Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | auliya rahma warni
Ilustrasi tabungan perumahan (yahoo)

Pada 20 Mei 2020,  Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

PP ini merupakan landasan bagi Badan Pengelola (BP) Tapera untuk segera beroperasi  dengan tujuan menghimpun dan menyediakan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk pembiayaan perumahan layak huni dan terjangkau bagi peserta. Tapera ini diwacanakan akan dilaksanakan pada awal tahun 2021. Namun, kebijakan ini juga dikritik oleh beberapa masyarakat karena dianggap membebani pekerja dan juga beberapa beban usaha.

Tapera sendiri merupakan penyimpanan yang dilakukan oleh peserta secara periodik dalam jangka waktu tertentu yang hanya dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan dan/atau dikembalikan berikut hasil pemupukannya setelah kepesertaan berakhir.

Akan tetapi, saat ini masyarakat publik masih mempertanyakan tentang sistem Tapera ini berbentuk tabungan atau Tapera ini memberikan jaminan kepada pekerja untuk mendapatkan rumah.

Komisioner BP Tapera Adi Setianto mengungkapkan, penyelenggaraan program Tapera diperuntukkan bagi seluruh segmen pekerja dengan asas gotong royong. Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman juga mengatakan jika Tapera merupakan salah satu bentuk kewajiban konstitusional Presiden yang sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 H ayat 1 Undang-undang Dasar 1945.

Dalam pasal tersebut dikatakan, "Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan'.

Presiden Joko Widodo berharap dengan ia membuat kebijakan Tapera tersebut masyarakat Indonesia dapat mendapatkan fasilitas rumah dengan mudah, karena pemerintah juga menjamin program Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) ini tidak mempengaruhi upah minimum, khususnya para pekerja swasta yang nantinya diwajibkan mengikuti program ini. Program Tapera ini juga merupakan salah satu bentuk tanggung jawab negara menyediakan pemukiman untuk memenuhi Hak Asasi Warga Negara.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono saat itu mengatakan, pembentukan UU Tapera merupakan hal yang tepat sebagai bentuk kehadiran Negara untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal layak huni dan terjangkau.

Meski saat itu UU sudah disahkan, namun Tapera belum dapat dilaksanakan. Penyebabnya tak lain karena masih menunggu sejumlah persiapan seperti PP dan pemilihan komisioner. Untuk itu diwacanakan Tapera baru dapat tereleasasikan awal tahun 2021 kepada Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Akan tetapi, Asosiasi Pengusaha Indonesia terang-terangan menyatakan keberatan tentang rencana pemerintah menarik iuran tabungan perumahan rakyat, karena jika aparatur sipil negara wajib menyetor iuran Tapera mulai awal tahun depan, karyawan swasta memiliki batas waktu lebih panjang yakni tahun 2027.

Namun, bagi Apindo, seharusnya penyediaan rumah bagi pekerja bisa memaksimalkan fasilitas di BPJSK. Iuran Tapera akan ditarik sebesar 3 persen dari gaji atau upah peserta pekerja. 0,5 persen diantaranya, harus dibayarkan oleh pemberi kerja. Sedangkan sisanya, adalah tanggung jawab pekerja. Iuran tapera nantinya semakin menggerus pendapatan karyawan.

Saat ini, ada potongan gaji yang ditanggung bersama oleh pemberi kerja dan karyawan, yakni, BPJS kesehatan, sebesar 5 persen, jaminan hari tua, 5,7 persen, jaminan pensiun BPJS ketenagakerjaan, 3 persen. Dan PPH 21 bagi pekerja dengan penghasilan di atas 4,5 juta rupiah per bulan.

PP Tapera ini juga tidak tepat jika dilaksanakan awal tahun 2021, karena beban ekonomi indonesia sedang tinggi-tingginya akibat dampak pandemi ini. Dilihat juga pada saat pandemi angka pengangguran di Indonesia melonjak dengan pesat, sebagianmperusahaan baik swasta maupun negeri melakukan PHK kepada sekitar 50% dari jumlah karyawan.

Sebaiknya tapera ini diuji materi lebih dalam lagi tentang konstitusionalitas dari aturan tapera ini dan juga seharusnya pemerintah dapat menunda terlebih dahulu pelaksanaan tapera ini hingga kondisi ekonomi Indonesia lebih pulih atau membaik pasca pandemi ini berakhir.

Pemerintah dan masyarakat juga perlu memfokuskan konsentrasi terhadap transisi tatanan new normal terlebih dahulu guna memulihkan kondisi ekonomi yang sangat krisis saat pandemi covid-19 ini.

auliya rahma warni

Baca Juga