Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | gina mufidah
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan pers hasil Rapat Dewan Gubernur di kantor Bank Indonesia. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Suku bunga Bank Indonesia (BI) mengalami penurunan terus menerus dari awal tahun 2020, dimulai dari bulan Juni yang awalnya 4.5 persen menjadi 3,7 persen pada bulan ini, hal ini dilakukan karena pertimbangan banyak hal, khusus nya salah satu cara agar BI bisa menyelamatkan perekonomian Indonesia. Sejak November 2019 sampai dengan November 2020 secara keseluruhan penurunan suku bunga yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) telah mencapai penurunan sebanyak 125 poin.

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 16-17 Desember 2020 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate atau suku bunga acuan sebesar 3,75 persen . Selain itu, suku bunga deposito facility juga tetap pada 3 persen, dan suku bunga lending facility 4,5 persen.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, keputusan ini konsisten dengan perkiraan inflasi yang tetap rendah dan stabilitas eksternal, termasuk stabilitas nilai tukar rupiah yang terjaga. Serta upaya bersama untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional.

Lebih lanjut, Perry mengatakan BI akan memperkuat sinergi kebijakan dan mendukung berbagai kebijakan lanjutan untuk membangun optimisme pemulihan ekonomi nasional.

Kebijakan tersebut melalui pembukaan sektor ekonomi produktif dan aman covid-19, akselerasi stimulus fiskal dalam APBN 2021, penyaluran kredit perbankan dari sisi permintaan dan penawaran, melanjutkan stimulus moneter dan makroprudensial, serta akselerasi digitalisasi keuangan. 

Suku bunga acuan Bank Indonesia (BI 7 Days Reverse Repo Rate/BI7DRRR) diperkirakan masih memiliki ruang penurunan lebih lanjut sejalan dengan kebijakan suku bunga rendah yang masih akan diterapkan Bank Indonesia (BI) pada 2021.

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan kebijakan suku bunga akan sangat bergantung pada perkembangan inflasi. Sementara pada tahun depan, khususnya pada semester I/2021 inflasi diperkirakan masih akan berada pada level yang rendah.

"Hal ini mungkin terjadi di semester pertama tahun 2021, ketika daya beli belum sepenuhnya terungkit," katanya.

Meski masih memiliki ruang penurunan, menurut Yusuf, intensitas pemangkasan suku bunga acuan di 2021 tidak akan seagresif seperti pada tahun ini.

Dia menjelaskan, inflasi dalam proses konsolidasi ekonomi memang masih akan realtif rendah, dipengaruhi oleh daya beli yang masih dalam tahap pemulihan.

Namun, kebijakan suku bunga tidak hanya dipengaruhi oleh inflasi saja, tetapi juga oleh kondisi neraca pembayaran dan aliran modal yang keluar dari pasar keuangan atau capital outflow. Dia memperkirakan pasar keuangan pada 2021 akan lebih aktif dibandingkan dengan tahun ini, karena itu volatilitas di pasar keuangan, khususnya di negara berkembang juga akan lebih tinggi.

Jika ada sentimen negatif terhadap ekonomi global di tahun depan, maka BI bisa saja menggunakan instrumennya untuk menaikkan suku bunga acuan untuk menahan capital outflow tidak terjadi.

"Indonesia merupakan negara dengan tingkat volalitias yang cukup tinggi, aliran capital bisa masuk dan keluar dengan cepat. Ini yang kemudian perlu diwaspadai," katanya.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyebutkan tingkat suku bunga acuan akan tetap rendah sampai batas waktu ada sinyal inflasi kembali meningkat.

Pada November 2020 lalu, terjadi inflasi sebesar 0,28 persen secara bulanan (month-to-month/mtm). Inflasi ini lebih tinggi dibandingkan Oktober 2020 sebesar 0,07 persen.

Namun, tiga bulan sebelumnya terjadi deflasi secara berturut-turut. Badan Pusat Statistik (BPS) pernah menyampaikan jika deflasi tersebut menandakan daya beli masyarakat belum pulih akibat covid-19.

Perry menambahkan bank sentral akan menggunakan semua instrumen yang dimiliki untuk mendukung program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), baik melalui stimulus moneter maupun makroprudensial. Ia menuturkan BI juga akan tetap melonggarkan likuiditas perbankan guna mendorong penyaluran kredit untuk menggerakkan perekonomian.

"BI berkoordinasi erat dengan pemerintah dan KSSK tetap menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," ucapnya.

Selama pandemi, bank sentral telah melakukan sejumlah kebijakan antara lain pelonggaran moneter lewat instrumen kuantitas atau quantitative easing (QE) dengan suntikan dana. Selain itu, BI juga dan pemerintah berbagi beban (burden sharing) dalam memenuhi kebutuhan dana penanganan dampak pandemi virus corona dan program PEN. 

“Suku bunga akan tetap rendah sampai dengan muncul tanda-tanda tekanan inflasi meningkat,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2020 secara virtual di Jakarta, Kamis lalu.

Menurut Perry, suku bungan acuan atau BI Seven Days Reverse Repo Rate saat ini mencapai 3,75 persen merupakan yang terendah sepanjang sejarah. Sedangkan tingkat inflasi,  lanjut Perry Warjiyo, di proyeksi berada dibawah dua persen pada tahun 2020 karena permintaan yang melemah. Dan pada tahun 2021, Gubernur BI ini berkata, “inflasi diperkirakan akan berada dalam kisaran tiga plus minus satu persen”.

Dengan  suku bunga yang sudah terbilang rendah itu, Perry mendorong perbankan segera merealisasikan penurunan suku bunga kepada para nasabah nya.

“Sudah saatnya perbankan segera menurunkan suku bunga dan menyalurkan kredit sebagai komitmen bersama untuk pemulihan ekonomi nasional,” tutur Perry Warjiyo Gubernur Bank Indonesia.

Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro memperkirakan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI-7DDR) masih bisa turun ke level 3,5 persen pada kuartal I ( pada bulan Januari sampai dengan Maret) 2021, meski saat ini masih bertahan di 3,75 persen.

"Pasar sebetulnya sudah mengantisipasi penurunan suku bunga pada Desember 2020, tapi ketika itu tidak terjadi, investor tidak khawatir karena hal itu masih mungkin berlaku," kata Satria dikutip dari Antara, Jumat (18/12/2020).

Satria juga memproyeksikan bank sentral akan mengalami periode jeda panjang terkait kebijakan suku bunga acuan di 2021 untuk mempertimbangkan strategi lanjutan dari dampak kebijakan burden sharing. "Setelah suku bunga turun menjadi 3,5 persen, bank sentral nanti akan sedikit menahan lebih lama, untuk mengantisipasi lonjakan jumlah uang beredar dan potensi kenaikan inflasi," katanya.

Selain itu, ia meyakini pergerakan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) tahun depan masih akan berjalan seiring dengan keputusan The Fed (Bank Sentral AS) yang diperkirakan mempertahankan kebijakan moneter longgar untuk mendorong perekonomian. Sebelumnya, BI mempertahankan tingkat suku bunga acuan sebesar 3,75 persen berdasarkan keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) 16-17 Desember 2020.

"Keputusan ini konsisten dengan perkiraan inflasi tetap rendah dan stabilitas eksternal termasuk nilai tukar rupiah terjaga," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam jumpa pers virtual usai RDG BI edisi Desember 2020.

Oleh: Gina Mufidah/ Mahasiswa S1 Pendidikan Ekonomi 2010, Universitas Negeri Jakarta

gina mufidah

Baca Juga