Pernahkah terpikir, berapa banyak orang di luar sana yang setiap hari bekerja keras, namun bahkan mereka sendiri tidak memahami apa tujuan sebenarnya?
Bangun pagi, terjebak macet, duduk berjam-jam di depan layar komputer, mengerjakan tugas-tugas yang jika ditelusuri lebih jauh... hilang pun mungkin tidak akan membawa dampak apa-apa bagi siapa pun.
Kurang lebih itulah gambaran besar yang dibahas dalam buku "Bullshit Jobs" karya David Graeber. Dari buku ini, Graeber menarik pembaca bukunya untuk kembali memikirkan makna pekerjaan dan mengapa semakin hari, semakin banyak pekerjaan yang sekadar menjadi formalitas tanpa tujuan yang jelas.
David Graeber memperkenalkan istilah bullshit jobs untuk menyebut jenis pekerjaan yang sebenarnya tidak memberikan kontribusi berarti. Bahkan, mereka yang menjalaninya pun kerap merasa bingung dan mempertanyakan, "Sebenarnya, apa manfaat dari pekerjaan ini?'
Menariknya, konsep ini bukan sekadar teori tanpa dasar. David Graeber mengumpulkan berbagai kisah nyata dari individu yang merasa waktunya habis hanya untuk pekerjaan yang jika menghilang sekalipun, tidak akan membawa perubahan signifikan.
Ada pekerjaan yang hanya bertugas membuat atasan terlihat sibuk, ada pula yang sekadar mengurus dokumen yang tidak pernah digunakan, hingga pekerjaan yang keberadaannya semata-mata untuk menutupi kekacauan dalam sistem yang semestinya tidak perlu ada. Kondisi ini mencerminkan betapa tidak masuk akalnya realitas kerja di era modern.
Namun semakin dalam pembahasan buku ini, semakin terlihat bahwa permasalahan yang diangkat bukan sekadar tentang rasa jenuh terhadap pekerjaan atau kelelahan dalam rutinitas.
Lebih jauh, "Bullshit Jobs" merupakan kritik tajam terhadap sistem kerja modern yang semakin absurd. Coba bayangkan, profesi-profesi yang jelas membawa manfaat nyata seperti perawat, guru, hingga petugas kebersihan justru sering kali dipandang sebelah mata dan mendapatkan upah rendah.
Sementara itu, pekerjaan yang minim kontribusi, seperti sekadar menghadiri rapat atau menjadi penghubung administratif tanpa urgensi, justru dihargai tinggi dengan status sosial yang prestisius. Kondisi ini menunjukkan betapa timpangnya sistem penghargaan yang saat ini telah menjadi budaya umum.
Oleh karena itu, "Bullshit Jobs" bukan sekadar buku yang relevan bagi mereka yang merasa lelah dengan pekerjaannya, melainkan juga bagi siapa pun yang ingin memahami mengapa kehidupan modern tampak semakin sibuk, namun justru terasa semakin hampa.
Penyampaian yang ditulis David cukup lugas namun tetap tajam, yang mana, ini mampu membuat kita merenung: apakah bekerja hanya sebatas memperoleh penghasilan, atau seharusnya memiliki makna yang lebih besar?
Sebab jika dipikirkan lebih jauh, apa gunanya menghabiskan tenaga dan waktu untuk sesuatu yang bahkan tidak membawa arti, baik bagi diri sendiri maupun orang lain?
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Review Novel 'Kotak Pandora': Saat Hidup Hanya soal Bertahan
-
Review Novel 'Totto-chan': Bukan Sekolah Biasa, Tapi Rumah Kedua Anak-anak
-
Benarkah 'Kerja Apa Aja yang Penting Halal' Tak Lagi Relevan?
-
Review Novel 'Jane Eyre': Ketika Perempuan Bicara soal Harga Diri
-
Review Novel 'The Grapes of Wrath': Melawan Nasib, Mencari Keadilan
Artikel Terkait
-
Resensi Novel Perempuan Bayangan karya Netty Virgiantini
-
Ulasan Novel Lintang Hukum: Ketika Cinta dan Keadilan Beradu di Ruang Sidang
-
Ulasan Novel a Wizard of Earthsea, Petualangan Penyihir Muda di Earthsea
-
Perusahaan Pengiriman Paket PHK 20 Ribu Karyawan, Apa Penyebabnya?
-
Kurangin Angka Pengangguran, Pemprov DKI Gelar Jakarta Job Fair 2025
Ulasan
-
Review Anime Medalist, Keterbatasan Menjadi Kekuatan untuk Meraih Mimpi
-
Review Film The Accountant 2: Sekacau Itu Plotnya?
-
Desa Wisata Pentingsari, Pariwisata Edukasi untuk Mempelajari Budaya Jawa
-
Tandem Paralayang: Serunya Menikmati Indahnya Kota Batu di Atas Awan!
-
Resensi Novel Perempuan Bayangan karya Netty Virgiantini
Terkini
-
5 Film Dokumenter Netflix yang Tawarkan Keseruan Unik dan Wawasan Menarik
-
Ironi Organisasi Mahasiswa: Antara Harapan dan Kenyataan
-
Tayang Mei, Dedikasi Park Bo Gum untuk Drama Good Boy Bikin Terharu!
-
Bahasa Zilenial: Upaya Generasi Muda Berkomunikasi dan Mendefinisikan Diri
-
Laga Kontra China, dan Kans Besar Skuat Garuda Bungkam Rasa Overconfidence sang Lawan