Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida pada Selasa (22/2/2022), mengutuk pengakuan Rusia atas kemerdekaan dua wilayah separatis pro Rusia di Ukraina Timur, Donetsk dan Luhansk.
Mengutip dari Kantor Berita Jepang Kyodo News, PM Fumio Kishida menganggap pengakuan tersebut sebagai pelanggaran kedaulatan negara, hukum internasional, dan perjanjian damai masa lalu.
"Serangkaian tindakan Rusia melanggar kedaulatan dan integritas wilayah Ukraina, yang tidak pernah kami toleransi, dan (kami) kritik secara keras," ucap PM Fumio Kishida kepada wartawan.
Menteri Luar Negeri Jepang Yoshimasa Hayashi mengatakan pada konferensi pers bahwa Jepang akan bekerja sama dengan masyarakat internasional, termasuk negara-negara G7, untuk mengatur tanggapan keras terhadap Rusia, termasuk sanksi-sanksi.
Pernyataan tersebut muncul setelah Presiden Rusia Vladimir Putin mengakui Donetsk dan Luhansk sebagai wilayah independen, serta memerintahkan pasukan dikerahkan ke sana untuk misi "penjaga perdamaian", sebuah langkah yang dapat membuka jalan bagi Rusia untuk menyerang negara tetangganya.
Menyusul pengumuman dari Moskow, Amerika Serikat dan Uni Eropa dengan cepat menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Rusia seperti larangan investasi baru serta transaksi keuangan di dua wilayah Ukraina tersebut.
"Kami akan memantau dengan cermat bagaimana situasi berkembang dengan perhatian serius," ujar PM Fumio Kishida.
PM Fumio Kishida juga mengatakan langkah terbaru Rusia bertentangan dengan perjanjian gencatan senjata Minsk yang telah ditandatangani oleh pasukan pemerintah Ukraina dan separatis pro Rusia.
Hayashi menolak memberikan jawaban mengenai apakah pemerintah Jepang akan menganggap masuknya pasukan Rusia ke Ukraina sebagai sebuah invasi jika itu terjadi. Hayashi mengatakan, ia tidak dapat menjawab pertanyaan hipotetis.
Pada Sabtu lalu, Hayashi menghadiri pertemuan para menteri luar negeri G7 di Munich. Mereka memperingatkan bahwa Rusia akan menanggung biaya yang parah dan belum pernah terjadi sebelumnya jika terjadi agresi lebih lanjut terhadap Ukraina.
Para menteri dari Inggris, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang dan Amerika Serikat serta Uni Eropa menyebut pengerahan militer Rusia secara besar-besaran yang "tidak beralasan dan tidak dapat dibenarkan" sebagai tantangan bagi keamanan global dan tatanan internasional.
Baca Juga
-
3 Rekomendasi Website Kumpulan Sound Effect untuk Bahan Edit Video Lucu
-
Mengunjungi Murame Buaran, Restoran Masakan Jepang dengan Harga Terjangkau
-
Negaranya Dituduh Kanibal, PM Papua Nugini Kesal atas Ucapan Joe Biden
-
PVMBG Minta Evakuasi Masyarakat yang Ada di Radius 6 km dari Gunung Ruang
-
Rekan Setim Juara MotoGP AS 2024, Aleix Espargaro Apresiasi Vinales dan Aprilia
Artikel Terkait
-
Ingin Selesaikan Konflik Rusia-Ukraina, Donald Trump Tunjuk Jenderal Keith Kellogg
-
Rusia Uji Coba Rudal Oreshnik, Presiden Ukraina Ketar-ketir
-
Calvin Verdonk 'Minta Bantuan' ke Jepang: Semoga...
-
Calvin Verdonk Berharap Jepang Pakai Tim B saat Jamu Timnas Indonesia
-
Perang Suriah Memanas Libatkan HTS vs. Assad, Rusia Dituduh Serang Warga Sipil
News
-
Satukan Dedikasi, Selebrasi Hari Guru di SMA Negeri 1 Purwakarta
-
Dari Kelas Berbagi, Kampung Halaman Bangkitkan Remaja Negeri
-
Yoursay Talk Unlocking New Opportunity: Tips dan Trik Lolos Beasiswa di Luar Negeri!
-
See To Wear 2024 Guncang Industri Fashion Lokal, Suguhkan Pengalaman Berbeda
-
Harumkan Indonesia! The Saint Angela Choir Bandung Juara Dunia World Choral Championship 2024
Terkini
-
PSSI Targetkan Timnas Indonesia Diperingkat ke-50 Dunia pada Tahun 2045 Mandatang
-
Review Gunpowder Milkshake: Ketika Aksi Bertemu dengan Seni Visual
-
Memerankan Ibu Egois di Family by Choice, Kim Hye Eun: Saya Siap Dihujat
-
3 Serum yang Mengandung Tranexamic Acid, Ampuh Pudarkan Bekas Jerawat Membandel
-
3 Varian Cleansing Balm Dear Me Beauty untuk Kulit Kering hingga Berjerawat