Presiden Joko Widodo resmi mengesahkan Undang-undang No.7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dengan menandatanganinya pada 29 Oktober lalu. Peresmian UU HPP ditujukan untuk menyinkronkan peraturan-peraturan perpajakan yang belum sesuai kedalam regulasi pajak pada UU HPP.
Salah satu poin penting dari pengesahan UU HPP adalah peleburan fungsi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Pemerintah sendiri berencana untuk menerapkan kebijakan ini mulai tahun 2023. Direktur Jendral Pajak Suryo Utomo dalam sosialisasi UU HPP bersama Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyampaikan bahwa pemerintah sedang membangun sistem informasinya yang diperkirakan akan siap digunakan pada tahun 2023 mendatang.
Pengintegrasian NIK dan NPWP sejatinya merupakan agenda yang sudah lama direncanakan pemerintah, namun untuk merealisasikannya membutuhkan persiapan yang tidak sedikit. Kebijakan ini dilakukan pemerintah sebagai salah terobosan dalam menciptakan sistem perpajakan yang lebih sederhana dengan menerapkan Single Identification Number (SID) sekaligus memperkuat reformasi administrasi perpajakan di Indonesia.
Meskipun UU HPP belum lama disahkan, tetapi telah banyak miskonsepsi yang terjadi dikalangan masyarakat. Salah satunya merupakan anggapan bahwa siapa saja yang telah memiliki KTP maka akan dikenakan pajak. Menanggapi hal tersebut Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan bahwa pengintegrasian fungsi NIK menjadi NPWP tidak menjadikan semua masyarakat yang memiliki KTP wajib membayar pajak.
Ketentuan mengenai subjek pajak yang wajib dalam membayar pajak kembali lagi kepada pemenuhan syarat subjektif dan objektif. "Banyak yang bilang kalau kamu punya NIK, berarti anak-anak umur 17 tahun yang sudah mulai punya KTP, berarti kamu harus bayar pajak. Seolah-olah semua yang punya NIK harus bayar pajak. Itu salah, sangat salah," tegas Sri Mulyani dalam Kick Off Sosialisasi UU HPP (19/11/2021).
Terkait dengan siapa saja yang diharuskan membayar pajak akan kembali kepada ketentuan dasarnya. “Dalam pengenaan pajak, pemilik NIK harus telah memenuhi syarat subjektif (sudah berumur 18 tahun) dan objektif (memiliki penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak” ujar Neilmaldrin Noor selaku Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP. Dengan demikian DJP akan melakukan screening terlebih dahulu untuk memastikan siapa saja masyarakat yang memenuhi syarat untuk membayar pajak.
Masyarakat yang wajib melakukan pembayaran pajak adalah mereka yang memiliki penghasilan di atas batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dalam satu tahun dan bagi wajib pajak pengusaha dengan peredaran bruto lebih dari Rp500 juta yang membayar PPh Final 0,5%. Oleh karena itu setidaknya seseorang harus memiliki penghasilan diatas Rp4,5 juta untuk dapat dikenai pajak penghasilan.
Dengan demikian bagi masyarakat yang syarat objektifnya belum terpenuhi karena belum memiliki penghasilan atau penghasilannya masih di bawah batas PTKP tidak perlu khawatir karena tidak akan dikenai pajak meskipun NIK yang dimilikinya telah berfungsi sebagai NPWP.
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Bukan KTP Jakarta Tapi Ikut Pilkada, Ridwan Kamil dan Suswono Kena Nyinyir: Undang-undang Apa Ini?
-
Kenapa KoinWorks Bisa Berikan Pinjaman Kepada Satu Orang dengan 279 KTP Palsu?
-
DPR Dikritik Keras, RUU Pengampunan Pajak Lolos Tapi RUU Perampasan Aset Diabaikan
-
PPN Bakal Naik 12 Persen, Netizen Singgung Janji Prabowo Tak Ada Kenaikan Pajak Jika Jadi Presiden
-
Profil Sutikno, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta yang Usul Pajak Kantin Sekolah
News
-
See To Wear 2024 Guncang Industri Fashion Lokal, Suguhkan Pengalaman Berbeda
-
Harumkan Indonesia! The Saint Angela Choir Bandung Juara Dunia World Choral Championship 2024
-
Usaha Pandam Adiwastra Janaloka Menjaga, Mengenalkan Batik Nitik Yogyakarta
-
Kampanyekan Gapapa Pakai Bekas, Bersaling Silang Ramaikan Pasar Wiguna
-
Sri Mulyani Naikkan PPN Menjadi 12%, Pengusaha Kritisi Kebijakan
Terkini
-
Makna Perjuangan yang Tak Kenal Lelah di Lagu Baru Jin BTS 'Running Wild', Sudah Dengarkan?
-
Ulasan Buku 'Seni Berbicara Kepada Siapa Saja, Kapan Saja, di Mana Saja', Bagikan Tips Jago Berkomunikasi
-
Puncak FFI 2024: Jatuh Cinta Seperti di Film-Film Sapu Bersih 7 Piala Citra
-
Polemik Bansos dan Kepentingan Politik: Ketika Bantuan Jadi Alat Kampanye
-
Ditanya soal Peluang Bela Timnas Indonesia, Ini Kata Miliano Jonathans