Mahasiswa Universitas Diponegoro yang tergabung dalam TIM KKN-T 135 di Desa Lanjan, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah, menginisiasi program kerja berupa publikasi video dan tulisan yang mengabadikan perjuangan para petani kopi.
Dikenal sebagai salah satu sentra kopi di Kecamatan Sumowono, Desa Lanjan dianugerahi kondisi tanah yang subur dan iklim yang sejuk. Kombinasi tersebut dapat mendukung hasil biji kopi berkualitas dan bercita rasa khas yang menjadi incaran para penikmat kopi.
Namun, desa dengan tujuh dusun ini menyimpan kisah para petani yang masih belum mendapatkan dukungan secara penuh. Mereka harus berjuang keras dalam mempertahankan tradisi menanam kopi di tengah keterbatasan.
Banyak petani kopi yang masih bekerja dengan alat seadanya, tanpa pelatihan modern, dan menghadapi berbagai tantangan yang terus berulang dari tahun ke tahun. Mulai dari serangan hama, cuaca yang tidak menentu, harga jual yang fluktuatif, dan minimnya minat generasi muda untuk menjadi petani masih menjadi kekhawatiran bagi mereka.
Melihat kenyataan tersebut, mahasiswa TIM KKN-T 135 tergerak untuk melaksanakan program kerja yang tidak hanya merekam visual, tetapi juga menyusun narasi mendalam yang memotret keseharian, tantangan, dan harapan para petani kopi.
Melalui pendekatan lintas disiplin ilmu, program kerja dari Eka Putri Yuliyanti (S1 Antropologi Sosial), Adira Putri Aliffa (S1 Sastra Indonesia), dan Farrel Fadila Husna (S1 Psikologi) ini berhasil dipublikasikan di website desa yang dikembangkan oleh Sausan Berliana Arrizqi (S1 Informatika). Aksi kolaboratif ini sukses menghasilkan karya digital yang dapat dijangkau khalayak luas.
Mengangkat Eksistensi Para Petani Kopi melalui Media Digital Masa Kini
Proses pelaksanaan program kerja ini diawali dengan observasi lapangan dan interaksi secara langsung dengan para petani. Mahasiswa melakukan survei lokasi ke kebun-kebun kopi dan menyimak cerita-cerita lama yang disampaikan para petani.
Setelah itu, untuk mengetahui secara langsung perjuangan para petani, mahasiswa juga turut mengikuti proses penanaman, pemangkasan, panen, penggilingan, hingga pengolahan setelah panen. Segala proses tersebut direkam dan diabadikan melalui video serta tulisan inspiratif yang diunggah di website desa.
Setiap detik yang terekam dan setiap kata yang tertulis dirangkai dengan memperlihatkan bahwa kopi bukan hanya tentang rasa. Namun, juga tentang dedikasi para petani kopi yang merawatnya. Konten yang dihasilkan tidak hanya bersifat informatif, tetapi juga reflektif sebagai gambaran realitas sosial-ekonomi yang dihadapi petani kopi di Desa Lanjan.
“Kami berharap video dan tulisan yang kami unggah dapat menjadi jembatan sekaligus ruang bagi suara-suara yang kurang didengar. sehingga dapat membuka peluang bagi lebih banyak pihak untuk peduli, mendukung, dan pada akhirnya membantu meningkatkan kesejahteraan para petani kopi di Desa Lanjan,” ujar Putri dan Adira.
Kabar baiknya, jika suara-suara tersebut diberikan ruang dan ditangkap dengan empati, maka akan meningkatkan tingkat apresiasi publik sehingga mendorong kerja keras para petani dalam menghasilkan kopi berkualitas.
Respon positif pun datang dari para petani. Salah satunya, Ibu Zuimah yang merasa tersentuh saat kisah hidupnya didengar dan ditulis, “Senang kalau cerita saya ditulis. Bukan karena ingin terkenal, tapi biar tahu, petani itu ada, dan kerja kerasnya nyata,” ujarnya.
Dengan adanya publikasi tersebut, kopi Lanjan tidak hanya akan dikenal karena rasanya, tetapi juga karena cerita perjuangan para petaninya. Mahasiswa KKN-T 135 Universitas Diponegoro berharap, langkah kecil ini dapat menghidupkan cerita petani kopi di mata publik dan membuka jalan yang lebih besar bagi dunia perkopian di Indonesia.
Baca Juga
-
3 Hal yang Buat Banyak Orang Kagum, Ramah Perlu tapi Bukan Nomor Satu!
-
5 Hal yang Sebaiknya Tidak Kamu Lakukan Setelah Bangun Tidur
-
3 Alasan Mengapa Kamu Tidak Perlu Terlalu Meratapi Kepergian Seseorang
-
Suka Fotografi? Simak 3 Cara Terkini Tuk Jadikan Hasil Fotomu Gudang Cuan!
-
3 Cara Brilian yang Bisa Buatmu Berkembang Lewat Menonton Film
Artikel Terkait
-
Biaya Hidup Mahasiswa di Taiwan Lebih Murah dari Jakarta, Kok Bisa?
-
Objektifikasi di Balik Akun Kampus Cantik: Siapa yang Diuntungkan?
-
Kisah Perjuangan Haru Tinamid di Jayapura, Selesaikan Skripsi Pakai Ponsel
-
4 Menu Sarapan Favorit Mahasiswa Jatinangor: Murah, Cepat, Mengenyangkan
-
Dekan FKIP Unmul Klarifikasi Aksi Balik Badan Mahasiswa: Bukan Ditujukan ke Wagub Kaltim
News
-
5 Kontroversi Bupati Pati Sudewo yang Bikin Geger! Apa Saja yang Bikin Warga Ngamuk?
-
Ratusan Orang Padati Rally for Cancer 2025: Olahraga, Edukasi, dan Donasi untuk Pejuang Kanker!
-
Wajib Punya! 4 Lip Liner Warm Undertone untuk Tampilan Natural dan Fresh
-
YK Rebelfest 2025: Festival Punk Rock Akbar Yogyakarta Sekaligus Perayaan 17 Tahun Rebellion Rose
-
Karier Politik Bupati Pati Sudewo di Ujung Tanduk, Dilawan Akibat Sikap Arogan?
Terkini
-
Satire Komikal yang Menyakitkan dalam Buku Lebih Senyap dari Bisikan
-
Intip Fitur Canggih Lenovo Xiaoxin Pro GT, Tablet Gaming Telah Debut dengan Harga Terjangkau
-
4 Pelembab Korea Berbahan Hyaluronic Acid, Efektif Menghidrasi Kulit Kering
-
Review Film The Sparrow in the Chimney: Bara Bergolak di Pesta Keluarga
-
Piala Kemerdekaan 2025, Timnas Indonesia dan Pengobat Rindu Racikan ala Shin Tae-yong