Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | muhammad jurizal
Ilustrasi konsep new normal (Shutterstock)

Baru-baru ini pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan baru yaitu pemberlakuan “New Normal”. Dilansir dari laman Kompas.com, ketua tim pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmita, mengatakan bahwa new normal adalah perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas normal namun ditambah dengan menerapkan protocol kesehatan untuk mencegah terjadinya penularan virus Covid-19, menurutnya prinsip new normal itu sendiri adalah dengan menyesuaikan pola hidup.

New normal adalah kebijakan baru yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk memperbolehkan kembali aktifitas seperti sedia kala. Dalam penerapannya, pemerintah memperbolehkan mereka yang beusia dibawah 45 tahun untuk beraktifitas di luar rumah, hal ini dikarenakan mereka yang masih dibawah 45 tahun masih memiliki sistem imunitas yan tinggi, berbeda dengan para lanjut usia yang dikhawatirkan lebih rentan terpapar virus.

Tujuan diberlakukannya new normal tersebut dikarenakan kebijakan sebelumnya yakni memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) serta imbauan pemerintah agar tetap dirumah yang menimbulkan resiko krisis ekonomi bahkan krisis politik, sehingga pemerintah berupaya mencari jalan untuk memulihkan dengan menerapkan new normal agar masyarakat dapat beraktivitas seperti semula dan diharapkan dapat memperbaiki kondisi perekonomian negara.

Jika metode PSBB terus dilanjutkan tanpa adanya inovasi baru, bukan tidak mungkin ancaman krisis politik yang berimbas dari krisis ekonomi akan terjadi. Dapat kita lihat hingga saat ini sangat banyak para pekerja yang terkena PHK akibat perekonomian yang semakin merosot, kesenjangan sosial semakin terlihat jelas sehingga dapat membuka peluang terjadinya krisis keamanan, dan apabila terjadinya krisis keamanan ini akan menimbulkan kriminalitas seperti maraknya pencurian, perampokan dan kerusuhan massal yang dapat membuka peluang terjadinya krisis politik.

Ahmad Shukri Mohd. Nain menjelaskan bahwa krisis politik merupakan suatu keadaan di mana Negara mengalami ketidakstabilan di dalamnya. Krisis politik dapat terjadi karena hilangnya kepercayaan masyarakat atau anggota partai terhadap pemimpinnya. Selain itu hal mendasar yang dapat menyebabkan krisis politik dalam suatu Negara adalah keamanan serta kestabilan ekonomi Negara tersebut.

Dari krisis ekonomi hingga krisis keamanan tadi akan berimbas kepada krisis politik. Isu-isu mengenai ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah dalam menangani kasus Covid-19 ini dapat berpotensi menjadi boomerang bagi pemerintah, yang mana isu-isu tersebut dapat dipolitisasi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk menjatuhkan pemerintah.

Maka dari itu untuk mencegah hal-hal yang demikian, maka peran saling membantu antara masyarakat dan pemerintah dalam menghadapi krisis saat ini sangat diperlukan. Jangan sampai krisis politik ini menjadi kenyataan. Apabila krisis politik ini benar-benar terjadi, maka dapat dikatakan Negara akan berada dalam kekacauan dan akan terjadi konflik internal dalam Negara.

Catatan:

Jika dilihat dari penerapan new normal yang diberlakukan pemerintah memiliki fokus tujuan untuk memperbaiki kondisi perekonomian Negara terutama di sektor UMKM agar dapat dipulihkan  kembali. Tetapi dalam hal ini saya selaku penulis mengingatkan sekaligus menyarankan pemerintah agar tidak hanya mengedepankan pemulihan ekonominya saja, tetapi juga tetap mengedepankan protokol kesehatan bagi warga masyarakat.

Akan tetapi apabila pemerintah hanya mengedepankan pada pemulihan sektor ekonomi, disarankan agar pemberlakuan “New Normal” ini cukup diberlakukan khusus pada sektor ekonomi saja. Ditakutkan apabila kebijakan new normal diberlakukan secara umum mengingat kondisi yang belum stabil dapat meningkatkan resiko penyebaran virus Covid-19.

muhammad jurizal

Baca Juga