Buku Ojung yang ditulis oleh Edi AH Iyubenu ini merupakan kumpulan cerita pendek. Menurut saya, cerita-cerita dalam buku ini bukanlah bualan atau imajinasi belaka, namun ditulis oleh si pengarang berdasarkan pengalaman, baik pengalaman pribadi atau barangkali pengalaman orang lain yang ia dengar dan cermati.
Tetapi, ada pula pengalaman yang ia lihat atau dengar ditambah dengan imajinasi sebagai bumbu cerita, yang kemudian diolah dengan daya kreativitas pengarang sehingga menjadi sebentuk cerita pendek, atau yang lazim diakronimkan menjadi cerpen.
Ojung yang dijadikan judul utama antologi ini merupakan budaya, tradisi, dan upacara tradisional di Madura. Jika kemarau panjang melanda, kebutuhan air tidak memadai, maka jalan kearifan lokalnya adalah melaksanakan upacara Ojung, yaitu meminta kepada Tuhan agar diturunkan hujan.
Tetapi, budaya dan tradisi ini sekarang sudah mulai terkikis. Tinggal puing sejarah yang diwariskan dari mulut ke mulut.
Cerpen Ojung berkisah tentang upacara memanggil hujan, tradisi yang sering dilakukan di berbagai daerah, dengan beragam nama.
Bedanya, kali ini Edi AH Iyubenu menampilkannya di tengah-tengah perumahan elit metropolitan Jakarta. Di sini ia menyuguhkan kekontrasan, betapa orang-orang modern yang terbiasa ber-AC masih juga mempercayai tradisi semmacam itu.
Si tokoh utama, Iyon, terobsesi untuk mementaskan Ojung karena hujan yang ditunggu-tunggu oleh seluruh warga tidak kunjung datang.
Awalnya, ia sekadar unjuk kebolehan di depan anak lelaki kembarnya bahwa ia bisa mendatangkan hujan. Namun, tidak disangka, keinginannya itu berakhir dengan mengenaskan.
Hal yang menarik dari cerpen ini adalah imajinasi dan kemampuan penulis dalam berkisah secara detail. Seakan kejadian itu terhampar di depan mata. Dengan ini, bagi saya Edi AH Iyubenu menunjukkan teknik bercerita yang bagus dan bahasa yang menarik.
Cerpen lain yang terdapat dalam antologi ini berjudul Izrail pun Menangis. Cerpen ini mengisahkan sebuah keluarga yang kehilangan ayah sebagai tokoh yang paling dicintainya.
Sang ayah sebenarnya sudah siap kembali ke hadirat Allah, namun si ibu dan anak-anak merasa sangat keberatan ditinggal ayah.
Kemudian, terjadilah perdebatan alot antara si ibu dengan Izrail yang datang untuk mencabut nyawa. Ibu menuduh Izrail sebagai tukang bunuh yang tidak punya perasaan.
Izrail pun menjelaskan bahwa dirinya hanya menjalankan tugas, dan ia meminta maaf atas tugasnya itu.
Baca Juga
-
Berani Menceritakan Kembali Hasil Bacaan dalam Buku Festival Buku Favorit
-
Kisah Haru Para Pendidik Demi Mencerdaskan Generasi Bangsa dalam Guru Cinta
-
Nissa Sabyan dan Ayus Resmi Menikah Sejak Juli 2024, Mahar Emas 3 Gram dan Uang 200 Ribu
-
Ulasan Buku Ikan Selais dan Kuah Batu: Kisah Persahabatan Manusia dan Ikan
-
Akibat Tidak Mau Mendengarkan Nasihat dalam Buku Rumah Tua di dalam Hutan
Artikel Terkait
-
Melihat Perjalanan Perupa Korsel Hyun Nahm di Indonesia Lewat Pameran Kawah Ojol
-
Sampang Mencekam: Konflik Pilkada Renggut Nyawa Pendukung Calon Bupati
-
Polisi Ungkap Motif Carok Maut di Sampang Madura, Berawal dari Ribut Dua Kubu Kiai
-
Hasil BRI Liga 1: Arema Sikat MU dalam Drama 6 Gol, Malut Hancurkan Persis Solo 3-0
-
Destinasi Liburan Akhir Tahun, Menikmati Tradisi Natal di 3 Negara Asia
Rona
-
Tantangan Pandam Adiwastra Janaloka dalam Memasarkan Batik Nitik Yogyakarta
-
Mengenal Pegon, Kendaraan Tradisional Mirip Pedati yang Ada di Ambulu Jember
-
Fesyen Adaptif: Inovasi Inklusif di Dunia Mode untuk Penyandang Disabilitas
-
KILAS dan Edukasi G-3R di Cimenyan: Membangun Kesadaran Pengelolaan Sampah
-
Vera Utami: Pionir Inklusivitas Pakaian Adaptif bagi Penyandang Disabilitas
Terkini
-
Ulasan Buku Tahu Gak Tahu, Bahas Fenomena Sosial Lewat Ilustrasi yang Unik
-
Piknik Bersama Maut: Film Pendek yang Ajarkan Pentingnya Menikmati Hidup
-
3 Varian Serum dari Bio Beauty Lab, Ampuh Atasi Kulit Kusam hingga Penuaan
-
Wapres Minta Sistem Zonasi Dihapuskan, Apa Tanggapan Masyarakat?
-
Review Film River, Terjebak dalam Pusaran Waktu