Pernahkah Anda berpikir, secangkir kopi premium yang Anda nikmati pagi ini punya andil dalam menjaga kelestarian hutan dan memberdayakan komunitas di pelosok negeri? Inilah narasi kuat yang mengemuka dalam Festival Perhutanan Sosial Nasional (Pesona) 2025, sebuah perhelatan akbar yang digelar di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, Rabu (20/8/2025).
Bukan sekadar pameran, acara yang dihelat Kementerian Kehutanan ini menjadi panggung strategis bagi hasil hutan bukan kayu (HHBK), yang kini menjadi motor penggerak ekonomi masyarakat di sekitar kawasan hutan lindung. Festival ini membuktikan secara konkret bahwa konservasi dan kesejahteraan bisa berjalan beriringan, mengubah area yang rentan konflik menjadi pusat pertumbuhan ekonomi hijau.
Jika dulu hutan negara kerap dianggap sebagai 'benteng' yang terlarang bagi masyarakat sekitar, kini konsepnya berbalik. Perhutanan sosial membuka akses legal bagi masyarakat untuk turut mengelola dan memetik manfaat dari hutan secara lestari. Hasilnya bukan hanya komoditas, tetapi juga lahirnya rasa memiliki dan tanggung jawab kolektif untuk menjaga aset alam yang tak ternilai.
Acara ini dirancang sebagai jembatan yang menghubungkan para petani yang tergabung dalam Kelompok Usaha Pertanian Sosial (KUPS) dengan para calon pembeli (offtaker) potensial. Lebih dari itu, ini adalah ajang untuk membangun ekosistem bisnis yang berkelanjutan, di mana semua pemangku kepentingan dapat bersinergi.
Direktur Pengembangan Usaha Perhutanan Sosial, Catur Endah Prasetiani Pamungkas, menggarisbawahi peran krusial lembaga nonpemerintah dalam membesarkan para petani kopi skala UMKM. Salah satu yang ia sebut adalah Global Environment Facility Small Grants Programme (GEF SGP) Indonesia, yang terbukti menjadi mitra andal di lapangan.
Menurut Catur Endah, model pendampingan ideal membutuhkan kolaborasi solid. “Dalam mendampingi kelompok perhutanan sosial perlu sinergi kolaborasi, tidak hanya antar kementerian, namun juga dengan lembaga dan pemerintah daerah,” ujarnya.
Ketahanan Pangan dan Kesejahteraan Petani Kopi
Lalu, bagaimana cara menjaga semangat petani agar tak hanya menanam, tapi juga merawat ekosistem? Koordinator Nasional GEF SGP Indonesia, Sidi Rana Menggala, membeberkan formulanya saat menjadi narasumber temu usaha.
GEF SGP Indonesia merupakan salah satu lembaga yang dinilai turut membesarkan petani kopi tingkat lokal. Sidi Rana Menggala mengakui lembaganya memang tidak sebesar lembaga dunia lainnya. Tapi, Sidi mengatakan hingga kini hanya GEF SGP Indonesia yang bertahan.
“Lembaga lain yang memberi donor itu udah pada stop, cuma kami dari tahun 1993 sampai sekarang bertahan. Tahun depan Insha Allah kami (bekerja sama) dengan FAO, sudah berkomitmen karena sama-sama Lembaga dari PBB, dan anggarannya juga bertambah jadi 7 juta USD,” ujar Sidi.
“Jadi itu menjadi komitmen kami untuk perhutanan sosial, apapun bentuknya, di mana menjadi motto kami adalah 'let there be food' jadi 'cukupkanlah pangan'. Inilah yang menjadi portofolio kami… berfokus pada biodiversitas, termasuk hasil pangan dan komoditas yang ada di kawasan perhutanan sosial yang harus relevan dengan konservasi."
Sidi juga mengungkap cara mempertahankan minat petani binaan merawat pohon kopi dengan mendapatkan kontrak bertani dari pembeli.Dengan terserapnya, hasil panen petani di harga stabil, pembeli bisa memberikan kepastian finansial menjadi pelanggan setia dan memberikan insentif bagi petani agar menjaga kesehatan pohon demi mendapatkan hasil panen baik.
Ilmuwan bioteknologi tersebut mengatakan berbagai proyek yang tersebar seantero Indonesia serta didukung oleh GEF SGP Indonesia menggambarkan bagaimana perhutanan sosial bisa memberdayakan masyarakat sekitar.
“Sebagai contoh, di Jawa dan Sulawesi, kelompok-kelompok lokal telah merevitalisasi lahan hutan yang terdegradasi sambil mengembangkan mata pencaharian ramah lingkungan yang mengurangi ketergantungan pada praktik penebangan yang merusak,” ujar Sidi.
Dalam pemaparannya, Sidi juga menceritakan tentang program GEF SGP Indonesia yang fokus terhadap pemeliharaan ekosistem di daerah aliran sungai, terutama terkait peningkatan ekonomi melalui kopi lestari, kesejahteraan warga serta pemberdayaan perempuan di wilayah tersebut. Dua wilayah tersebut yakni Daerah Aliran Sungai (DAS) Bodri dan DAS Balantieng.
Di DAS Bodri, misalnya, fokus ke wilayah Temanggung, Kendal dan Wonosobo, Jawa Tengah. Ada sekitar 481 hektare lahan pertanian kopi Robusta, Arabika hingga Liberica yang diampu 8 kelompok tani bagian dari program GEF SGP Indonesia Tak hanya itu, program itu juga berhasil meningkatkan partisipasi 608 perempuan di wilayah tersebut.
Sementara di DAS Balantieng, fokus area program berada di wilayah Bulukumba dan Sinjai, Sulawesi Selatan. Ada dua jenis kopi, yakni Arabica dan Robusta, yang ditanam 283 hektare lahan dengan melibatkan 2 kelompok tani. Program tersebut berhasil meningkatkan partisipasi 176 perempuan di wilayah tersebut.
"Ini juga yang menjadi esensial bagi kami. Kami menyadari bahwa kami sebagai GEF SGP tidak bisa bekerja sendiri. Dalam program, kami bekerja dengan mitra-mitra di tingkat lapak. Saat ini kami bekerja dengan lebih dari 70 mitra, di mana tiap mitra kami memberikan terbesar sampai 60 ribu dolar," tutur Sidi.
Bukan Cuma Sertifikasi, Cerita Itu Mahal
Di tengah geliat ini, Sekretaris Jenderal Specialty Coffee Association of Indonesia (SCAI), Gusti Laksamana, memberikan perspektif menarik. Menurutnya, untuk memikat pembeli kelas atas, sertifikasi saja tidak cukup. Ada elemen magis lain yang sangat menentukan: narasi.
Pesan Gusti ini sangat relevan di era konsumen cerdas saat ini. Pembeli kopi spesialti, baik di dalam maupun luar negeri, tidak lagi hanya membeli produk; mereka membeli cerita, etika, dan dampak. Kemampuan petani untuk menarasikan keunikan lahan (terroir), proses pascapanen yang cermat, dan dampak sosial dari usaha mereka menjadi pembeda utama di pasar yang kompetitif.
“Untuk itu, saya mengingatkan petani untuk jujur dalam mengemas kualitas kopi yang dikirim, baik ke kompetisi maupun ke pembeli,” ujar Gusti Laksmana.
Nasihat praktis juga datang dari eksportir, Yan Razif, yang menyoroti pentingnya proses pascapanen. Ia mengimbau agar petani menjaga profesionalisme hingga ke detail terkecil, seperti menempatkan mesin pengolahan di ruangan yang bersih dan tertutup layaknya fasilitas manufaktur modern. Tujuannya sederhana: menjaga kualitas mesin dan, tentu saja, kualitas akhir biji kopi.
Festival Pesona 2025 sendiri, yang mengusung tema “Merawat Hutan, Mewariskan Harapan,” berlangsung pada 20–22 Agustus 2025. Selain seminar dan temu bisnis, acara ini juga menghadirkan sesi cupping kopi. Ini adalah momen krusial di mana seluruh narasi—mulai dari lereng gunung, kerja keras petani, hingga proses pengolahan yang teliti—bermuara pada satu titik: cita rasa di ujung lidah.
Pada akhirnya, festival ini mengingatkan kita bahwa setiap seruputan kopi berkualitas adalah bentuk dukungan nyata. Sebuah pilihan konsumen yang tidak hanya memuaskan selera, tetapi juga merawat hutan dan mewariskan harapan untuk masa depan.
Tidak tanggung-tanggung, acara tersebut juga dihadiri sebanyak 20 Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) dari seluruh Indonesia yang berfokus pada agroforestri kopi, para pembuat keputusan jaringan gerai kopi nasional, pegiat perhutanan sosial, perwakilan masyarakat adat, hingga perwakilan dari Kementerian Koperasi dan Kementerian Perdagangan.
Baca Juga
-
Teaser Film Ballad of a Small Player: Colin Farrell Jadi Penjudi Kelas Atas
-
Sengit! Marc Marquez Prediksi Tak Mudah Meraih Kemenangan di GP Hungaria
-
Cocok untuk Daily, Intip Tren Pool Lips dengan Tampilan Glossy
-
Tunjangan 50 Juta: DPR Tinggal di Rumah Rakyat atau Istana Pajak?
-
5 Alasan Wajib Nonton Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba Infinity Castle Part 1
Artikel Terkait
-
Kenapa Minum Kopi Hitam Lebih Baik dari Kopi Gula Aren dan Latte? Ini Penjelasan Dokter
-
4 Kreasi Kopi Ala Korea yang Lagi Tren, Wajib Coba!
-
Kumpulan Promo Kopi Edisi HUT Ke-80 RI, Diskon Besar-besaran di Agustus 2025!
-
Promo JSM Indomaret Spesial 17 Agustus 2025, Diskon Kemerdekaan Rp8.000 Saja
-
PK Jessica Wongso Ditolak Lagi! Babak Akhir Kasus Kopi Sianida?
Rona
-
Mengompos: Healing Buat Manusia Yang Patah Hati, Healing Buat Bumi
-
Dari Imajinasi ke Aksi: Menghidupkan Pesan Kapal Apung Melalui Cerita
-
Merdeka untuk Bumi: Suara Anak Muda Menjaga Lingkungan di usia 80 Tahun RI
-
Suara Kritis untuk Omnibus Law: Di Balik Janji Manis Ada Kemunduran Hijau
-
Dari Hutan hingga Laut, Bagaimana Kekayaan Biodiversitas Bisa Jadi Sumber Ekonomi Berkelanjutan?
Terkini
-
Teaser Film Ballad of a Small Player: Colin Farrell Jadi Penjudi Kelas Atas
-
Sengit! Marc Marquez Prediksi Tak Mudah Meraih Kemenangan di GP Hungaria
-
Cocok untuk Daily, Intip Tren Pool Lips dengan Tampilan Glossy
-
Tunjangan 50 Juta: DPR Tinggal di Rumah Rakyat atau Istana Pajak?
-
5 Alasan Wajib Nonton Demon Slayer: Kimetsu no Yaiba Infinity Castle Part 1