaya untuk dicintai, namun kestabilan finansial tetap menjadi faktor yang dapat berkontribusi pada keharmonisan hubungan. Bagian penting dalam membangun hubungan adalah dengan mendasarkan pada kepercayaan, komunikasi, dan kerja sama.
Baca Juga
-
Membaca Drama 'Genie, Make a Wish' Lewat Lensa Pengasuhan Kolektif
-
Mind Hack Mahasiswa: Cara Otak Mengubah Stres Jadi Tenaga Positif
-
Tubuh Tak Pernah Lupa: Bagaimana Trauma Tinggalkan Luka Biologis
-
Generasi Z dan Karier Tanpa Tali: Kenapa Job-Hopping Jadi Strategi?
-
Bukan Sekadar Omon-Omon: Kiprah Menkeu Purbaya di Ekonomi Indonesia
Artikel Terkait
-
Kisah Heroik Sugianto, WNI yang Jadi 'Pahlawan' dalam Tragedi Kebakaran Korea Selatan
-
Ngaku Satu Grup Arisan dengan Lisa Mariana, Netizen Ini Ungkap Fakta Mengejutkan Begini
-
Viral Video Nenek dan Cucunya Selamat dari Maut usai 15 Jam Terjebak di Reruntuhan Gempa Myanmar
-
Viral! Istri Polisi Joget di Zebra Cross, Suami Kena Skors
-
Didit Sowan ke Megawati, Ahmad Basarah Bocorkan Hubungan Rahasia Keluarga Prabowo-Mega
Lifestyle
-
4 Toner Tanpa Alkohol dan Pewangi untuk Kulit Mudah Iritasi, Gak Bikin Perih!
-
Effortlessly Feminine! 4 Padu Padan OOTD ala Mina TWICE yang Bisa Kamu Tiru
-
4 Daily Look Cozy Chic ala Jang Ki Yong, Bikin OOTD Jadi Lebih Stylish!
-
4 Sunscreen Oil Control Harga Murah Rp50 Ribuan, Bikin Wajah Matte Seharian
-
Gaya Macho ala Bae Nara: Sontek 4 Ide Clean OOTD yang Simpel Ini!
Terkini
-
Makjleb! 3 Amanat Satir dalam Film Kang Solah from Kang Mak x Nenek Gayung
-
Indra Sjafri, PSSI, dan Misi Selamatkan Muka Indonesia di Kancah Dunia
-
Sea Games 2025: Menanti Kembali Tuah Indra Sjafri di Kompetisi Level ASEAN
-
Gawai, AI, dan Jerat Adiksi Digital yang Mengancam Generasi Indonesia
-
Married to the Idea: Relevankah Pernikahan untuk Generasi Sekarang?