Dengan menikah, bukan berarti kita dapat langsung meraih kebahagiaan tanpa memperjuangkannya. Akan selalu ada tantangan dan masalah yang muncul, seromantis apapun hubungan kita dengan pasangan.
Salah satu masalah yang sering memicu terjadinya pertengkaran dalam rumah tangga adalah sifat egoistis, yaitu masing-masing pasangan (suami atau istri) selalu ingin menang dalam pertengkaran tersebut. Memang, adakalanya pasangan kita mengakui kesalahan yang diperbuat. Namun, yang jadi sumber masalah adalah ketika pasangan enggan disalahkan atau dipermalukan sehingga pasangan cenderung bertahan dengan argumennya.
Dalam buku Psikologi Pasangan dijelaskan bahwa salah satu sumber konflik pasangan suami istri adalah karakter personal. Hal ini biasanya di picu karena berasal dari latar belakang keluarga yang berbeda. Oleh sebab itu, pola asuh dan pendidikan akhlak sangat berpengaruh terhadap persoalan ini. Pasangan yang didik dengan over protective akan sangat sulit untuk mengakui kesalahan dan menerima masukan dari pasangannya.
Tidak jarang, kita menemukan orang tua atau mertua yang masih mencampuri urusan rumah tangga anaknya, dan kemudian membenarkan atau membela perilaku sang anak. Padahal, penilaian orang tua terhadap perilaku sang anak seringkali subjektif dan belum tentu benar.
Maka, jika kita memiliki pasangan yang memiliki sifat ingin menang sendiri, yang kita perlukan adalah kita perlu berkomunikasi secara efektif. Yaitu jenis komunikasi yang membuat pasangan kita bisa menerima kenyataan dan berani mengakui kesalahannya. Tentunya harus lakukan dengan cara yang santun, dan lembut agar hatinya tergugah untuk berubah menjadi pribadi yang kita harapkan. Bersikaplah tenang, jangan mudah tersulut emosi jika mendadak pasangan tidak terima dengan apa yang kita sampaikan.
Jangan coba-coba untuk membalas sikap egios pasangan dengan cara yang sama, pembalasan hanya akan menambah konflik baru. Carilah waktu yang tepat untuk bicara. Jangan hanya berfokus pada kelemahan yang dimiliki pasangan, kita juga harus lebih fokus pada kelebihannya. Dari buku ini kita dapat mempelajari bahwa tujuan menikah adalah untuk meningkatkan iman dan takwa. Diharapkan, dengan menikah akhlak atau perilaku kita menjadi lebih baik, dan makin dekat dengan Tuhannya. Semoga bermanfaat.
Baca Juga
-
4 Bank yang Menawarkan Keuntungan dengan Produk Paylater
-
7 Pelajaran Berharga untuk Hindari Jeratan Pinjol, Belajar dari Kasus Bedu
-
8 Cara Menghindari Penghapusan Akun Gmail oleh Google
-
Ulasan Buku Effortless, Karena Tak Semua Harus Sesulit Itu: Tetap Produktif Tanpa Stres
-
Trik Jitu Mahasiswa: Kuasai Statistik dengan 6 Metode Efektif!
Artikel Terkait
-
Ulasan Buku 'I DO', Siapkan Pernikahan dan Putus Rantai Trauma Keluarga
-
Rahasia Kebahagiaan dalam Buku 'Hidup Damai Tanpa Berpikir Berlebihan'
-
Ulasan Novel The Name of The Game: Membongkar Topeng Toxic Masculinity
-
Jawaban Pertanyaan Hidup di Buku Ketika Aku Tak Tahu Apa yang Aku Inginkan
-
Selamat! Ailee dan Choi Si Hun Umumkan Tanggal Pernikahan
Ulasan
-
Ulasan Buku 'I DO', Siapkan Pernikahan dan Putus Rantai Trauma Keluarga
-
Ulasan Novel Lotus in The Mud: Ketika Harus Berjuang di Tengah Tekanan
-
Rahasia Kebahagiaan dalam Buku 'Hidup Damai Tanpa Berpikir Berlebihan'
-
Ulasan Film Time Cut: Kembali ke Masa Lalu untuk Gagalkan Pembunuhan
-
Ulasan Novel The Name of The Game: Membongkar Topeng Toxic Masculinity
Terkini
-
WayV Ajak Kita untuk Bersemangat Maju ke Depan Lewat Lagu Baru 'High Five'
-
Sinopsis Umi no Chinmoku, Film Jepang yang Dibintangi Masahiro Motoki
-
Tantangan Pandam Adiwastra Janaloka dalam Memasarkan Batik Nitik Yogyakarta
-
Yuk, Kenalan dengan Big Ocean: Grup K-pop Pertama yang Anggotanya Tunarungu
-
Jadi Ajang Pembuktian, Ini Kata Shin Tae-yong soal Bentrok Lawan Arab Saudi