M. Reza Sulaiman
Ilustrasi penipuan online (Pexels.com/anete-lusina)

Di era digital ini, ada satu "profesi" baru yang makin hari makin canggih dan meresahkan: jadi penipu online alias scammer. Jangan bayangin mereka ini cuma amatiran yang modal nekat.

Menurut Ketua Global Anti Scam Alliance (GASA), Reski Damayanti, mereka sekarang sudah beroperasi kayak perusahaan, punya tim, teknologi, sampai pakai trik psikologi buat menjerat korban.

Hasilnya? Nggak main-main. Di Indonesia saja, kerugian akibat penipuan online dari November 2024 sampai Agustus 2025 sudah tembus Rp4,6 triliun! Dan survei FICO menemukan fakta nyesek: 1 dari 4 orang Indonesia pernah kehilangan duit gara-gara scam.

Biar kamu nggak jadi statistik berikutnya, yuk kenali lima modus "jebakan batman" paling umum yang sering banget bikin anak muda boncos!

Jebakan #1: Love Scam (Modus Bucin Berujung Minta Duit)

Ini adalah modus paling klasik tapi paling sering berhasil. Ceritanya selalu sama: kenalan di aplikasi kencan atau media sosial, fotonya ganteng/cantik (biasanya foto curian), chatting-nya manis banget sampai bikin kamu baper level dewa.

Setelah kamu mulai percaya, muncullah drama. Entah itu alasan "butuh uang buat berobat", "ketipu bisnis", atau "butuh ongkos buat nemuin kamu".

Cara menghindarinya: Kalau ada kenalan online yang belum pernah kamu temui tapi sudah berani minta transfer duit, sekecil apa pun, itu 100% RED FLAG! Langsung blokir, jangan pakai hati.

Jebakan #2: Penipuan Belanja Online (Barang Branded Harga Miring)

Siapa sih yang nggak tergoda lihat iPhone terbaru atau tas Gucci dijual dengan harga separuh di marketplace? Inilah umpan paling empuk buat para scammer.

Mereka akan membuat toko palsu dengan testimoni bodong. Setelah kamu transfer, barangnya nggak akan pernah datang, atau yang dikirim cuma sabun colek.

Modus terbarunya lebih bahaya: kamu disuruh unduh file APK dengan dalih "resi pengiriman" atau "katalog produk". Begitu kamu klik, data pribadi dan M-banking-mu bisa langsung ludes disedot.

Cara menghindarinya: Selalu cek reputasi toko, jangan pernah tergiur harga yang terlalu murah untuk jadi kenyataan, dan JANGAN PERNAH mengunduh file APK dari sumber yang tidak dikenal.

Jebakan #3: Telepon 'Abang-abangan' (Ngaku dari Bank/Pemerintah)

Tiba-tiba ada yang menelepon, ngakunya dari bank, kantor pajak, atau bahkan polisi. Nadanya meyakinkan, kadang sedikit menakut-nakuti. Ujung-ujungnya, mereka pasti akan minta data sensitif seperti nomor kartu ATM, CVV, kode OTP, atau PIN. Begitu kamu kasih, dalam hitungan detik rekeningmu dijamin jebol.

Cara menghindarinya: Ingat baik-baik: pihak bank atau lembaga resmi TIDAK AKAN PERNAH meminta kode OTP atau PIN-mu lewat telepon. Kalau ada yang minta, langsung tutup teleponnya dan lapor ke pihak berwenang.

Jebakan #4: Investasi Bodong (Cuan Instan Tanpa Kerja)

"Modal 1 juta, seminggu jadi 10 juta!" Siapa yang nggak ngiler? Inilah janji manis para penipu investasi bodong. Mereka menawarkan keuntungan yang nggak masuk akal dalam waktu super singkat.

Awalnya mungkin kamu beneran dikasih untung kecil buat mancing. Tapi begitu kamu naruh modal lebih besar, duitmu bakal hilang tanpa jejak.

Cara menghindarinya: Selalu cek legalitas perusahaan investasi di situs resmi OJK. Ingat prinsip dasar investasi: high return, high risk. Kalau ada yang nawarin untung gede tanpa risiko, itu sudah pasti penipuan.

Jebakan #5: Scam APK Palsu (Undangan Nikah Digital, Surat Tilang, dll)

Ini adalah modus yang paling meresahkan saat ini. Scammer akan mengirimkan link atau file APK melalui WhatsApp dengan berbagai kedok: undangan pernikahan digital, surat tilang elektronik, resi paket, bahkan tagihan BPJS.

Begitu kamu klik dan install, aplikasi jahat itu akan berjalan di latar belakang, mencuri semua data pribadimu.

Cara menghindarinya: Jangan pernah klik link atau unduh file dari nomor yang tidak dikenal. Kalaupun dari nomor yang dikenal, pastikan dulu kebenarannya. Aplikasi resmi hanya diunduh dari Google Play Store atau App Store.

Kalau Sudah Terlanjur Jadi Korban, Gimana?

"Sudah pasti, setiap ada scam yang penting adalah lapor. Karena kita perlu data untuk belajar pattern-nya seperti apa. Enggak usah malu untuk lapor," tegas Reski Damayanti dari GASA, dalam podcast Executive Talks bersama Suara.com, dikutip Kamis (11/9/2025).

Jadi, jangan cuma diam dan meratapi nasib. Laporkan ke pihak berwajib dan platform terkait. Karena di era digital ini, jadi pengguna yang cerdas dan skeptis itu adalah kunci utama buat selamat.

Penulis: Flovian Aiko