Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Rozi Rista Aga Zidna
Buku Dongeng Pendek tentang Kota-kota dalam Kepala (Dok. Pribadi/Fathorrozi)

Hati-hati menjaga mulut, sebab mulutmu adalah harimaumu. Begitulah pesan yang hendak disampaikan oleh Mashdar Zainal dalam salah satu cerpen yang terhimpun dalam buku kumpulan cerpen Dongeng Pendek Tentang Kota-kota dalam Kepala ini. Cerpen yang dimaksud bertajuk Perempuan yang Menjahit Bibirnya Sendiri. 

Adalah seorang perempuan yang duduk tenang sambil menyulam bibirnya sendiri. Dengan bantuan tangannya, ia menusukkan jarum ke bibirnya, lalu menariknya lagi jarum itu secara perlahan. Sulaman tersebut terlihat sangat rapi. Tak ada darah mengalir dari bibirnya. Tidak pula luka.

Apakah alasan perempuan itu menjahit bibirnya? Lantaran bibirnya telah mencelakakan banyak orang, termasuk keluarga tercintanya. Bibirnya menjadi sumber petaka. Setiap orang yang ia temui, akan ia ajak bicara. Bicara tentang apa saja hingga berbusa-busa. Tak hanya itu, sebab bibirnya mengeluarkan bau yang sangat tidak sedap.

Saking baunya mulut perempuan itu, hingga satu persatu orang yang diajak bicara selalu menutup hidungnya. Kata sebagian orang yang selalu menghindar darinya mengatakan bahwa setiap ucapan yang keluar dari mulutnya tidak hanya bau, tapi juga beracun yang bisa membunuh siapa saja.

Bapaknya ditemukan tewas terperosok ke dalam jurang dengan tubuh penuh luka sayatan, gara-gara mulut perempuan itu. Ia membujuk bapaknya untuk berburu ke hutan malam-malam. Ia yakinkan bapaknya bahwa di malam hari semua binatang yang bersembunyi akan keluar dari sarangnya, jadi bisa dengan mudah bapaknya menangkap binatang itu. 

Beberapa bulan setelah itu, ibunya yang seorang penjual daging juga ditemukan tewas dengan beberapa luka tusukan di tubuhnya. Ibunya itu telah menjadi korban perampokan, terbukti barang-barang dan perhiasan yang dibawa ibunya turut raib.

Kematian ibunya itu pun juga sebab mulut perempuan itu. Perempuan tersebut pernah berkoar pada banyak orang bahwa ibunya sangat pelit. Ia minta uang tapi tidak dikasih, padahal uang dan perhiasannya sangat banyak.

Sempat pula, perempuan itu mengungkap kebiasaan ibunya yang suka menyembunyikan jutaan uang dan perhiasan di dompet butut yang selalu ia bawa ke mana ia pergi.

Cerpen ini menasihati kita agar berhati-hati dengan mulut saat berucap. Ucapan itu bisa menyelamatkan, namun bisa pula menjerumuskan. Ucapan yang tidak terjaga sehingga membekaskan luka di hati lawan bicara, akan berakhir dengan ancaman dan dendam.

Namun, jika yang keluar dari mulut kita adalah ucapan yang mendamaikan dan meneduhkan, maka akan banyak orang yang mendekat, menyukai dan menyayangi.

Rozi Rista Aga Zidna