Ejaan bahasa Indonesia yang kita kenal sekarang ini sudah mengalami beberapa kali perumusan dan perubahan. Jika kita melihat teks-teks atau buku zaman dulu, kita akan menemukan ejaan yang benar-benar berbeda. Contoh yang paling mudah adalah dengan melihat teks proklamasi yang masih menggunakan ejaan lama.
Perkembangan ejaan bahasa Indonesia diawali sejak sebelum kemerdekaan, tepatnya dimulai sejak tahun 1901 pada zaman Belanda. Dikutip dari unggahan akun Instagram @metastatepublishing, berikut ini adalah beberapa perubahaan ejaan bahasa Indonesia dari masa ke masa.
1. Ejaan van Ophuisjen (1901-1947)
Ejaan van Ophuisjen ini disusun oleh Charles A, van Ophuisjen dan pertama kali diterbitkan pada tahuun 1901, sebagai salah satu upaya Belanda untuk membuat standar bahasa saat mereka berkuasa di Nusantara.
2. Ejaan Soewandi (1947-1972)
Ejaan bahasa Indonesia akhirnya mengalami perubahaan setelah kemerdekaan Indonesia yang dikenal dengan Ejaan Soewandi atau Ejaan Republik. Perubahan pada ejaan ini mencakup penulisan vokal, konsonan, serta tanda apostrof.
3. Ejaan Pembaharuan (1954)
Ejaan Pembaharuan ini dirancang oleh panitia pembaharuan Ejaan Bahasa Indonesia yang disusun sebagai hasil keputusan Kongres Bahasa Indonesia II di Medan. Ejaan ini dirancang untuk menyempurnakan ejaan sebelumnya, yakni Ejaan Soewandi, namun sistem ejaan ini batal untuk diterapkan.
4. Ejaan Melindo (1959)
Ejaan Melindo merupakan konsep ejaan yang disusun atas kerja sama Indonesia dan Persekutuan Tanah Melayu (Malaysia) pada akhir tahun 1959. Namun, sistem ejaan ini tidak jadi dilaksanakan karena ketagangan politik antara Indonesia dan Malaysia pada saat itu.
5. Ejaan LBK (1967)
Ejaan LBK atau Ejaan Lembaga Bahasa dan Kesusastraan merupakan lanjutan dari Ejaan Melindo dan diterima sebagai konsep bersama antara Indonesia dan Malaysia. Ejaan ini menjadi konsep dasar pembentukan Ejaan Yang Disempurnakan atau EYD.
6. Ejaan yang Disempurnakan (1972-2015)
Ejaan yang Disempurnakan diperkenalkan pada tahun 1972 sebagai pedoman ejaan bahasa Indonesia yang baru dan berlaku cukup lama, sejak 1972 hingga 2015. Ejaan ini secara lengkap mengatur kaidah penulisan bahasa Indonesia.
7. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (2015-2022)
Ejaan yang Disempurnakan atau EYD yang diresmikan pada tahun 1972 kemudian diganti dengan PUEBI atau Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia pada tahun 2015.
Perubahan ini di antaranya memuat perubahan penggunaan tanda baca, penggunaan nama bilangan pada unsur nama geografis, penggunaan huruf tebal, dan pelafalan vokal āeā.
8. Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (2022-Sekarang)
Pada tahun 2022, istilah EYD kembali digunakan sebagai pedoman ejaan bahasa Indonesia. EYD yang kembali digunakan sejak tahun 2022 ini merupakan EYD edisi kelima yang memiliki beberapa perubahan, penghapusan, dan penambahan kaidah baru bahasa Indonesia.
Itulah delapan perubahan yang terjadi pada ejaan bahasa Indonesia sejak zaman sebelum kemerdekaan hingga sekarang. Semoga bermanfaat!
Baca Juga
-
Ikuti Perjalanan Hampa Kehilangan Kenangan di Novel 'Polisi Kenangan'
-
3 Novel Legendaris Karya Penulis Indonesia, Ada Gadis Kretek hingga Lupus
-
Geram! Ayu Ting Ting Semprot Netizen yang Hujat Bilqis Nyanyi Lagu Korea
-
Haji Faisal Akui Sempat Syok dengan Konten Atta Halilintar yang Disebut Netizen Sentil Fuji
-
Outfit Bandara Seowon UNIS Jadi Sorotan, K-netz Perdebatkan Usia Debut
Artikel Terkait
Ulasan
-
Curug Balong Endah, Pesona Air Terjun dengan Kolam Cantik di Bogor
-
Wonwoo SEVENTEEN Ungkap Pesan Cinta yang Tulus Lewat Lagu Solo 99,9%
-
First Impression Good Boy: Aksi Seru, Visual Keren, dan Cerita Bikin Nagih
-
Ulasan Don Quixote: Perjalanan Ksatria Gila dan Khayalannya
-
SHINee Ring Ding Dong: Anthem Ikonik K-Pop saat Cinta Datang Tak Diundang
Terkini
-
Rahasia Kulit Lembap dan Glowing, 4 Rekomendasi Masker Korea Berbahan Madu
-
10 Rekomendasi Drama China yang Memakai Kata "Legend" pada Judulnya
-
Doyoung Usung Tema Yakin dan Percaya di Highlight Medley Album Soar Part 3
-
Jackson Wang Ungkap Rasa Sakit Jalani Hubungan Toksik di Lagu Hate To Love
-
Mainan Anak dan Stereotip Gender: Antara Mobil-mobilan dan Boneka