Di balik gemerlap industri film aksi Korea, terkadang ada cerita kriminal yang membawa kita ke ruang kelabu dimana kita melihat terowongan gelap, pipa besar, dan rahasia minyak yang bisa mematikan.
Pipeline adalah film yang mengajak kita melihat bahwa di balik pipa minyak yang dianggap arteri kehidupan, ada kisah pencurian, pengkhianatan, dan kerentanan manusia yang dibalut dengan aksi penuh tawa.
Film Pipeline ini tidak menjual aksi dengan senjata canggih dan bukan pula drama heroik.
Film Pipeline menawarkan satu konsep sederhana namun berbahaya yaitu, aksi kejahatan meraup kekayaan dari membobol jaringan pipa minyak.
Sebuah rencana curang yang jadi mimpi buruk. Dan ketika mimpi buruk itu dijalankan, hasilnya bukan kemenangan glamor, melainkan kekacauan berlapis.
Secara umum, film Pipeline mengikuti kisah pencurian minyak besar-besaran di bawah tanah Korea. Kelompok pencuri tersebut dipimpin oleh pemilik perusahaan penyuling minyak yaitu, Gun Woo (yang diperankan oleh Lee Soo Hyuk).
Gun Woo merekrut ahli pengebor jenius yang bernama Pindol (yang diperankan oleh Seo In Guk), beserta tim profesional yang lain mereka bekerja sama untuk menggali minyak dari pipa bawah tanah antara jalur Honam dan tol Seoul–Busan.
Tim tersebut merencanakan aksi spektakuler dalam waktu sebulan.
Tapi seperti mimpi buruk yang tidak diundang, proyek ini akhirnya berubah jadi perang batin, pengkhianatan, dan daya hidup yang terancam ketika polisi mulai menyelidiki, keserakahan muncul, dan moral setiap karakter pun diuji.
Review Film Pipeline
Karakter seperti Pindol dan Gun Woo memang ditampilkan sebagai sosok dengan keahlian tinggi yaitu sosok satu pengebor jenius, satunya lagi pengusaha kaya dengan visi besar.
Namun menariknya, menurut penulis film ini berhasil menonjolkan karakter para tokohnya yang lekat dengan kemanusiaan. Mereka tetap manusia lengkap dengan ambisi, rasa takut, dan rapuhnya moral.
Akting Seo In Guk dan Lee Soo Hyuk berhasil menegaskan bahwa di balik rencana besar, ada emosi berantakan, ego yang menyesatkan, dan rasa bersalah yang memburu.
Karakter pendukung pun tampil cukup realistis, mulai dari tim pengebor hingga polisi yang mengejar mereka.
Menurut penulis, keberadaan mereka memperkuat suasana film. Suasana pun tetap terasa tegang walaupun masih bisa memunculkan gelak tawa untuk para penontonnya.
Selain itu, daya tarik terbesar Pipeline ada pada atmosfernya yang benar-benar penuh dengan aksi yang unik.
Terowongan gelap, ruang sempit, debu, suara mesin bor, tekanan fisik, semuanya membuat aksi pencurian terasa sebagai pekerjaan kasar yang membahayakan hidup, bukan aksi heroik.
Film ini tidak berusaha menyanjung kriminalitas justru sebaliknya bagaimana persaudaraan, persahabatan, dan kepercayaan dibentuk dari cara yang unik, yaitu dari misi pengeboran minyak.
Gagasan mencuri minyak dari pipa bawah tanah jelas terasa segar. Tetapi, menurut penulis, eksekusi ceritanya kadang terlalu mengikuti pola film-film pada umumnya.
Beberapa bagian bisa ditebak, sebagian humor terasa dipaksakan, dan karakter sampingan kurang digarap.
Pipeline tetap menghibur, tetapi bukan tipe film yang membuat kita terkejut atau tak bisa berkedip sepanjang waktu. Film ini, dalam arti tertentu lebih aman dibanding ide liar yang ditawarkannya.
Namun, tak bisa dipungkiri yang membuat Pipeline menarik menurut penulis adalah bagaimana kritik moral yang diselipkan tanpa berteriak tentang industri minyak, celah hukum, dan bagaimana uang membuat siapa pun rela menggali hingga ke dasar nuraninya sendiri.
Dengan semua keunggulan ini, skor untuk drama ini bagi penulis adalah 3/5.
Drama ini adalah drama yang keren secara keseluruhan, maka dari itu penulis berani memberikan skor yang sedang untuk film ini.
Menurut penulis, secara keseluruhan film Pipeline bukan film kriminal yang menampilkan sisi kotor, gelap, dan getir melainkan sebuah kisah pencurian yang lebih terasa sebagai tekanan mental daripada adrenalin.
Menurut penulis, film ini cocok untuk penonton yang menyukai aksi realistis dengan makna yang dalam.
Baca Juga
-
Ulasan Film Pawn, Perjalanan Haru Jaminan dan Rentenir yang Jadi Keluarga
-
Tolak Pelaku Bullying Masuk Kampus: Siapkah Indonesia Tiru Korea Selatan?
-
Review Film The Cursed: Dead Mans Prey, Kisah Mayat Hidup Pembawa Dendam
-
Curi Perhatian di The Manipulated, Ini Tiga Drama Lain dari Jo Yoon Soo
-
Bom di Sekolah, Game Jadi Sasaran: Ketika Kebijakan Pemerintah Salah Fokus
Artikel Terkait
-
Review Film Legenda Kelam Malin Kundang: Trauma Warisan yang Mencekam!
-
Review Film Legenda Kelam Malin Kundang, Bukan Sekadar Cerita Anak Durhaka
-
Review Film Agak Laen: Menyala Pantiku! Tawa dari Awal sampai Akhir, Pecah!
-
Review Film The Voice of Hind Rajab: Pedih dan Mengguncang Nurani
-
Review Film The Cursed: Dead Mans Prey, Kisah Mayat Hidup Pembawa Dendam
Ulasan
-
Ulasan Novel The Game of Love: Hidup Bersama Tanpa Menaruh Rasa
-
Review Film Agak Laen: Menyala Pantiku! Lebih Ngakak, Hangat, dan Menyala
-
Ulasan Film Pawn, Perjalanan Haru Jaminan dan Rentenir yang Jadi Keluarga
-
5 Rekomendasi Novel Berlatar Masa Kolonial Hindia Belanda di Indonesia
-
Review Film Legenda Kelam Malin Kundang: Menarik di Awal, Kendor di Akhir
Terkini
-
El Rumi Akui Vibe Positif Syifa Hadju Bikin Dirinya Lebih Yakin Menikah?
-
4 Ide Fashion Zhou Yiran: Effortlessly Stylish dengan Clean Look
-
Selingkuh hingga Poligami Publik Figur: Mengapa Ramai Jadi Konsumsi Medsos?
-
Inara Rusli Laporkan Dugaan CCTV Rumah Dibobol, Nama Virgoun Ikut Terseret?
-
Indy Masuk Nominasi Akting, Jadi Anjing Pertama yang Raih Pengakuan Ini