Pada masa pasca proklamasi Kemerdekaan Indonesia, kondisi dalam negeri republik kala itu masih dianggap belum stabil dan kondusif. Hal inilah yang membuat pihak sekutu khususnya Belanda ingin kembali menguasai bumi pertiwi. Pada kurun waktu 1945-1949, pihak militer Belanda gencar melakukan serangan terhadap lokasi-lokasi yang disinyalir menjadi basis kekuatan tentara Indonesia kala itu. Belanda menggunakan serangan udara skala besar karena sadar mereka memiliki keunggulan kekuatan udara dibandingkan dengan Indonesia.
Pada masa tersebut mungkin pesawat tempur Belanda yang paling familiar digunakan adalah P-51 “Mustang”. Pesawat ini memang cukup populer digunakan pada masa era perang dunia ke-2 hingga beberapa konflik setelah perang termasuk di Indonesia. Akan tetapi, ternyata ada satu pesawat tempur lain yang juga memiliki kisah di Indonesia pada era revolusi. Pesawat tersebut yakni P-40 “Warhawk” atau yang juga dijuluki “Kittyhawak”. Seperti apakah rekam jejak pesawat tersebut di Indonesia ? simak ulasan ringkasnya berikut ini.
1. Mulai Digunakan Sebelum Konflik Dengan Indonesia
Pesawat buatan Amerika Serikat ini sejatinya merupakan pendahulu dari P-51 “Mustang” yang dominan digunakan oleh banyak negara sekutu kala itu. meskipun P-51 sudah mulai dioperasikan oleh banyak negara menjelang akhir perang dunia ke-2, akan tetapi hal tersebut tidak mengesampingkan penggunaan P-40 di negara lain karena jumlahnya yang terbilang banyak saat itu. Salah satu pihak yang mengoperasikan P-40 adalah Angkatan bersenjata Hindia-Belanda.
Dilansir dari situs p40warhawk.com, pihak militer Hindia-Belanda menerima beberapa unit P-40 yang sejatinya digunakan untuk melawan Jepang pada tahun 1943-1945. Saat itu pemerintah Hindia-Belanda berhasil dilumpuhkan dan sebagian mengungsi ke Australia. Di sinilah angkatan bersejata Hindia-Belanda (KNIL) membentuk skaudron udara yang dikenal dengan nama No. 120 (Netherlands East Indies) Squadron. Mereka kemudian mendapatkan pelatihan dan diperkuat dengan P-40 guna melawan pendudukan Jepang kala itu yang diprediksi akan menyerang Australia dan Selandia baru.
2. Digunakan Selama Agresi Belanda I dan II
Selepas mundurnya Jepang dari Indonesia pasca kalahnya mereka di perang dunia II, pihak Belanda kemudian mulai memasuki kembali Indonesia yang kala itu telah mendeklarasikan kemerdekaan. Kedatangan Belanda sontak mendapatkan dari pihak Indonesia dan terjadilah beragam pertempuran. Salah satu operasi militer yang dilakukan oleh militer Belanda guna mematikan kekuatan militer Indonesia adalah Agresi militer I dan Agresi militer II.
BACA JUGA: Usai Remehkan Zidane, Presiden Federasi Sepak Bola Prancis Noel Le Graet Mundur
Di kedua operasi militer tersebut, pihak Belanda menggunakan serangan udara karena memang memiliki keunggulan dari segi kekuatan udara. Pesawat tempur P-40 kala itu juga menjadi salah satu bagian kekuatan udara dalam agresi militer I dan II. Dilansir dari situs aviahistoria.com, P-40 digunakan pada agresi militer I untuk menyerang beberapa pangkalan udara seperti di Panasan (Solo) dan Maospati (Madiun). Pada masa agresi militer II, P-40 juga diketahui masih digunakan meskipun sudah mulai digantikan dengan P-51 “Mustang” yang lebih modern.
3. Tidak Diketahui Nasibnya Pasca Pengakuan Kemerdekaan
Pada tahun 1949, Belanda akhirnya mengakui kemerdekaan Indonesia dan menarik kekuatan militernya dari negeri tersebut. Salah satu bentuk dari pengakuan kemerdekaan tersebut adalah dengan memberikan beragam hibah alutsista yang dahulunya digunakan oleh Belanda ke pihak Indonesia. Beberapa bantuan hibah alutsista tersebut juga berupa pesawat tempur semacam P-51 “Mustang” dan pesawat bomber kelas menengan B-25 “Mitchell”.
Lantas bagaimakah nasib dari P-40 yang sempat dioperasikan oleh pihak Belanda ?, nasib pesawat ini kurang begitu jelas setelah pengakuan kedaulatan Indonesia atas Belanda. Beberapa orang berpendapat bahwa pesawat ini juga turut menjadi bagian dari hibah militer yang diberikan Belanda kepada Indonesia. Akan tetapi, beberapa orang juga berasumsi bahwa pesawat ini tidak termasuk ke dalam proses hibah tersebut. Hal tersebut cukup wajar karena tidak ada peninggalan P-40 yang berada di Indonesia hingga hari ini. Berbeda dengan P-51 yang banyak menjadi monumen dan koleksi museum serta banyak yang terdokumentasikan.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Media Belanda Tiba-tiba Berikan Komentar Sindiran ke Mees Hilgers, Ada Apa?
-
Demi Piala Dunia U-17, PSSI Harus Pertimbangkan Menambah Pemain Keturunan
-
Karir Tak Bagus di Australia, Rafael Struick Diisukan akan Main di Liga 1?
-
Tanpa Naturalisasi, 3 Pemain Ini Bisa Bela Timnas Indonesia U-17 di Piala Dunia
-
Sukses di Timnas Indonesia U-17, Nova Arianto Diisukan Latih Skuad untuk Sea Games 2025?
Artikel Terkait
-
Asisten Pelatih Timnas Indonesia Jadi Analis Pertandingan Man United vs Lyon
-
Sempat Ada 4 Jenis Pelanggaran HAM, Kasus Mantan Pemain Sirkus OCI Diminta Diselesaikan Secara Hukum
-
Indonesia Tulang Punggung ASEAN, Kirim Wakil ke Red Bull Ibiza Royale di Spanyol
-
Acer Aspire 7 Pro Meluncur, Laptop Gaming Murah dan Performa Powerful
-
Shin Tae-yong Minta Piala AFF U-23 Dihapus! Kini Indonesia Tuan Rumah
Ulasan
-
Ulasan Novel Love, Mom: Surat Berisi Teka Teki Meninggalnya Sang Ibu
-
Review Film Pengepungan di Bukit Duri: Tamparan Emosional dan Jerit Sosial
-
Review Sinners: Bukan Film Soal Vampir Doang
-
Novel Petualangan ke Tiga Negara: Perjalanan Edukasi yang Sarat Pengetahuan
-
Needs You Cafe: Ngopi dengan View Danau Sipin yang Bikin Betah Berlama-lama
Terkini
-
Segera Comeback, BIGHIT Rilis Daftar Tujuh Lagu untuk Album Echo dari Jin BTS
-
Simpel dan Elegan! Begini 4 Gaya Harian Soft Classy ala Kim Ji-yoon
-
Doyoung NCT Umumkan Comeback Solo dan Konser Terbaru Bulan Juni Depan
-
Marc Klok Sebut Duel Lawan Bali United Bak Laga Final, Bobotoh Jadi Penguat
-
Raih Nobel Sastra 2024, Han Kang Siap Rilis Buku Baru 'Light and Thread'