Pernahkah kamu mencintai seseorang hanya dengan mengenangnya dalam diam? Tanpa melihat wajahnya setiap hari, tanpa menyentuhnya, namun justru terasa sangat dekat?
Itulah kira-kira gambaran perasaan yang ditawarkan oleh "Your Eyes Tell", sebuah film romansa asal Jepang rilisan tahun 2020 yang menjadi adaptasi dari film Korea berjudul "Always" tahun 2011.
Dalam film ini, kita diajak menyelami kehidupan dua orang yang sama-sama terluka. Akari (Yuriko Yoshitaka), seorang perempuan tunanetra yang penuh semangat, dan Rui, mantan petarung kickboxing yang menyimpan masa lalu kelam.
Akari kehilangan penglihatannya dan kedua orang tuanya dalam sebuah kecelakaan mobil. Meski hidupnya berubah, ia tetap berusaha untuk bangkit.
Suatu hari, ia bertemu dengan Rui Shinozaki (Ryusei Yokohama), mantan petarung kickboxing berbakat yang kini bekerja di tempat parkir. Rui memiliki masa lalu kelam yang membuatnya menarik diri dari dunia luar.
Hubungan mereka perlahan tumbuh, dan Rui memutuskan kembali ke dunia kickboxing. Namun, ia kemudian menyadari bahwa dirinya ternyata terlibat dalam kecelakaan yang membuat Akari buta. Merasa bersalah, Rui bertekad menebus kesalahannya.
Saat kondisi mata Akari memburuk dan ia membutuhkan operasi mahal, Rui mengikuti pertandingan kickboxing demi hadiah uang tunai. Ia bertarung demi satu tujuan, yakni mengembalikan penglihatan Akari dan menebus masa lalunya.
Review Film Your Eyes Tell
Salah satu adegan yang paling menyentuh adalah ketika Akari mencoba memahat wajah Rui dari ingatannya. Bayangkan, seseorang yang tak bisa melihat, namun mencoba melihat seseorang melalui sentuhan dan hati.
Adegan ini bukan hanya romantis, tapi juga bermakna, bahwa cinta sejati tak membutuhkan mata, melainkan hanya rasa.
Film ini berhasil menyampaikan nuansa emosional dengan cara yang sederhana namun kuat. Sinematografinya cenderung tenang dan intim, seolah ingin membiarkan penonton meresapi setiap gerak dan dialog tanpa tergesa-gesa.
Musiknya pun tidak dibuat mendominasi. Lagu “Your Eyes Tell” yang dibawakan BTS hanya muncul di momen-momen penting, dan bukan diputar berulang-ulang seperti kebanyakan film drama romantis. Justru karena kesederhanaannya itu, lagu ini terasa jauh lebih bermakna.
Namun, film ini juga punya kekurangan. Saya merasa latar belakang Rui yang berkaitan dengan dunia bawah tanah dan sejarahnya sebagai petarung tidak digali lebih dalam.
Rasanya ada potensi besar yang bisa dieksplorasi lebih luas untuk memperkaya dinamika cerita. Tapi saya juga menyadari, durasi film yang terbatas mungkin menjadi salah satu alasannya.
Begitu juga dengan akhir cerita yang terasa manis namun agak menggantung. Saya sebagai penonton merasa belum puas dan ingin melihat lebih banyak tentang kehidupan Akari dan Rui setelah semua luka berhasil mereka lalui.
Yang membuat film ini sangat spesial adalah kemampuannya untuk menyampaikan cinta melalui bahasa-bahasa sunyi.
Tidak banyak adegan dramatis atau dialog panjang yang dibuat berlebihan. Justru, lewat momen-momen kecil seperti sentuhan tangan, suara tawa, atau keheningan saat hujan turun, penonton bisa merasakan kehangatan cinta yang tulus.
Di film ini, Akari dan Rui menemukan senyum mereka, bukan dari wajah, tapi dari perasaan yang tumbuh di tengah luka dan keterbatasan.
Mereka belajar untuk saling memaafkan, menerima, dan berjalan bersama menuju kehidupan baru yang lebih terang, meski bermula dari tempat yang begitu gelap.
Film ini bukan hanya tentang cinta antar dua manusia, tapi juga tentang harapan. Tentang bagaimana seseorang bisa bangkit dari rasa bersalah, dan bagaimana cinta bisa menjadi jembatan yang menyelamatkan.
"Your Eyes Tell" bukan film yang heboh, tapi justru dalam keheningan dan kesederhanaannya, film ini meninggalkan bekas yang lama dalam hati.
Jika kamu sedang mencari tontonan yang penuh kehangatan, menyentuh, dan memberi ruang untuk merenung, film ini sangat layak untuk kamu tonton.
Karena terkadang, cinta yang paling tulus adalah cinta yang hadir tanpa suara, namun terasa begitu nyata.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Ulasan Buku The Art of Stoicism, Misi Pencarian Makna tentang Kehidupan
-
Fenomena Job Hugging, Tanda Loyalitas atau Karier Stagnan?
-
Mengubah Hobi Jadi Gaya Hidup Sehat Lewat Olahraga Futsal
-
Futsal dan Tren Urbanisasi: Solusi Ruang Terbatas di Lingkup Perkotaan
-
Bukan Sekadar Hobi, Futsal sebagai Investasi Kesehatan Jangka Panjang
Artikel Terkait
-
Timnas Indonesia Dibantai Jepang 0-6, Hasil Lebih Buruk dari Era Shin Tae-yong!
-
Eksklusif dari Jepang: Tifo Suporter Timnas Indonesia Banjir Tepuk Tangan
-
Potret Keseruan Nobar di GBK Meski Timnas Indonesia Dibantai Jepang
-
Sinopsis Bring Her Back, Karya Sutradara Film Talk To Me
-
Hasil Jepang vs Timnas Indonesia: Garuda Dihajar 3-0 di Babak Pertama
Ulasan
-
Di Balik Tahta Sulaiman: Menyusuri Batin Bilqis di Novel Waheeda El Humayra
-
Review Film The Stringer - The Man Who Took the Photo: Menelusuri Jejak Fakta
-
7 Film Indonesia Paling Laris 2025: Animasi, Horor, hingga Komedi
-
Review Film Qorin 2: Kritik Kasus Perundungan Lewat Teror Jin!
-
Stop Victim Mentality! Insights Akbar Abi dari Buku Berani Tidak Disukai
Terkini
-
Mahalini Cepat Ramping usai Melahirkan Tanpa Tummy Tuck, Kok Bisa?
-
Kevin Diks Ajak Timnas Indonesia Bangkit usai Gagal ke Piala Dunia 2026
-
NCT WISH Nyanyikan OST Ceria untuk Catch! Teenieping 6, "Princeping Song"
-
Dari Korban Bullying Menjadi Inspirasi: Kisah 3 Sosok yang Bangkit Lebih Kuat
-
4 Sunscreen Korea Aman untuk Anak Agar Tetap Ceria di Bawah Matahari