Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | Rahmad Budiarto Sc
(Shutterstock)

Di era globalisasi seperti saat ini, perdagangan internasional sudah tidak asing dilakukan oleh negara-negara di seluruh dunia.  Dalam perdagangan internasional diperlukan devisa sebagai alat pembayaran. Devisa merupakan semua alat pembayaran yang diterima di luar negeri yang terdiri valuta asing yang diakui semua negara lain di dunia (USD, GBP, JPY, EUR), emas, wesel asing, dan tagihan/piutang luar negeri.

Secara umum, fungsi devisa adalah sebagai:

  1. alat tukar internasional;
  2. alat pembayaran barang dan jasa impor;
  3. alat pembayaran cicilan utang luar negeri;
  4. alat stabilisasi mata uang suatu negara;
  5. alat pembiayaan hubungan luar negeri;
  6. dan sumber pendapatan negara untuk membiayai pembangunan.

Dengan mengetahui fungsi dan manfaat dari devisa, negara-negara di dunia cenderung menginginkan devisa negara mereka terus meningkat tak terkecuali negara kita Indonesia. Untuk meningkatkan devisa, kita perlu mengetahui devisa dapat dihasilkan dari kegiatan apa saja. Sumber-sumber penghasil devisa didapat dari kegiatan ekspor, pinjaman luar negeri, hibah dan hadiah dari luar negeri, dan bunga atau pendapatan investasi di luar negeri.

Semakin tinggi devisa yang suatu negara terima, maka cadangan devisa negara tersebut akan meningkat. Cadangan devisa merupakan seluruh aktiva luar negeri yang dikuasai oleh otoritas moneter (Bank Indonesia) dan dapat digunakan setiap waktu. Cadangan devisa dapat digunakan untuk membiayai ketidakseimbangan neraca pembayaran atau dalam rangka menjaga stabilitas moneter dengan melakukan intervensi di pasar valas. Selain itu, peran cadangan devisa juga bisa menjaga kestabilan nilai tukar mata uang.

Salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk meningkatkan cadangan devisa adalah dengan menggenjot ekspor. Namun, untuk meningkatkan ekspor tidaklah mudah. Banyak faktor yang menyebabkan ekspor Indonesia melemah baik dari domestik maupun global.

Dari sisi domestik, ketergantungan pada jenis produk ekspor tertentu, diversifikasi produk yang relatif rendah, industri hilir yang masih belum berkembang merupakan tantangan bagi Pemerintah dan dunia usaha, terutama industri dalam negeri. Dari sisi global, pertumbuhan ekonomi dunia yang stagnan (rendah), ancaman perang dagang, dan ketidakstabilan politik kawasan juga memperlemah kinerja ekspor nasional kita.

Pada umumnya, ekspor sering dikaitkan dengan menjual atau mengirim  barang dari dalam negeri ke luar negeri. Mungkin hal ini didasari oleh definisi ekspor dalam UU perdagangan dan UU kepabeanan yang mendefinisikan ekspor sebagai kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean. Namun ternyata ekspor tidak selalu tentang barang. definisi ekspor dalam Pasal 1 angka 4 UU LPEI adalah kegiatan mengeluarkan barang dari wilayah daerah pabean Indonesia dan/atau jasa dari wilayah Negara Republik Indonesia.

Nah dari definisi tersebut, akan muncul pertanyaan, ‘bagaimana cara mengeluarkan jasa dari wilayah Indonesia?’. Merujuk Pasal 1 ayat 2 GATS yang dikeluarkan oleh World Trade Organization (WTO), di mana dalam ketentuan tersebut dijelaskan bahwa cara menyuplai jasa dibagi menjadi 4 mode of supply tergantung pada keberadaan teritorial pemasok dan konsumen pada saat transaksi, yaitu (contoh yang diberikan dalam perspektif negara yang melakukan ekspor):

  1. Mode 1 (cross-border) di mana jasa disuplai dari satu wilayah negara ke wilayah negara yang lain contohnya arsitek dari Indonesia mengirimkan hasil desainnya melalui surat elektronik ke konsumennya di luar negeri;
  2. Mode 2 (consumption-abroad) yaitu jasa disuplai dalam suatu wilayah negara untuk dikonsumsi konsumen dari luar negeri contohnya wisatawan asing yang berwisata ke Indonesia;
  3. Mode 3 (commercial-presence) yaitu jasa disuplai melalui kehadiran badan usaha suatu negara dalam wilayah negara lain seperti perbankan Indonesia yang beroperasi di negara lain; dan
  4. Mode 4 (movement of natural persons) yaitu keberadaan natural person oleh pemasok jasa dari salah satu negara anggota di wilayah negara anggota lainnya seperti sarjana teknik Indonesia yang bekerja di Timur Tengah.

Dalam ketentuan GATS juga disebutkan bahwa perdagangan internasional sektor jasa diklasifikasikan menjadi 12 (dua belas) sektor yaitu jasa bisnis termasuk jasa profesional dan komputer; jasa komunikasi; jasa konstruksi dan jasa teknik terkait; jasa distribusi; jasa pendidikan; jasa lingkungan hidup; jasa keuangan; jasa terkait kesehatan dan sosial; jasa pariwisata dan perjalanan; jasa rekreasi, budaya dan olahraga; jasa perhubungan; dan jasa lainnya.

Melihat dari daftar ekspor jasa tersebut, sektor pariwisata dapat dimanfaatkan bagi negara seperti Indonesia untuk meningkatkan devisanya. Indonesia merupakan sebuah Negara kepulauan yang memiliki kekayaan sumber daya wisata yang kaya, baik wisata alam, wisata budaya maupun wisata buatan yang membentang di seluruh wilayah kepulauan Indonesia. Di mana Indonesia merupakan Negara kepulauan terluas di dunia (17.100 lebih), laboratorium budaya terbesar di dunia (300 suku bangsa, 742 bahasa dan dialek), serta memilik 51 taman nasional yang merupakan Negara Mega Biodiversity ke-3 setelah Brazil dan Zaire dan 8 World Cultural Heritages Site. Kekayaan dan keunikan sumber daya wisata tersebut memberikan berbagai atribut penting dan strategis bagi Indonesia dalam mengembangkan potensinya.

Selain itu, daya saing pariwisata Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup berarti. Menurut Travel and Tourism Competitiveness Index dari World Economic Forum pada tahun 2008 Indonesia menduduki peringkat ke-80 dengan nilai (skor) 3.70, kemudian sempat turun di tahun 2009 menjadi peringkat ke-81 namun dengan skor yang meningkat menjadi 3.80. Dari tahun 2011 hingga tahun 2017 Indonesia terus mengalami peningkatan.

Dapat disimpulkan bahwa ekspor jasa seperti pariwisata dapat dijadikan sebagai fokus pemerintah Indonesia ke depan untuk dalam rangka peningkatan cadangan devisa negara. Selain memiliki peran penting dalam perekonomian nasional terutama melalui devisa negara yang dihasilkan dari jumlah Wisman yang berkunjung ke Indonesia.

Pariwisata juga merupakan bidang yang pembangunannya melibatkan banyak sektor dan dapat menjadi katalisator bagi pengembangan usaha-usaha kecil maupun menengah di dalam maupun di luar kawasan pariwisata sehingga dampak dari perkembangannya akan signifikan.

Di samping itu, jika dikelola dan dikembangkan dengan tepat, pengembangan destinasi pariwisata juga dapat menjadi media untuk menjaga kelangsungan budaya dan tradisi serta kelestarian lingkungan setempat. Selain itu, pariwisata telah mengalami perluasan dan diversifikasi yang berkelanjutan dan menjadi salah satu sektor ekonomi yang terbesar dan tercepat pertumbuhannya di dunia.

Oleh: Rahmad Budiarto / Mahasiswa DIV Politeknik Keuangan Negara STAN

Rahmad Budiarto Sc

Baca Juga