Anxious People adalah novel karya penulis asal Swedia, Fredrik Backman, yang pertama kali diterbitkan oleh Atria Books pada tahun 2020. Backman dikenal luas melalui karyanya A Man Called Ove, dan dalam Anxious People, ia kembali menyajikan kisah yang menyentuh, jenaka, dan penuh makna.
Buku ini mengangkat cerita tentang sekelompok orang asing yang terjebak dalam situasi penyanderaan yang aneh di sebuah apartemen. Meskipun premisnya terdengar seperti drama kriminal, Backman justru menyajikannya dengan pendekatan humanis, penuh dialog reflektif dan humor khas. Novel ini secara garis besar menyoroti kecemasan manusia modern, kesalahpahaman, dan koneksi antarmanusia yang tak terduga.
Alur Cerita
Cerita dimulai dengan sebuah kejadian yang tampaknya serius, seorang perampok bank gagal kabur dan bersembunyi di sebuah apartemen yang sedang digunakan untuk open house. Di sana, delapan orang asing yang memiliki latar belakang, usia, dan kepribadian berbeda-beda menjadi sandera. Selama proses penyanderaan, para tokoh ini justru mulai saling mengenal, berbagi cerita, dan menunjukkan sisi manusiawi mereka yang rentan, lucu, dan kadang menyebalkan.
Keadaan yang semula menegangkan berubah menjadi situasi absurd yang menggambarkan betapa setiap orang memiliki beban dan kegelisahan masing-masing. Sementara itu, dua polisi, ayah dan anak, berusaha memecahkan kasus ini, namun justru terjebak dalam kisah yang jauh lebih kompleks dan emosional daripada sekadar kejahatan biasa. Seiring waktu, misteri perampok pun terungkap dengan cara yang tidak terduga dan penuh kejutan, membawa pembaca pada pertanyaan penting tentang empati dan pengampunan.
Tokoh-tokoh dalam Anxious People sangat beragam. Ada Jim dan Jack, pasangan ayah-anak yang sama-sama bekerja sebagai polisi, tetapi memiliki gaya dan cara pandang yang berbeda. Ada Zara, seorang wanita karier dingin yang menyimpan trauma masa lalu. Anna-Lena dan Roger, pasangan lansia yang terobsesi dengan renovasi rumah, tetapi sebenarnya tengah menghadapi krisis pernikahan.
Ada juga Lennart, seorang pria eksentrik yang menyamar menjadi kelinci raksasa, serta pasangan wanita muda yang sedang mengandung dan pasangan gay yang berseteru kecil. Perampok itu sendiri adalah tokoh yang penuh kejutan, seseorang yang tampak putus asa namun memiliki alasan yang sangat manusiawi. Karakter-karakter ini tidak hanya mewakili tipe sosial, tetapi juga memperlihatkan kompleksitas emosi dan latar belakang yang membuat mereka menjadi “orang cemas” dalam arti yang sebenarnya.
Bagian Menarik dari Novel 'Anxious People'
Yang membuat Anxious People begitu menarik adalah gaya penulisan Fredrik Backman yang khas, yaitu dengan menggabungkan humor, ironi, dan empati dalam satu narasi. Ia mampu menulis dengan cara yang ringan namun mendalam.
Alur cerita disusun secara tidak linear, sering kali meloncat antara masa lalu dan masa kini, antara sudut pandang satu tokoh ke tokoh lain, namun tetap mudah diikuti. Backman juga sering menggunakan narasi langsung kepada pembaca, menciptakan kesan intim dan reflektif. Selain itu, dialog antartokoh ditulis dengan cerdas dan realistis, membuat setiap percakapan terasa hidup dan bermakna.
Meski ceritanya sederhana dan lebih banyak terjadi dalam satu ruangan, konflik emosional dan dinamika sosial yang ditampilkan sangat kaya dan menyentuh.
Secara keseluruhan, Anxious People adalah novel yang menghibur sekaligus mengharukan. Di balik situasi penyanderaan yang absurd, pembaca diajak memahami bahwa setiap orang membawa kecemasan dan luka masing-masing, dan bahwa kita semua, pada dasarnya, hanya ingin dipahami. Backman dengan piawai mengingatkan bahwa tidak ada manusia yang sepenuhnya rasional, tetapi di sanalah letak kemanusiaan kita. Buku ini sangat cocok bagi pembaca yang menyukai cerita yang mengangkat nilai empati, koneksi sosial, dan sisi manusiawi dalam bentuk yang penuh kejutan dan tawa.
Baca Juga
-
Aksi Sosial atau Ajang Branding? Menelisik Motif di Balik Amal Publik
-
Amal Tanpa Akar: Kritik terhadap Aksi Sosial Tanpa Dampak Berkelanjutan
-
Menemukan Diri di Lapangan: Futsal sebagai Ruang Pembentuk Identitas Remaja
-
Budaya Nongkrong di Lapangan: Futsal sebagai Simbol Solidaritas Anak Muda
-
Mind Games dalam Dunia Konsumtif: Kenapa Kita Gampang 'Tertipu' Promosi?
Artikel Terkait
-
Ulasan Novel The Book of Doors: Buku Ajaib yang Membuka Pintu ke Dunia Lain
-
Ulasan Novel The Coven Tendency: Tempat Kecantikan dan Kematian Bertemu
-
Menjalani Hidup dengan Hati Ikhlas dalam Buku Ubah Lelah Jadi Lillah
-
Ulasan Novel 1984: Potret Kelam Dunia Tanpa Kebenaran, Cinta, dan Kebebasan
-
Ulasan Novel The Three Lives of Cate Kay: Antara Karier dan Keluarga
Ulasan
-
Review Toko Jajanan Ajaib Zenitendo: Atasi Reading Slump dalam Sekali Duduk
-
Ulasan Buku Anak-Anak Kota Lama: Potret Sosial dalam Latar Budaya yang Beragam
-
Ulasan Buku Maneki Neko: Rahasia Besar Orang Jepang Mencapai Keberuntungan
-
Ulasan Novel Miss Wanda: Duka dan Cinta Bisa Hidup Bersamaan
-
Ulasan Novel Sonnenblume: Bunga Matahari yang Tak Pernah Minta Melupakan
Terkini
-
Persita Tangerang Terus Bangun Kekompakan, Carlos Pena Buka Suara
-
Realme 15 Pro Rilis 24 Juli, Berikut Bocoran Spesifikasi dan Fitur Utamanya
-
Gaung Gamelan: Simfoni Ratusan Penabuh Gamelan Membuka Yogyakarta Gamelan Festival ke-30
-
Bye Mata Panda, Ini 4 Pilihan Eye Cream Harga Murah di Bawah Rp50 Ribuan!
-
Manga Hirayasumi Umumkan Adaptasi Anime dan Live Action Sekaligus