Fenomena Pengangguran pada Sarjana: Antara Ekspektasi dan Realita Dunia Kerja

Hayuning Ratri Hapsari | Nafi Hafiz
Fenomena Pengangguran pada Sarjana: Antara Ekspektasi dan Realita Dunia Kerja
Ilustrasi pengangguran (Pexels.com/Timur Weber)

Setiap tahun, ratusan ribu mahasiswa di Indonesia menyelesaikan pendidikan mereka dan mendapatkan gelar sarjana. Dengan harapan tinggi, mereka membayangkan akan segera memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan jurusan mereka, mendapatkan gaji yang layak, dan menjalani kehidupan yang lebih mapan.

Namun, realitasnya tidak selalu seindah yang dibayangkan. Banyak lulusan baru yang justru menganggur selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun, akibat berbagai faktor, mulai dari kurangnya kesempatan kerja, ketidaksesuaian antara dunia pendidikan dan dunia kerja, hingga masalah mentalitas yang menghambat mereka dalam memasuki dunia profesional.  

Stigma Sosial terhadap Pengangguran

Salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh para lulusan baru adalah stigma sosial terhadap pengangguran. Dalam budaya masyarakat Indonesia, status pekerjaan sering kali dikaitkan dengan harga diri dan kesuksesan seseorang.

Banyak yang menganggap bahwa seorang sarjana yang belum mendapatkan pekerjaan setelah lulus dianggap gagal atau kurang berusaha.

Stigma ini tidak hanya datang dari lingkungan sekitar, tetapi juga dari keluarga sendiri, yang sering kali menaruh ekspektasi tinggi terhadap anak mereka setelah menyelesaikan pendidikan tinggi.  

Ekspektasi ini dapat menimbulkan tekanan psikologis bagi lulusan baru, yang mungkin sebenarnya sudah berusaha mencari pekerjaan tetapi belum mendapatkan kesempatan yang sesuai.

Dalam beberapa kasus, tekanan dari keluarga atau lingkungan sekitar justru dapat membuat mereka semakin tidak percaya diri dan takut untuk mencoba kembali.

Penelitian dari Universitas Indonesia menunjukkan bahwa tekanan sosial dapat meningkatkan risiko stres dan kecemasan pada lulusan baru yang masih menganggur (Setiawan, 2020).  

Gengsi dan Keengganan Memulai dari Bawah

Banyak lulusan baru yang merasa bahwa pekerjaan yang tidak sesuai dengan gelar mereka adalah sesuatu yang “tidak pantas” untuk diambil.

Mereka menganggap bahwa setelah menghabiskan waktu dan biaya selama bertahun-tahun di bangku kuliah, mereka seharusnya mendapatkan pekerjaan yang bergengsi dan sesuai dengan bidang studi mereka. Akibatnya, mereka menolak pekerjaan yang tersedia karena merasa tidak sepadan dengan ekspektasi mereka.  

Padahal, dunia kerja tidak selalu tentang gelar, tetapi lebih kepada keterampilan, pengalaman, dan kemauan untuk belajar. Banyak orang sukses yang memulai karier mereka dari posisi rendah sebelum akhirnya berkembang ke tingkat yang lebih tinggi.

Dalam realitas dunia kerja, perusahaan lebih menghargai keterampilan dan pengalaman dibandingkan sekadar ijazah akademik (Hidayat, 2021). Sayangnya, banyak lulusan yang terlalu berfokus pada status, sehingga kehilangan banyak peluang berharga yang bisa menjadi batu loncatan bagi karier mereka.  

Ekspektasi yang Tidak Realistis dan Efek Dunning-Kruger

Dalam dunia psikologi, ada sebuah fenomena yang dikenal sebagai efek Dunning-Kruger, yaitu kecenderungan seseorang yang memiliki kemampuan rendah untuk melebih-lebihkan kemampuannya sendiri.

Banyak lulusan baru yang merasa sudah memiliki keterampilan yang cukup hanya karena mereka memiliki IPK tinggi, aktif di organisasi, atau pernah mengikuti berbagai seminar. Namun, ketika mereka masuk ke dunia kerja, mereka baru menyadari bahwa standar industri jauh lebih tinggi dari yang mereka bayangkan.  

Sebaliknya, orang-orang yang benar-benar kompeten justru cenderung merasa kurang percaya diri karena mereka menyadari betapa kompleksnya bidang yang mereka geluti.

Fenomena ini menjelaskan mengapa banyak lulusan baru merasa pantas mendapatkan pekerjaan dengan gaji tinggi, tetapi pada kenyataannya mereka masih harus banyak belajar dan beradaptasi dengan dunia kerja yang sebenarnya (Rahmawati, 2022).  

Dampak Media Sosial terhadap Ekspektasi Karier

Di era digital saat ini, media sosial juga berperan besar dalam membentuk ekspektasi yang tidak realistis tentang dunia kerja. Banyak orang hanya membagikan kesuksesan mereka tanpa menunjukkan proses panjang dan sulit yang mereka lalui.

Akibatnya, lulusan baru sering kali membandingkan diri mereka dengan teman-teman yang terlihat sudah sukses, tanpa mengetahui perjuangan di baliknya.  

Hal ini bisa menyebabkan perasaan rendah diri, kecemasan, dan bahkan depresi pada mereka yang belum mendapatkan pekerjaan. Mereka mulai menyalahkan sistem, perusahaan, atau bahkan diri mereka sendiri, tanpa melihat bahwa mungkin ada keterampilan yang masih perlu mereka tingkatkan (Prasetyo, 2023).  

Peran Keluarga dalam Mendukung Lulusan Baru

Keluarga memiliki peran yang sangat besar dalam menentukan bagaimana seorang lulusan baru menghadapi dunia kerja. Ada dua jenis pola dukungan yang sering diberikan oleh keluarga, yaitu pola yang terlalu menekan dan pola yang terlalu protektif.  

Di satu sisi, ada keluarga yang menuntut anak mereka untuk segera mendapatkan pekerjaan yang stabil, yang dapat meningkatkan tekanan psikologis pada lulusan baru.

Di sisi lain, ada juga keluarga yang terlalu protektif dan membiarkan anak mereka tetap tinggal di rumah tanpa dorongan untuk segera mencari pekerjaan. Kondisi ini dapat membuat lulusan baru terlalu nyaman di zona aman mereka dan kehilangan momentum untuk berkembang (Santoso, 2024).  

Kesimpulan :

Pada akhirnya, tantangan dalam mendapatkan pekerjaan bagi lulusan baru bukan hanya tentang kurangnya lapangan kerja, tetapi juga soal mentalitas dan cara mereka beradaptasi dengan dunia kerja. Gelar akademik bukanlah jaminan kesuksesan, melainkan hanya langkah awal menuju karir yang lebih baik.  

Daripada terus menunggu pekerjaan yang sempurna, lulusan baru perlu lebih fleksibel, mau belajar, dan terbuka terhadap berbagai peluang yang ada.

Dunia kerja tidak selalu berjalan sesuai ekspektasi, tetapi dengan kesiapan mental, keterampilan yang terus diasah, dan dukungan yang tepat dari keluarga serta lingkungan, setiap lulusan baru dapat menemukan jalannya sendiri untuk mencapai kesuksesan. 

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak