Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Monica Rini
Pembelajaran di sekolah (Doc/Monicaarini)

Indonesia merupakan negara yang amat kaya akan budaya dan adat istiadat. Salah satu kekayaan Indonesia dapat dilihat dari keragaman bahasa daerahnya. Bahasa daerah merupakan salah satu warisan yang perlu dijaga dan dilestarikan.

Berdasarkan data UNESCO, dalam 30 tahun terakhir terdapat 200 bahasa daerah di dunia yang punah. Di Indonesia terdapat sekitar 718 bahasa daerah tetapi banyak yang kondisinya terancam punah dan kritis. Adapun penyebab bahasa daerah yang punah adalah penutur yang tidak lagi menggunakannya dan tidak mewariskan pada generasi berikutnya. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi berupaya untuk  menggalakan revitalisasi bahasa daerah berbasis sekolah dan komunitas guna merespons kondisi kritis bahasa daerah saat ini. 

Peran pemerintah dalam merevitalisasi bahasa daerah ini merupakan langkah yang baik untuk melestarikan keragaman dan kekayaan milik Indonesia. Pada tahun 2022, sebanyak 38 bahasa daerah akan menjadi objek revitalisasi. Adapun sasaran revitalisasi ini mencakup 1.491 komunitas/pegiat, 29.370 guru, 17.955  kepala sekolah, dan pengawas sebanyak 1.175 orang. Adapun sasaran peserta didik pada program revitalisasi bahasa daerah ini meliputi 1.563.720 siswa pada 15.236 sekolah di seluruh wilayah Indonesia. 

Tujuan revitalisasi bahasa daerah meliputi, para penutur muda yang akan menjadi penutur aktif bahasa daerah dan mempelajarinya dengan sukacita melalui berbagai media yang menjadi pilihannya. Selain itu, program ini bertujuan untuk menjaga kelangsungan hidup bahasa dan sastra daerah, serta membuka ruang bagi kreativitas dan kemerdekaan para penutur dalam mempertahankan bahasa daerahnya. Adapun tujuan itu akan bermuara pada penemuan fungsi dan ranah baru dari bahasa dan sastra daerah. 

Sebagai calon tenaga pendidik, saya memandang langkah merevitalisasi bahasa daerah merupakan upaya yang baik dan perlu diwujudkan. Keragaman bahasa daerah merupakan suatu keunikan dan bukan sebagai bentuk perbedaan yang memecah belah, melainkan kekuatan bagi bangsa Indonesia untuk bersatu.

Hal ini sejalan dengan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” yang memiliki arti walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Sudah semestinya semboyan ini mengakar, bertumbuh, dan berbuah dalam kehidupan masyarakat Indonesia melalui pengaplikasian dan wujud yang konkret. Kesadaran akan keragaman ini juga sangat penting. Tanggung jawab untuk melestarikan budaya, termasuk bahasa merupakan tugas bersama. Tugas ini tidak semata-mata dibebankan pada pemerintah, institusi pendidikan, tenaga pendidik, dan pegiat budaya saja. 

Dalam ranah pendidikan, guru sebagai salah satu sasaran revitalisasi bahasa daerah melalui program yang dicanangkan pemerintah perlu untuk memperoleh pelatihan (training), khususnya bagi guru-guru bahasa daerah. Di samping itu, guru juga perlu untuk meningkatkan inovasi, kreativitas, serta fleksibilitas dalam pembelajaran yang aktif dan berorientasi pada siswa. Pengadaan bengkel bahasa dan sastra juga dapat menjadi solusi untuk meningkatkan penutur bahasa daerah sekaligus mewariskannya melalui pembelajaran yang bermakna.

Eksistensi bahasa daerah saat ini kian terancam di tengah krisis penutur yang tidak lagi menggunakannya dan mewariskan pada generasi berikutnya. Tanggung jawab untuk melestarikan bahasa daerah merupakan tugas bersama. Pemberian ruang bagi kreativitas dan kemerdekaan untuk para penutur merupakan langkah untuk memastikan bahasa daerah tetap eksis bahkan bermuara pada tujuan berupa penemuan ranah baru dan fungsi bahasa daerah serta sastra daerah. 

Monica Rini