Komunikasi publik dalam pemilihan umum adalah upaya menyampaikan pesan atau informasi kepemiluan yang penting untuk diketahui penyelenggara pemilu, peserta pemilu, pemilih atau pihak lain, agar tujuan penyelenggaraan pemilu dapat tercapai. Komunikasi publik dalam pemilu ini dimaksudkan agar pemilih menjadi cerdas dan berdaulat.
Dalam pemilu, komunikasi publik bertujuan menyebarluaskan informasi tentang penyelenggara dan penyelenggaraan tahapannya, membangun kesadaran masyarakat tentang pemilu, serta menciptakan situasi yang kondusif sehingga dapat berjalan dengan damai. Komunikasi publik akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap penyelenggara, penyelenggaraan tahapan pemiluan, maupun hasil pemilu.
Demikian disampaikan Arief Budiman, Anggota KPU RI, dalam Webinar “Teknik Komunikasi Publik dalam Pemilu dan Pemilihan” Seri 3 Desa Peduli Pemilu dan Pemilihan (DP3) yang diselenggarakan oleh KPU tanggal 1 Oktober 2021.
Selain Arief Budiman, webinar ini juga menghadirkan narasumber Dr. Dadang Rahmat Hidayat, pakar komunikasi dari Universitas Padjajaran dan Noudhy Valdryno dari Facebook Indonesia. Webinar ini diikuti oleh jajaran KPU provinsi dan KPU Kabupaten/kota, partai politik, LSM dan perguruan tinggi.
Menurut Arief Budiman, komunikasi publik sangat dibutuhkan untuk menyampaikan informasi kepada stakeholder, kader-kader pemilu dan pemilihan maupun masyarakat.
Ada banyak banyak informasi penting yang perlu disampaikan ke publik. Setiap tahapan memiliki informasi yang perlu disampaikan ke publik. Ada informasi yang wajib dan ada yang penunjang. Untuk informasi wajib misalnya, memastikan sudah terdaftar sebagai pemilih, hari dan tanggal pemungutan suara, serta bagaimana memberikan suara yang benar.
Agar informasi pemilu mudah diterima oleh publik, lanjut arief Budiman, perlu sampaikan dengan senyum. Ini strategi komunikasi publik yang paling mudah dan sederhana. Betapa pun penting materi dan substandi yang hendak disampaikan tetapi bila penyampaiannya tidak penuh senyum, biasanya komunikasi tidak berjalan lancar.
Model Komunikasi Publik
Menurut Dandang Rahmat Hidayat, pemberitaan media tentang pemilu banyak berisi hoaks, informasi tentang pemilih dan tingkat partisipasi pemilih yang rendah serta praktik politik uang. Ini tantangan bagi KPU, apalagi bila berhadapan dengan media yang tidak independen.
Dalam membangun komunilasi publik yang efektif, Dadang Rahmat Hidayat memperkenalkan model komunikasi yang linier. Hal yang pertama adalah siapa yang mengirimkan pesan? Apakah orang KPU, sahabat KPU, atau influencer. Pada prinsipnya komunikator harus cakap, kredibel, memiliki kedekatan dengan penerima pesan, serta gaya penyampaiannya penuh antusias dan membangun empati.
Selanjutnya adalah pesan apa yang ingin disampaikan. Pesannya harus benar, jelas, menarik, singkat dan disiapkan dengan baik. Bila informasi yang disampaikan salah, sekalipun akhirnya dikoreksi, tetapi kondisinya tidak bisa kembali seperti semula.
Lebih lanjut adalah media atau jaringan media yang digunakan. Medianya harus kredibel, mudah digunakan dan mudah diakses. Kemudian, siapa yang menerima pesan? Untuk itu perlu kenali sasaran informasinya. Siapa mereka, apa latar belakangnya, ciptakan koneksi dan bangun kedekatan emosional. Terakhir adalah seperti apa dampak atau umpan balik yang diharapkan? Apakah hanya sekedar menyampaikan informasi atau bertujuan melakukan edukasi dan mempengaruhi perilaku.
Hal lain yang tidak boleh dilupakan adalah apa saja hambatan dan tantangan yang akan dihadapi. Termasuk juga, perlunya evaluasi. Sejaumana besarnya anggaran dikeluarkan dengan manfaat penyebaran informasi yang diperoleh.
Komunikasi Publik dengan Media Sosial
Penggunaan media sosial untuk komunikasi publik sangat penting. Menurut Noudhy Valdryno dari Publik Facebook Indonesia, bahwa pada tahun 2021 pengguna handphone di dunia mencapai 3,8 milyard.
Untuk menjadikan media sosial sebagai sarana komunikasi publik. Pertama, perlu diperhatikan kontennya agar menarik. Agar menarik, sajiannya harus menyenangkan, substansial, personal atau autentik.
Kedua, konten harus tepat waktu. Misalnya mendiskusikan topik yang lagi hangat atau berita terbaru. Informasi harus secepatnya disebarkan. Bila informasi disimpan lama maka akan kehilangan momentum.
Pada tahun 2022, lanjut Noudhy Valdryno, diperkirakan isi konten media sosial sebanyak 80% adalah video. Video siaran langsung memiliki interaksi yang lebih tinggi dibanding video rekaman. Facebook live, misalnya, memiliki interaksi tujuh kali lipat dari video rekaman. Satu pesan terakhir, buatlah konten video yang simple dan jangan yang rumit.
Oktavianus Landi, Ketua KPU Sumba Timur
Tag
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Lebaran dan Media Sosial, Medium Silaturahmi di Era Digital
-
Rocky Gerung Bongkar Borok Tim Komunikasi Prabowo: Justru Mendelegitimasi Presiden
-
Lebih Mahal dari Xiaomi 15: Light Phone 3 Sajikan Fitur agar Orang Bisa Pensiun dari Media Sosial
-
Rincian Isi PP Tunas, Aturan Baru Prabowo untuk Batasi Anak Main Medsos
-
Hasan Nasbi Suruh Jurnalis Tempo Masak Kepala Babi, Ustaz Felix Siauw: Gak Ada Adab!
Release
-
Mahasiswa KKN UIN Walisongo Ikut Serta dalam Kegiatan Posyandu
-
Bantu Program Sekolah Kampung, KKN UIN Walisongo Gagas Model Pembelajaran Baru
-
Gowes dan Tanam: Aksi Nyata Menjaga Bumi ala Pencinta Alam UIN Jakarta
-
Ekspor Indonesia Alami Penurunan, Akibat Pandemi Covid-19?
-
Korupsi Merusak Integritas dan Penyelenggaraan Pemilu
Terkini
-
Bikin Gagal Move On! 3 Drama Medis Korea Ini Siap Bikin Kamu Pengen Jadi Dokter!
-
Reuni Lagi, Lee Do Hyun dan Go Min Si Bakal Bintangi Drama Baru Hong Sisters
-
Review Novel 'Entrok': Perjalanan Perempuan dalam Ketidakadilan Sosial
-
Lebaran Usai, Dompet Nangis? Waspada Jebakan Pinjol yang Mengintai!
-
Mark NCT Wujudkan Mimpi Jadi Bintang di Teaser Terbaru Album The Firstfruit