Wakil Menteri Lingkungan Hidup Diaz Hendropriyono memperingatkan negara maju agar menepati janji pendanaan iklim menjelang Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP30) yang akan digelar di Bélem, Brasil, November mendatang. Ia menyoroti masih minimnya realisasi dukungan finansial yang telah lama dijanjikan.
“Dalam Copenhagen Accord, negara maju berkomitmen menyediakan 100 miliar dolar AS per tahun bagi negara berkembang. Faktanya, menurut UNFCCC, janji itu tidak pernah benar-benar terealisasi. Bahkan dari target baru 1,3 triliun dolar, yang baru disepakati hanya 300 miliar,” ujar Diaz dalam rapat persiapan delegasi Indonesia di Jakarta.
Pernyataan ini menegaskan kembali kekecewaan negara berkembang, yang selama ini menanggung dampak paling parah dari krisis iklim namun hanya mendapat dukungan terbatas.
Konsolidasi Diplomasi Iklim
Rapat lintas kementerian/lembaga, mitra pembangunan, hingga lembaga internasional tersebut menjadi titik awal koordinasi Indonesia. Tujuannya: memperkuat posisi tawar dalam negosiasi internasional, khususnya di isu climate finance.
Diaz menekankan, Indonesia tak bisa berdiri sendiri. “Ada 20-an working group. Kita perlu lead negotiator yang paham betul kertas posisi Indonesia,” katanya.
Ambisi Karbon dan Peluang Pasar
Selain menekan janji pendanaan, delegasi Indonesia juga menyiapkan agenda diplomasi karbon. Tahun ini, Paviliun Indonesia di COP30 tidak hanya akan menyelenggarakan seminar, tetapi juga memperluas ruang perdagangan karbon lintas sektor.
Sejumlah kesepakatan tengah dijajaki: rencana pembelian 12 juta ton CO²e oleh Norwegia hingga 2035, peluang kemitraan dengan Jepang dan Korea, serta pengembangan Renewable Energy Certificate oleh PLN. Indonesia juga membidik pasar karbon global melalui kesepakatan pengakuan bersama dengan standar internasional seperti Gold Standard dan Verra.
Posisi Strategis
Bagi Indonesia, COP30 menjadi panggung penting untuk menegosiasikan dukungan finansial sekaligus menunjukkan bahwa pasar karbon domestik bisa berperan dalam transisi energi global. Namun, efektivitas diplomasi ini sangat bergantung pada koordinasi lintas sektor—dari pemerintah hingga swasta.
Dengan tekanan terhadap negara maju yang kian menguat, COP30 berpotensi menjadi titik uji: apakah komitmen pendanaan iklim akhirnya akan diwujudkan, atau kembali sekadar janji di atas kertas.
Baca Juga
-
Ulasan Sweet Disguise, Perjalanan Menguak Korupsi Lewat Penyamaran
-
Satu Pemain Diaspora Gagal Bergabung: Tim Geypens Tak Diizinkan Main di Sea Games 2025
-
Nasib MAMA Awards 2025: Tetap Berlangsung di Tengah Duka Kebakaran Hong Kong
-
Ulasan Novel The Strange Playlist: Ketika Lagu Membawa Pergi ke Masa Lalu
-
Mengaku Duda, Insanul Fahmi Akui Telah Nikah Siri dengan Inara Rusli?
Artikel Terkait
News
-
Bahasa Rahasia Musik: Bagaimana Beat Mengatur Fokus dan Kreativitas
-
Viral! Anak Muda Berbondong Ikut Tren 'Party Jamu' yang sedang Naik Daun
-
Siapa Ira Puspadewi? Eks Dirut ASDP yang Kini Menunggu SK Rehabilitasi
-
Gus Fawait, Politisi Muda Jember yang Tunjukkan Toleransi Lewat Aksi
-
Rumah atau Apartemen? Pertimbangkan Hal Ini Sebelum Pilih Hunian
Terkini
-
Ulasan Sweet Disguise, Perjalanan Menguak Korupsi Lewat Penyamaran
-
Satu Pemain Diaspora Gagal Bergabung: Tim Geypens Tak Diizinkan Main di Sea Games 2025
-
Nasib MAMA Awards 2025: Tetap Berlangsung di Tengah Duka Kebakaran Hong Kong
-
Ulasan Novel The Strange Playlist: Ketika Lagu Membawa Pergi ke Masa Lalu
-
Mengaku Duda, Insanul Fahmi Akui Telah Nikah Siri dengan Inara Rusli?