Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | abyan arsyil
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta sebelumnya diprediksi akan mengalami defisit pada tahun 2020 ini. Berbagai macam usaha sudah dilakukan oleh pemerintah dalam menangani dampak dari Covid-19 ini. Banyak kegiatan perekonomian yang terhambat akibat adanya pandemi corona ini dan tentunya hal ini berpengaruh pada penerimaan pajak yang menjadi sumber utama pendapatan DKI Jakarta.

Dalam suatu perekonomian modern setiap aktivitas mempunyai keterkaitan dengan aktivitas lainnya dan semakin modern suatu perekonomian semakin besar dan semakin banyak kaitannya dengan kegiatan lainnya.

Apabila semua keterkaitan antara satu dengan kegiatan lainnya dilaksanakan melalui mekanisme pasar atau melalui suatu sistem, maka keterkaitan antarberbagai aktivitas tersebut tidak menimbulkan masalah.

Akan tetapi banyak pula keterkaitan antarkegiatan yang tidak melalui mekanisme pasar sehingga timbul berbagai macam masalah. Keterkaitan suatu kegiatan dengan kegiatan lain yang tidak melalui mekanisme pasar adalah apa yang disebut dengan eksternalitas.

Dengan adanya Covid-19 membawa eksternalitas negatif bagi APBD DKI Jakarta. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberi pernyataan bahwa pendapatan daerah mengalami penurunan kurang lebih sampai 50% akibat adanya eksternalitas negatif dari Covid-19.

Meskipun di DKI Jakarta sendiri sudah terlihat tanda-tanda bahwa grafik kenaikan kasus corona di DKI Jakarta telah mengalami penurunan. Hal ini bisa terjadi karena segala macam upaya yang dilakukan pemerintah dalam menanggapi adanya Covid-19 ini dan tentunya juga atas kerjasama masyarakat.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta triwulan pertama tahun 2020 mengalami keterpurukan akibat adanya pandemic corona.  Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengatakan pendapatan pajak menurun dari Rp 50,17 triliun menjadi Rp 22,5 triliun, tersisa 45%.

Anggaran juga mengalami penurunan dari 87,9 triliun menjadi Rp 47,2 triliun, dan tersisa 53%. Dan ini merupakan sejarah baru dalam Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta, dengan mengalami kerugian penurunan pendapatan dengan jumlah yang besar, yaitu kurang lebih Rp 40 triliun.

Akibatnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus merelokasi anggaran. Pengurangan anggaran di berbagai sektor belanja baik belanja langsung maupun tidak langsung. Anggaran ini dipotong secara besar-besaran akibat pandemi corona ini. Tetapi anggaran yang mengenai bantuan rakyat prasejahtera dipertahankan untuk bisa tetap membantu masyarakat yang sangat berdampak.

Anggaran bantuan untuk rakyat ini berjumlah Rp 4,8 triliun dipertahankan dan mengubah biaya penanganan bencana yang awalnya sebesar Rp 188 miliar, diubah menjadi Rp 5 triliun. Dana ini digunakan untuk bidang kesehatan atau medis, sosial-ekonomi dan bantuan-bantuan sosial lainnya yang berhubungan dengan bencana Covid-19 ini.

Tidak hanya itu, relokasi anggaran juga terjadi pada belanja pegawai. Anggaran belanja pegawai pengalami penurunan sebesar Rp 4,3 triliun, yang di mana Tunjangan Kinerja Daerah (TKD) ASN Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang kisarannya 25% direlokasikan untuk melindungi anggaran bantuan sosial, dan 25% berikutnya ditunda pemberiannya untuk dialihkan sementara pada darurat penangan Covid-19.

Walaupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta mengalami penurunan yang cukup signifikan, tetapi semua tenaga kerja dibawah pemerintah DKI Jakarta dan pekerja yang sudah melakukan kontrak tidak diberhentikan. Hal itu dilakukan karena merupakan komitmen pemerintah dalam menjaga perannya sebagai pemberi lapangan pekerjaan bagi masyarakat khususnya di DKI Jakarta.

Pada saat ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memfokuskan untuk penanganan Covid-19 dan dampak lain yang diakibatkan. Demi penanganan Covid-19 dilakukan pemangkasan anggaran di berbagai sektor. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah melakukan usaha yang terbaik untuk masyarakatnya.

Diharapkannya, pengelolaan APBD DKI Jakarta dapat kembali stabil, dan rantai penyebaran virus corona cepat berhenti, agar kondisi perekonomian di Indonesia dapat pulih kembali.

Oleh : Abyan Arsyil / Mahasiswa S1 Pendidikan Ekonomi, Universitas Negeri Jakarta

abyan arsyil