Membaca buku kumpulan cerpen Warisan ini, pembaca jadi tahu bahwa Zoya Herawati merupakan tipe penulis yang berani menyuarakan realitas. Kepekaannya terhadap masalah-masalah kemanusiaan adalah kejujurannya dalam bernarasi. Tak berlebihan jika dikatakan bahwa Zoya merupakan pengarang realis, penutur manusia yang terpinggirkan oleh kekuasaan.
Zoya begitu piawai menjalin jalan cerita dan membungkus tema dengan amat apik sehingga cerpen-cerpen ciptaannya selalu menarik dan memiliki muatan nilai. Hal ini bisa ditilik dari salah satu cerpen dalam buku ini: Warisan dan Buyung.
Oh ya, dalam memilih judul cerpen, Zoya tidaklah mau ambil pusing. Mayoritas judul cerpen-cerpennya hanya terdiri dari satu kata dan simple sekali. Seperti Cengkerik, Keputusan, Tidur, Bunyi, Mata, Dharwis, Konflik, Kasuari, Kadiak, Tuetuea, SMS, Buyung, dan Warisan. Menurut pengakuannya, dari ide-ide yang didapat dari judul tersebut, ia selalu meramunya dengan pengalaman empirik.
Pada cerpen Warisan, mengisahkan tentang kekerasan yang turun-temurun diwarisi sebuah keluarga yang digambarkan dengan pewarisan badik dari nenek kepada cucunya. Badik yang masih berlumur darah kering itu merupakan milik anak nenek yang juga menjadi ayah dari cucu nenek tersebut. Sedangkan darah yang mengering itu adalah darah ibu dari anak tersebut yang dibunuh oleh suaminya.
Badik itu lalu dikeluarkan lagi oleh si nenek, diserahkan kembali kepada cucu dengan lebih dulu mengisahkan kejadian yang menimpa ibunya pada masa lalu. Dengan penyerahan badik tersebut, nenek berharap agar cucunya bisa menghapus dendam kepada nenek yang selama ini tidak becus membentuk jiwa anak lelakinya. Nenek juga berharap, badik itu terus mengingatkan si cucu pada sebuah tragedi dan mencegahnya untuk melakukan ketololan yang sama.
Sementara cerpen Buyung, menceritakan masalah pelik yang dialami oleh guru terkait dengan tingkah muridnya yang bernama Buyung. Buyung menggambar peta Indonesia lalu menggambar bendera Amerika di tengah-tengah tulisan Indonesia. Kemudian peta tersebut ia kirim ke media dan dilihat oleh banyak orang, termasuk cabang dinas. Ibu guru tersebut lantas kena getahnya sebab kena damprat kepala sekolah yang mendadak dapat surat panggilan dari Cabang Dinas untuk klarifikasi.
Menulis cerpen bagi Zoya bukanlah sekadar memindahkan cerita nyata menjadi karya fiksi. Ia merasa tidak mampu jika harus menulis kisah nyata menjadi fiksi karena ia tidak ingin dibatasi oleh ketentuan-ketentuan yang sudah terbentuk dalam konstruksi kisah nyata tersebut.
Baca Juga
-
Berani Menceritakan Kembali Hasil Bacaan dalam Buku Festival Buku Favorit
-
Kisah Haru Para Pendidik Demi Mencerdaskan Generasi Bangsa dalam Guru Cinta
-
Nissa Sabyan dan Ayus Resmi Menikah Sejak Juli 2024, Mahar Emas 3 Gram dan Uang 200 Ribu
-
Ulasan Buku Ikan Selais dan Kuah Batu: Kisah Persahabatan Manusia dan Ikan
-
Akibat Tidak Mau Mendengarkan Nasihat dalam Buku Rumah Tua di dalam Hutan
Artikel Terkait
-
Ulasan Novel Binding 13, Kisah Cinta yang Perlahan Terungkap
-
Ulasan Novel Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya Karya Rusdi Matahari
-
Ulasan Buku Patah Paling Ikhlas, Kumpulan Quotes Menenangkan Saat Galau
-
Tetap Kuat Menjalani Hidup Bersama Buku Menangis Boleh tapi Jangan Menyerah
-
Belajar Percaya Diri Melalui Buku The Power of Confidence Karya Palupi
Ulasan
-
Ulasan Novel Under the Influence Karya Kimberly Brown, Kisah Cinta dan Kesempatan Kedua
-
Ulasan Novel Binding 13, Kisah Cinta yang Perlahan Terungkap
-
Ulasan Novel Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya Karya Rusdi Matahari
-
Ulasan Buku Patah Paling Ikhlas, Kumpulan Quotes Menenangkan Saat Galau
-
Tetap Kuat Menjalani Hidup Bersama Buku Menangis Boleh tapi Jangan Menyerah
Terkini
-
Byeon Woo Seok Nyanyikan Sudden Shower di MAMA 2024, Ryu Sun Jae Jadi Nyata
-
Pep Guardiola Bertahan di Etihad, Pelatih Anyar Man United Merasa Terancam?
-
3 Drama Korea yang Dibintangi Lim Ji Yeon di Netflix, Terbaru Ada The Tale of Lady Ok
-
Review Ticket to Paradise: Film Hollywood yang Syuting di Bali
-
Shin Tae-yong Panggil Trio Belanda ke AFF Cup 2024, Akankah Klub Pemain Berikan Izin?