Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | Daniel Fernando Meyer Tampubolon
SMART ASN 2024, Indonesia Emas 2045 (Sekretaris Badan PPSDM Kesehatan)

Sudah seringkali kita mendengar dari berbagai pejabat negara kita, bahwa bangsa kita akan mencapai titik Indonesia Emas pada tahun 2045. Salah satu indikator yang menentukan tercapainya Indonesia Emas 2045 adalah sumber daya manusianya, termasuk Aparatur Sipil Negara (ASN).

Urgensi ASN dalam penyelenggaraan negara mungkin sudah menjadi hal yang tidak dapat dibantahkan lagi. Hal ini dikarenakan peranan ASN akan berdampak langsung kepada masyarakat Indonesia terutama dalam penyelenggaraan pelayanan publik (Theffidy, 2018).

Tinjauan Peraturan Pembangunan Sumber Daya Manusia ASN

Untuk mampu melihat kembali bagaimana seharusnya tata laksana dalam menyiapkan Smart ASN ini harus sejalan dengan tiga peraturan-peraturan yang ada (Lingga, 2019).

Pertama, dalam UU No. 5 tahun 2014. UU ini adalah landasan utama dan fundamental dalam keterlibatan ASN dalam mewujudkan tujuan nasional untuk melaksanakan tugas pelayanan publik, tugas pemerintahan, dan tugas pembantuan tertentu.

Kedua, dalam PP No. 11 tahun 2017. PP ini adalah penjelasan lebih komprehensif dari UU 5 tahun 2014 terutama pasal 52 mengenai Manajemen PNS.

Ketiga, dalam PP No. 49 tahun 2018. PP ini juga merupakan penjelasan penjelasan lebih komprehensif dari UU 5 tahun 2014 pasal 52 mengenai Manajemen PPPK. Oleh karena itu, ketiga peraturan ini dapat menciptakan sumber daya ASN yang lebih profesional, bersih dari praktik KKN, dan tentunya kerjasama dengan PPPK.

Sepintas peraturan ini dapat mendorong terciptanya smart ASN terutama dalam menyambut Indonesia Emas 2045, tetapi dalam aturan ini tidak dijelaskan hal ini dapat mendorong smart ASN itu sendiri.

Digital Talent dan Digital Leadership dalam Smart ASN

Konsep Smart ASN digagas untuk menyambut Indonesia Emas 2045 di mana dunia berada dalam era industri 4.0 yang mengutamakan teknologi dan informasi. Penerapan teknologi dan informasi dalam proses pemerintahan membutuhkan SDM dengan kemampuan tinggi dalam bidang teknologi.

Deputi bidang SDM Aparatur Kementerian PANRB Setiawan Wangsaatmaja mengatakan bahwa pada tahun 2024 kemenpan-RB menginginkan SDM dengan profil Smart ASN. Dengan demikian digital talent dan digital leadership akan didapatkan (menpan.go.id, 2019).

Menurut Kiran Nair (2019) digital talent merupakan talenta dengan kombinasi dari hard digital skills dan soft digital skills yang mengedepankan pemikiran digital. Tidak hanya kemampuan interpersonal dan pengetahuan tentang tugas yang dimiliki oleh seorang ASN namun pengetahuan dan kemampuan terkait teknologi juga menjadi kewajiban bagi seorang ASN.

Sedangkan, Birgit Oberer dan Alptekin Erkollar (2018) menyatakan bahwa digital leadership adalah kepemimpinan yang cepat, lintas hierarki, dan menggunakan pendekatan kooperatif yang berfokus kepada inovasi. Kepemimpinan digital dipengaruhi oleh kemampuan personal dari seorang digital leader.

Seorang digital leader harus memiliki kemampuan untuk memahami bagaimana teknologi berdampak pada manusia dan model organisasi, dan kemampuan untuk menentukan bagaimana teknologi dapat dipakai untuk memberikan value yang lebih.

Tinjauan Indikator Smart ASN

Pembangunan SDM dan penguasaan iptek menjadi pemicu utama dalam mewujudkan smart ASN. Seperti yang disampaikan oleh Prof. Eko Prasojo dalam Machmudi (2019) bahwa syarat yang dibutuhkan yaitu flexitime, flexi working space, dan indikator kinerja yang terukur.

Sampai saat ini untuk mewujudkan smart ASN itu sendiri masih terbilang cukup sulit meskipun sebenarnya sudah terdapat undang-undang yang mengatur tentang Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) yaitu di dalam UU No. 5 Tahun 2014  tentang Aparatur Sipil Negara. 

Beberapa instansi pemerintah yang tidak memiliki KPI (key performance indicator) menjadikan SKP tidak dapat berjalan sesuai dengan fungsinya. Hal lain yang menyebabkan instansi pemerintah tidak memiliki KPI karena tidak sesuainya fungsi dan tugas pokok ASN dengan KPI Presiden.

Bagaimanapun tahap dalam mewujudkan flexitime dan flexi working space sendiri harus memiliki SKP yang lebih detail dan dapat diukur. Menurut Armstrong (2004) bahwa dalam mendapatkan suatu hal yang baik dalam organisasi maka dibutuhkan manajemen kinerja, di mana hal itu dapat dijadikan sebagai sarana individu dalam membuat kerangka tujuan, standar dan syarat-syarat tertentu yang telah disepakati dengan cara memahami dan mengelola kinerja. Oleh karena itu, hal utama yang harus dilakukan yaitu dengan membangun kinerja organisasi dan individu ASN. 

Selain itu, Perkembangan teknologi di Indonesia masih terbilang belum memadai untuk mendukung penerapan smart ASN dikarenakan butuhnya jaringan yang stabil untuk melakukan kegiatan seperti video conference dan online working.

Hal lain yang juga dapat kita lihat yaitu dari kurangnya kesiapan para ASN dalam penggunaan teknologi yang belum begitu menguasai. Padahal, desakan perubahan yang terus menerus baik dari dunia luar maupun keadaan negara mengharuskan seluruh ASN untuk siap dalam melibatkan penggunaan teknologi di setiap kegiatan.

Dengan masih banyaknya kekurangan tersebut maka bisa dikatakan bahwa Indonesia belum mampu untuk mewujudkan smart ASN dalam menyambut Indonesia Emas 2045.

Pesan Penutup

Peraturan-peraturan seperti UU No. 5 tahun 2014, PP No. 11 tahun 2017, dan PP No. 49 tahun 2018 hanya sebatas pada bagaimana pembangunan sumber daya ASN. Peraturan ini belum menjelaskan secara jelas bagaimana menciptakan Smart ASN. Tidak hanya membuat peraturan secara mendetail dan jelas, kesiapan ASN juga harus diperhatikan.

Pada akhirnya penulis akan menyerahkan kembali diskursus ini kepada pembaca untuk kembali memikirkan ulang bagaimana seharusnya dalam merencanakan, merumuskan, mengimplementasikan, hingga mengevaluasi kebijakan yang tepat dalam menyiapkan Smart ASN ini, terutama dalam menyambut Indonesia Emas 2045.

Daniel Fernando Meyer Tampubolon