Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Oktavianus Landi
Bimtek Program Anti Korupsi kerja sama KPK dan KPU RI (Dok Pribadi/Oktavianus Landi)

Jajaran KPU tidak lepas dari pusaran kepentingan politik ekonomi. Adanya pengalaman komisoner yang tersandung kasus korupsi, menandakan bahwa pekerjaan sebagai penyelenggara pemilu ternyata rentan korupsi. Hal ini tentunya akan merusak integritas pemilu dan penyelenggara pemilu. 

Bebas korupsi merupakan bagian dari prinsip integritas penyelenggara pemilu. Setiap tahapan pemilu berpotensi terjadi korups,  sehingga berpotensi merusak integritas dan penyelenggaraan pemilu. Karena itu, perlu saling mengingatkan antar sesama komisioner agar tidak terjadi korupsi.

Hal ini disampaikan Sri Budi Eko Wardhani, dosen Ilmu Politik UI dalam Webinar “Program Bimtek Anti Korupsi” Batch III  bagi jajaran KPU Kabupaten/kota pada tanggal 30 September 2021. Kegiatan ini merupakan program kerja sama KPU dan KPK. Bimbingan Teknis (Bimtek) ini menghadirkan narasumber dari unsur KPK dan dan pakar.

Pelaksanaan program ini terbagi dalam enam batch atau kelompok. Dalam batch III kali ini, diikuti oleh Ketua dan Anggota KPU Kabupaten/kota beserta jajaran sekretariatnya dalam wilayah provinsi Jawa Tengah, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

Pemilu Demokratis, Pemilu yang Bebas Korupsi

Pemilu Demokratis adalah Pemilu yang Bebas Korupsi (Dok Pribadi/Oktavianus Landi)

Menurut Sri Budi Eko Wardhani, legitimasi pemilu dapat dirusak oleh adanya mal-administrasi seperti terjadinya kekeliruan dalam penghitungan suara, mencoblos surat suara sisa, penyelenggara pemilu yang tidak netral serta adanya broker kandidat dan terjadinya adanya kasus suap.

Karena itu, upaya pencegahan korupsi dalam tubuh penyelenggara pemilu menjadi elemen penting dalam negara demokrasi. Mengapa demikian? Karena salah satu standar pemilu yang demokratis adalah pelaksanaan pemilu bebas yang dari praktek korupsi.

Dalam kesempatan yang sama, David Sepriwasa dari Direktorat Peran Serta Masyarakat KPK, menyampaikan bahwa kasus korupsi dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Pertama, gratifikasi. Kasus gratifikasi berhubungan dengan jabatan, bersifat menanam budi dan tentunya ini tidak membutuhkan kesepakatan.

Kedua, suap. Kasus suap didasari dengan adanya kesepakatan serta dilakukan secara rahasia dan tertutup. Ketiga, pemerasan. Kasus pemerasan terjadi berupa permintaan sepihak dari penerima dan bersifat memaksa.      

Lebih lanjut, David Sepriyasa menjelaskan bahwa praktek politik yang mahal dalam pemilu dan pilkada seperti mahar, politik uang, modal calon yang terbatas sehingga perlu sponsor,  kebutuhan dana kampanye  dan akomodasi yang besar dan ditambah kondisi masyarakat yang belum melek hukum, tentunya berpotensi terjadinya korupsi dalam penyelenggaraan pemilu.

Bila ini terjadi, maka akan berpengaruh pada netralitas dan kinerja keputusan penyelenggara pemilu. Pada akhirnya berdampak pada integritas pemilu dan penyelenggara pemilu. 

Bimtek Anti Korupsi selanjutnya akan dilanjutkan untuk Batch IV hingga Bacth VI, masing-masing pada tanggal 5, 6 dan 7  Oktober 2021. Pelaksanaan Bimtek Anti Korupsi ini, selain menggunakan zoom meeting juga disiarkan secara langsung melalui kanal youtube KPU RI.* 

* Oktavianus Landi, Ketua KPU Kabupaten Sumba Timur 

Oktavianus Landi