Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | Ahmad Surya Widyansyah
Ilustrasi lautan sampah plastik

Berdasarkan perkiraan World Economic Forum, akan ada lebih banyak plastik daripada ikan di lautan pada tahun 2050 nanti. Data Bank Dunia menunjukkan bahwa kota-kota di Indonesia, khususnya wilayah pesisir, menyumbang sekitar 3,22 juta ton berbagai macam sampah ke lautan, termasuk sampah plastik.

Dari jumlah tersebut, puing plastik dapat mencapai 0,48 –1,29 juta metrik ton per tahun. Itu berarti tiap satu keluarga di Indonesia bisa menghasilkan antara 178 sampai 480 juta sampah plastik tiap tahunnya!

Banyaknya sampah plastik di lautan negara kita harus segera diatasi. Pemerintah Indonesia telah merumuskan Rencana Aksi Nasional terkait pengelolaan dan pengurangan sampah di laut. Pengurangan sampah plastik sebesar 70 persen ditargetkan terlaksana pada tahun 2025. Semua pihak tentu perlu bekerjasama dalam strategi terintegrasi.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menetapkan lima strategi penanganan sampah laut sebagai berikut.

1. Gerakan nasional peningkatan kesadaran para pemangku kepentingan

Aksi dalam strategi pertama ini berupa gerakan peduli sampah di laut melalui pendidikan bagi Aparatur Sipil Negara, pelajar, mahasiswa dan pendidik. Kegiatan lain berupa pelatihan pemilahan dan pemanfaatan sampah plastik di beberapa daerah. juga akan diberikan kepada dunia usaha, media massa, kelompok masyarakat, dan tokoh agama atau masyarakat.

Program kolaborasi dengan dunia usaha, media massa, kelompok masyarakat, dan lembaga adat dan agama juga dilakukan ditambah pemberian penghargaan kepada pihak yang melakukan inovasi dan kepeloporan dalam pengelolaan daur ulang sampah.

2. Pengelolaan sampah yang bersumber dari darat.

Aksi dalam strategi kedua meliputi pengendalian sampah pada daerah aliran sungai, serta pengendalian sampah plastik dari sektor industri hulu dan hilir.

Pada aksi ini sudah dirumuskan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen yang saat ini sedang dalam tahap pengundangan.

3. Penanggulangan sampah di pesisir dan laut.

Aksinya berupa pengelolaan sampah plastik yang berasal dari aktivitas transportasi laut, kegiatan di kawasan wisata bahari, kelautan dan perikanan serta pesisir dan pulau-pulau kecil.

Pada aksi ini sedang dilakukan penyusunan draf peraturan pengelolaan sampah mulai dari Reception Facility sampai pada pengangkutan, support sarana dan prasarana di Labuan Bajo, Karimunjawa, dan Larantuka.

4. Mekanisme pendanaan, penguatan kelembagaan, pengawasan dan penegakan hukum

Aksinya meliputi diversifikasi skema pendanaan di luar APBN/APBD, memperkuat kelembagaan dan meningkatkan efektivitas pengawasan dan pelaksanaan penegakan hukum.

5. Penelitian dan pengembangan.

Aksi pada strategi terakhir ini adalah dengan memacu inovasi pengelolaan dan mengatasi pencemaran sampah di laut melalui riset dan pengembangan.

Sinergi dari kementerian dan organisasi lain

Kementerian Perhubungan melalui Direktur Jenderal Perhubungan Laut akan mendukung aksi tersebut dengan menginstruksikan setiap Unit Pelaksana Teknis di lingkungannya untuk menyusun strategi penanganan sampah, khususnya sampah plastik yang berasal dari aktivitas transportasi laut.

Selain itu akan diadakan pengawasan, monitoring dan evaluasi berkala ke lokasi pengelolaan dan penampungan sampah di pelabuhan.

Sementara itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan memiliki gerakan bernama Menghadap Laut. Ini adalah gerakan membersihkan laut dan sungai dari sampah di beberapa lokasi. Tahun ini merupakan kali kedua gerakan ini dilakukan dan dilaksanakan di 108 titik pantai dan 5 titik sunga.

Menghadap Laut 2.0 diselenggarakan bersama Pandu Laut Nusantara, Yayasan EcoNusa serta tak kurang dari 300 komunitas, organisasi, perusahaan swasta, BUMN, dan pemerintah daerah yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Menurut WRI Indonesia, kita perlu membangun platform terintegrasi bagi para pemangku kepentingan. Platform ini berfungsi untuk mengawasi dan memperbarui status dan data dasar limbah di daratan dan lautan.

Saat ini ancaman dan risiko limbah plastik di ekosistem laut tidak diidentifikasi dengan baik. Data terkait dengan jumlah dan lokasi sampah plastik sangat buruk.

Organisasi dan lembaga penelitian sebenarnya memiliki data yang dikelola tersendiri. Hanya saja data tersebut tidak dapat diolah secara sistematis karena kualitas data yang beragam.

Pemerintah dan perusahaan industri sering kali kesulitan untuk merumuskan kebijakan yang tepat. Jika saja lokasi dan jumlah sampah yang ada dapat diidentifikasi, penerapan pengelolaan limbah dapat ditingkatkan baik melalui pendekatan preventif maupun reaktif.

Selain itu kita perlu membangun circular economy. Konsep ini bertujuan untuk mengubah cara pandang terhadap plastik kemasan bekas pakai, tidak sebagai sampah, tetapi sebagai komoditas yang berpotensi untuk dikembangkan.

Material kemasan dapat dipertahankan nilainya serta dimaksimalkan penggunaannya. Selain meminimalisir beban lingkungan, hal ini menciptakan rantai ekonomi baru.

Sirkular ekonomi akan memiliki pengaruh positif pada lingkungan sesuai dengan tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) yang memiliki prinsip 5R yaitu pengurangan pemakaian material mentah dari alam (reduce), optimasi penggunaan material yang dapat digunakan kembali (reuse), penggunaan material hasil dari proses daur ulang (recycle), proses perolehan kembali (recovery), atau dengan melakukan perbaikan (repair).

Contohnya ialah pencampuran bahan daur ulang plastik ke dalam aspal untuk membangun jalan. Indonesia telah menerapkan hal ini untuk memperbaiki beberapa jalan umum.

Pemerintah dan Global Plastic Action Partnership telah menerapkan beberapa langkah seperti mengumpulkan data pengelolaan limbah lokal dan membangun model evaluasi solusi seperti mengurangi pengemasan berlebih. Model ini akan mengkalkulasi investasi yang dibutuhkan, batasan waktu, jejak lingkungan dan emisi gas rumah kaca serta dampaknya terhadap kehidupan masyarakat.

Terakhir, kita perlu menerapkan pengelolaan sampah plastik yang tepat di daratan, terutama yang dihasilkan oleh rumah dan kawasan industri. Penerapan target nol limbah bisa mulai diterapkan. 90 persen limbah digunakan untuk daur ulang atau pengomposan dan 10 persen sisanya dibuang ke tempat pembuangan akhir ataupun dibakar.

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman telah menerapkan kebijakan dan pendekatan untuk mengendalikan jumlah limbah di daratan, termasuk mendorong perusahaan untuk menggunakan kembali, mendaur ulang, dan mengurangi plastik.

Perubahan pada sistem dan bagaimana cara kita mengembangkan kerangka kerja bisnis berdampak besar dalam pengembangan inovasi pengelolaan limbah.

Pada dasarnya diperlukan kolaborasi dan pemahaman antara pemerintah, organisasi masyarakat sipil dan masyarakat untuk menerapkan dan membagikan data terintegrasi, model bisnis baru, kebijakan publik, serta investasi teknologi dan infrastruktur guna menciptakan solusi sistematis bagi polusi sampah plastik di lautan Indonesia.

Ahmad Surya Widyansyah