Scroll untuk membaca artikel
Siswanto | Siswanto
Bakar kemenyan atau bakar dupa (suara.com/Marzuki)

Di berbagai daerah di Provinsi Jawa Tengah, sampai saat ini masih memelihara tradisi membakar kemenyan. Bakar kemenyan biasanya dilakukan pada momen-momen sakral.

Momen sakral tersebut, misalnya acara selamatan pernikahan, kondangan syukuran kelahiran anak, khitanan anak, atau ketika ada kematian. Sebenarnya masih banyak momen sakral yang menggunakan bakar kemenyan, tapi saya tidak ingat.

Orang yang membakar kemenyan dan menyampaikan semacam doa-doa tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Biasanya, dilakukan oleh tetua kampung.

Sebelum dibakar, kemenyan diletakkan di atas tempat tertentu, misalnya genteng yang diletakkan di tanah. Lalu, tetua kampung yang membakarnya. Setelah itu, beliau melanjutkan dengan pengucapan kalimat-kalimat semacam doa.

Asap kemenyan yang dibakar terbang kemana-mana. Aromannya harum yang khas.  Pada waktu proses pembakaran kemenyan, kita boleh-boleh saja bila ingin menontonnya. Tetua kampung tidak pernah melarang.

Dupa dibiarkan tetap menyala, setelah proses pengucapan doa-doa selesai. Nanti, seiring dengan habisnya kemenyan yang terbakar, akan mati sendiri.

Banyak orang yang memperdebatkan tradisi tersebut. Ada yang menganggapnya musryik dan lain sebagainya. Tetapi, hal itu tidak pernah mengganggu, soalnya semua pihak punya perspektif. Tradisi bakar kemenyan sampai sekarang tetap  ada dan dijaga. 

Dikirim oleh Marzuki, Sukoharjo

Anda memiliki berita atau foto menarik? Silakan kirim ke email: yoursay@suara.com

Array