Scroll untuk membaca artikel
Candra Kartiko | Niam At Majha
Buku Seperti Memakai Kacamata Yang Salah ( Dok. Pribadi/niamatmajha)

Membaca perempuan dalam gerakan radikal menunjukkan perempuan sebagai agensi terjadinya radikalisme, ekstremisme, dan sampai pada aksi bom bunuh diri. Merupakan menggunakan kaca mata yang salah dalam buku karya Lies Marcoes menjelasakan dengan detail perihal gender dan lainnya.

Perempuan, tentunya banyak sekali perspektif yang disematkan. Mulai dari 'macak, masak, dan manak'. Hal ini tentunya sangat lumrah di kehidupan masyarakat. Selain itu perempuan juga dipandang lemah dan tidak memiliki kekuatan sepertihalnya laki-laki. Sehingga dari situ, perempuan dinilai tidak sepadan dengan laki-laki.

Karena dalam kodratnya perempuan memang ditakdirkan sebagai pendamping suami dalam berumahtangga, tetapi dalam analisis gender ada beberapa ranah perempuan juga bisa menjadi leader atau juga bisa meniti pekerjaan sepertihalnya kaum laki-laki. 

Oleh karena itu, dalam ranah analisis gender yang dipopulerkan oleh Mansur Fakih dalam bukunya Analisis Gender dan Transformasi Sosial menyinggung tentang ketidakadilan dalam peran. 

Lies Marcoes menjelaskan perempuan sering memainkan peran pendukung yang sangat aktif dalam gerakan ekstremisme. Mereka menjadi teman setia bagi para suami dan mendukungnya sebisa mungkin. Mereka mendidik anak-anak mereka dengan pemahaman-pemahaman radikal. Mereka membatasi diri di rumah, memandang ruang publik merupakan fitnah bagi perempuan.

Namun sejatinya, mereka mengadopsi cara hidup yang demikian itu dipahami sebagai bentuk jihad. Mereka secara sadar mencari kehidupan semacam itu. Dan kasus bom bunuh diri di Surabaya menunjukkan bagaimana perempuan telah melangkah lebih jauh, yakni terlibat dalam tindakan kekerasan. (Hlm 15).

Di beberapa negara, sejumlah remaja perempuan hilang dengan sebab yang mengejutkan. Mereka ditengari bergabung dengan kelompok teroris berlatar ideologi agama, seperti ISIS. Di Inggris, tiga remaja perempuan minggat ke Suriah melalui Turki. Di Indonesia, satu keluarga yang berisi perempuan hamil, anak balita, dan bayi menyelinap keluar dari rombongan di Turki dan diduga hendak ke Suriah.

Belakangan seorang mahasiswi fakultas farmasi asal Demak raib dan diduga ikut laki-laki beristri yang konon pernah ditangkap Densus 88 di solo. Mereka berhijrah ke Suriah. Satu remaja perempuan dari Jawa Barat serta keluarga dengan anak satu dari Priangan Timur juga ikut masuk dalam catatan. 

Pertanyaannya mengapa perempuan ikut-ikutan kelompok radikal? Analisis tentang gerakan dan jaringan radikal jarang melihat keterkaitan itu. Kalaupun ada, analisisnya cenderung simplistis. Misalnya, remaja perempuan kepincut laki-laki ganteng yang mengajaknya menjadi bidadari dunia-akhirat. Namun, pastilah tak sederhana itu.

Sebab, alasan lebih substantif sebetulnya bisa didalami, misalnya dengan melihat posisi perempuan dalam struktur masyarakat patriarki dan hasrat luhur mereka yang ingin mewujudkan tatanan sosial dan negara ideal yang dilandasi hukum tuhan, yang biasa disalurkannya lewat keterlibatan dalam gerakan radikal. (Hlm 57)

Selain beranak-pinak, perempuan dalam kelompok radikal juga ingin mendapatkan posisi sosial yang tinggi di kelompoknya. Pertama-tama tentu itu bisa terwujud jika ia dipilih sebagai istri atau salah satu istri pimpinan kelompok. 

Kedua, mereka mampu menjadi penafsir gagasan abstrak ke dalam aksi yang konkret. Ketrampilan mereka dalam berbagai bidang, misalnya teknologi informasi, bahasa, intelejen, mata-mata, pembobolan internet banking, atau kemampuan merakit bom yang mengagumkan menjadi alasan penting bagi perempuan muda bergabung dalam gerakan radikal. 

Buku ini akan mendorong kita ke arah pemahaman yang lebih mendalam tentang keterlibatan perempuan dalam gerakan ekstremisme Islam, dan juga akan membantu kita dalam melihat bagaimana dinamika gerakan kegamaan ekstremis berbasis gender mengalami perubahan dan perkembangan.

Buku ini memberikan kontribusi penting dalam diskursus tentang ekstremisme Islam. Karya ini menunjukkan pentingnya analisis yang mengedepankan pemahaman, praktik, dan harapan bagaimana seharusnya menjadi laki-laki dan perempuan dalam perspektif Islam sebagaimana yang mereka pahami. 

Niam At Majha