Sebuah karya dokumenter berjudul “WUNUT: Titik Balik di Tengah Keterbatasan” diproduksi sebagai bagian dari tugas akhir oleh mahasiswa Universitas AMIKOM Yogyakarta.
Dokumenter ini hadir sebagai bentuk kepedulian sekaligus media edukasi mengenai pentingnya pengelolaan potensi lokal secara tepat dan berkelanjutan. Dengan latar belakang Desa Wunut di Kabupaten Klaten, dokumenter ini berupaya mengungkap perjalanan transformasi desa yang dulunya terpinggirkan menjadi desa mandiri dan sejahtera.
Kisah inspiratif ini menyoroti bagaimana Desa Wunut mampu bangkit dari status desa miskin menuju kemandirian yang berkelanjutan berkat pengelolaan sumber daya lokal secara optimal.
Tidak hanya sekadar menghadirkan pembangunan fisik semata, namun lebih dalam, dokumenter ini membedah proses sosial dan kultural yang terbangun di masyarakat, termasuk semangat gotong royong, kolaborasi, dan kerja keras warga dalam mewujudkan perubahan nyata.
Proses pembuatan film dokumenter ini diawali dengan tahap observasi lapangan. Tim produksi secara langsung terjun ke lokasi, melakukan wawancara dengan perangkat desa serta menggali data dan fakta lapangan yang menjadi fondasi awal dalam penyusunan konsep cerita.
Observasi ini menjadi elemen penting yang kemudian dikembangkan menjadi narasi utuh yang membentuk alur cerita dokumenter yang menarik dan menyentuh secara emosional maupun intelektual.
Dalam proses kreatifnya, film ini disusun di bawah bimbingan dosen Ilmu Komunikasi Universitas AMIKOM Yogyakarta, Sheila Lestari Giza Pudrianisa, M.I.Kom. Giza menyampaikan apresiasi terhadap hasil kerja mahasiswanya dan menyatakan bahwa dokumenter ini diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi banyak pihak, khususnya bagi daerah-daerah lain yang ingin melakukan perubahan berbasis potensi lokal.
“Saya sangat mendukung dan mengapresiasi karya dokumenter ini. Semoga karya ini bisa mengedukasi dan menjadi contoh nyata bagi pengembangan wilayah lain agar dapat menggali potensi yang dimiliki,” tegas Giza saat diwawancarai dalam proses evaluasi akhir karya tersebut.
Film dokumenter ini tidak hanya menitikberatkan pada sisi pembangunan fisik dan ekonomi semata, tetapi juga menggambarkan nilai-nilai sosial yang hidup dalam masyarakat Desa Wunut.
Semangat gotong royong, solidaritas antarwarga, dan kemauan untuk berubah menjadi kekuatan utama yang membawa desa ini menuju perubahan. Hal ini menjadi refleksi bahwa transformasi besar bisa dimulai dari langkah-langkah kecil, yang dikerjakan secara konsisten dan berpijak pada kekuatan internal desa itu sendiri.
Sutradara film dokumenter, Rizky Raka Asydik, menyampaikan bahwa pesan utama dari dokumenter ini adalah pentingnya strategi pengelolaan potensi lokal yang dijalankan secara tepat dan berkelanjutan. Ia berharap, dokumenter ini tidak hanya menjadi tugas akhir semata, tetapi bisa menjadi medium penyebar semangat dan inspirasi ke berbagai penjuru.
“Melalui film dokumenter ini kami ingin menyampaikan pesan bahwa pengelolaan potensi lokal yang dilakukan secara tepat dan berkelanjutan dapat menjadi kunci bagi desa untuk mandiri dan mensejahterakan warganya,” jelas Rizky.
Lebih dari sekadar karya visual, dokumenter ini diharapkan dapat menjadi sumber inspirasi bagi pemerintah desa lainnya serta masyarakat secara umum. Selama ini, banyak potensi lokal yang masih belum tergarap dengan maksimal.
Melalui karya ini, para pembuat film ingin menunjukkan bahwa keterbatasan bukanlah akhir dari sebuah perjalanan, melainkan bisa menjadi awal yang kuat dalam membangun masa depan yang lebih baik.
Kepala Desa Wunut, Iwan Sulistya, turut memberikan komentarnya terhadap dokumenter ini. Ia menyampaikan harapan agar film ini dapat menjadi contoh nyata bagi desa-desa lain di seluruh Indonesia.
“Semoga dengan film ini bisa menginspirasi desa-desa yang ada di Indonesia, bahwa dengan keberanian, kesungguhan, perencanaan yang matang dan kejujuran serta mengikuti aturan desa yang ada di Indonesia, maka desa bisa maju, mandiri, dan sejahtera,” jelas Iwan.
Melalui “WUNUT: Titik Balik di Tengah Keterbatasan”, publik diajak untuk melihat lebih dalam tentang bagaimana sebuah komunitas bisa tumbuh, berkembang, dan mandiri, bukan karena bantuan dari luar semata, tetapi karena kekuatan dari dalam yang dikelola dengan visi dan tekad bersama.
Dokumenter ini membuktikan bahwa harapan untuk kemajuan selalu ada, bahkan di tengah keterbatasan yang paling menantang.
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Seni Memimpin dengan Empati dalam Film Portrait of a Prime Minister
-
Review Film The Last Twins: Dokumenter tentang Seseorang yang Mereka Anggap Ayah
-
Review Film We Are Guardians: Dokumenter tentang Kerusakan Hutan yang Miris
-
7 Film Berlatar Raja Ampat yang Bikin Takjub, Kini Keindahannya Terancam Tambang Nikel
-
Lisa BLACKPINK Siapkan Dokumenter Karier Solonya, Gandeng Sutradara Sue Kim
News
-
Maraknya Perceraian, dr. Aisah Dahlan Ungkap Pemicu dan Cara Menghindarinya
-
Bukan Tua atau Muda: Bongkar Tuntas Perbedaan Cara Berpikir Silent Generation Sampai Gen Alpha
-
Bukan Cuma Jakarta, Ini 10 Kota Paling 'Beracun' di Dunia yang Bikin Sesak Napas
-
Sabrina Carpenter Siap Kembali ke Dunia Akting Lewat Film Musikal Terbaru
-
Ketika Komunitas Sekolah Marjinal Jadi Rumah Kedua Anak Marjinal Yogyakarta
Terkini
-
Netflix Ungkap Kasus Nyata Paling Ngeri dalam The Monster of Florence
-
Butuh Gadget Fleksibel? Ini Pilihan Tablet yang Nggak Bikin Kantong Teriak
-
Merajuk? Sal Priadi Berhenti Nyanyi Lagu Sedih Setelah Disuruh Diam
-
Akhiri Perseteruan, Semua Member NewJeans Umumkan Siap Kembali ke ADOR
-
4 Cleanser Lokal Heartleaf Cocok Kulit Sensitif, Cegah Iritasi dan Breakout