Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | Abel Agnidita
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir. (Suara.com/Achamad Fauzi)

Hingga saat ini, pandemi COVID-19 belum enyah dari negara kita. Jumlah kasus yang justru bertambah banyak, membuat banyak pihak mulai mempertanyakan kerja dari kepemimpinan Presiden Jokowi.

Beberapa kebijakan hampir di semua bidang, sudah mulai diperkenalkan oleh pemerintah, walaupun COVID-19 di Indonesia belum mereda. Kebijakan ini mengarah pada wacana new normal life yang akan disongsong oleh Indonesia.

Di tengah segala keribetan masyarakat menyambut new normal life, Kementerian BUMN menggunakan kesempatan ini untuk melanjutkan upaya pembersihan anggota. Semenjak Erick Thohir menjabat sebagai menteri BUMN, memang beliau sangat sering melakukan pergantian bahkan hingga tingkat pemecatan.

Terhitung sejak tahun 2019, bahkan belum genap beliau menjabat, sudah ada 35 BUMN yang dihapus. Akibat dari penghapusan tersebut, maka dari 142 BUMN yang ada sekarang hanya tersisa 107 BUMN. Bahkan kedepannya, Erick Thohir ingin di tahun ini jumlah BUMN di Indonesia menjadi 70-80 BUMN saja.

Semua bentuk restrukturisasi tersebut sudah melalui tahap koordinasi dengan menteri terkait. Selain itu akibat lainnya adalah jumlah klaster yang awalnya 27 kemudian menjadi 12 klaster yang mana masing-masing wamen hanya memegang 6 klaster saja.

Seperti yang kita tahu, isu politisasi dan juga inefisiensi dari BUMN masih menjadi perbincangan. Setelah permasalahan meruginya beberapa BUMN seperti PT Asuransi Jiwasraya, PT Krakatau Steel, PT Merpati Nusantara Airlines dan juga PT Perkebunan Nusantara III mencuat di akhir tahun 2019, membuat Kementerian BUMN harus mencari cara paling efektif untuk menyelamatkan BUMN dari jerat utang.

Dengan bantuan dari Kementerian Keuangan, BUMN bisa membayar utang yang memang sudah jatuh tempo di tengah situasi COVID-19 yang membuat perekonomian menjadi lemah.  

Sebagai bagian dari alat vital negara, BUMN harus tetap mempertahankan eksistensinya sebagai perusahaan penyedia kebutuhan masyarakat.

Eksistensi tersebut bisa dilakukan dengan ikut berkontribusi dalam penanganan COVID-19. Pembukaan lowongan relawan dan juga penggunaan beberapa hotel sebagai tempat isolasi menjadi buktinya. Selain itu, proses restrukturisasi yang masih terus dilakukan oleh Kementerian BUMN juga sebagai bentuk pembenahan terhadap tubuh BUMN. Kerugian yang diakibatkan oleh BUMN tidak bisa disepelekan begitu saja.

BUMN harus memutar otak agar kedepannya kerja BUMN bisa lebih efektif dan efisien. Segala bentuk upaya Erick Thohir untuk menyederhanakan BUMN atau mengganti pejabat yang dianggap kurang kompeten, harus didukung dengan kinerja pejabat BUMN yang juga mumpuni.

Kekagetan masyarakat terhadap upaya pergantian yang serba mendadak ini semoga bisa dibuktikan dengan prestasi. COVID-19 tidak menjadi hambatan bagi mereka untuk berkembang tetapi justru menjadi batu loncatan bagi BUMN untuk berbenah diri, sehingga proses politisasi juga bisa dihindarkan.

Abel Agnidita

Baca Juga