Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Fathorrozi 🖊️
Buku novelet Batu Sandung karya Ratna Indraswari Ibrahim (Dok. Pribadi/Fathorrozi)

Dalam buku berjudul Batu Sandung ini terdapat tiga novelet pilihan karya Ratna Indraswari Ibrahim. Tokoh dalam ketiga novelet tersebut kesemuanya perempuan. Dalam beberapa karya, Ratna Indraswari Ibrahim memang kerapkali memunculkan tokoh perempuan. Barangkali menurutnya, hanya perempuan yang bisa mengerti perasaan perempuan.

Ratna Indraswari banyak bercerita peristiwa yang berkenaan dengan dirinya, pikirannya, sikap hidupnya, serta norma-norma. Di dalamnya bercerita soal ketakutan, kejahatan, harapan dan  kebahagiaan. Tiga novelet itu bertajuk Batu Sandung, Garis Ibu dan Hari-Hari yang Tercecer.

Pada novelet kedua bertajuk Garis Ibu, Ratna Indraswari mengangkat soal percintaan antara satu kembang dan dua kumbang. Kembang yang dimaksud bernama Murni, sedangkan dua kumbangnya adalah Pras dan Bayu.

Seorang istri sekaligus ibu bernama Nur mengaku dalam keluarganya, hanya ia satu-satunya perempuan. Sementara dua anaknya sama-sama berjenis laki-laki, Pras dan Bayu. Sejak melahirkan Bayu, Nur dinyatakan tidak bisa hamil lagi, sebab tumor bertengger di dalam kandungannya.

Pras mahasiswa Fakultas Ekonomi, berusia dua puluh dua tahun. Sedangkan Bayu mahasiswa Fakultas Pertanian, berusia dua puluh tahun. Hubungan kakak beradik ini sejak kecil berlangsung damai dan tenang. Namun, sejak kehadiran Murni di rumah itu, semuanya berantakan.

Murni adalah nama anak perempuan Endang, teman lama Nur yang memilih menimba ilmu di universitas di kota tempat keluarga Nur tinggal. Murni telah dianggap anak sendiri oleh Nur. Kehadiran Murni sangat menggembirakan Nur sebab kini ia memiliki teman perempuan untuk diajak ngobrol seputar hal yang hanya bisa dipahami oleh sesama perempuan.

Tak lama dari kedatangan Murni ke rumah Nur, sikap Pras dan Bayu berubah. Pras yang mulanya tidak pernah mendekati seorang gadis, tiba-tiba jatuh cinta kepada Murni. Ia mulai sering mendekati Murni. Demikian pula si bungsu, Bayu, juga kerap menemui Murni saat sendirian tanpa Pras.

Merasa ada perubahan sikap terhadap kedua anaknya, Nur sadar dan mulai gelisah. Kegelisahan Nur tergambar dalam kutipan berikut:

Pikiran saya melayang. Ketika mereka berdua masih anak-anak, mereka begitu saling menyayangi. Saya takut sekali munculnya Murni bisa membuat keretakan di rumah ini. Padahal, sayalah yang berinisiatif agar Murni tinggal bersama kami (hlm. 61).

Kisah ini membuka pikiran dan kesadaran kita bahwa manusia hanya dapat berencana, sementara Tuhan yang menentukan. Nur berencana mengajak Murni untuk tinggal bersamanya agar kehadiran Murni menambah kemeriahan keluarga Nur, namun ternyata tidak demikian akhirnya. Justru keretakan muncul memecah ketenangan setelah Murni hadir di tengah-tengah keluarga tersebut.

Fathorrozi 🖊️