Dalam rangka memperingati 20 tahun bencana alam tsunami yang terjadi di Aceh pada 2004 silam, rumah produksi CineSurya, Christine Hakim Film dan Weber Shandwick Indonesia membuat Film Dokumenter dengan judul SMONG ACEH, “Two Decades of Resilience After the Tsunami”.
Bekerja sama dengan BMKG, Kemenko Marves, Kemendikbud, BRIN, BI, Diaspora Global Aceh serta dukungan dari beberapa stakeholder, Film Dokumenter ‘SMONG ACEH’ diputar perdana atau special screening di Studio 2 - Empire XXI Yogyakarta pada hari Kamis, 05 Desember 2024 pukul 17.45 WIB dalam rangkaian acara 19TH Jogja-NETPAC Asia Film Festival (JAFF) 2024, festival film Asia yang bergengsi di Indonesia.
Tonny Trismarsanto sebagai sutradara / director pada sesi tanya jawab setelah film selesai diputar, menyampaiakan bahwa Film Dokumenter ‘SMONG ACEH’ memiliki 2 versi, yakni dengan durasi 70 menit dan 30 menit.
Film Dokumenter ‘SMONG ACEH’ mengangkat kilas balik bagaimana bencana tsunami di Aceh menghempas pesisir terbarat Indonesia 20 tahun lalu yang merenggut lebih dari 300.000 korban jiwa. Berkisah tentang perjalanan Sharina dan Juman dalam proses penyembuhan trauma mendalam setelah bencana tsunami.
Juman menghadapi dampak tsunami melalui Nandong, sebuah bentuk seni tradisi puisi bernyanyi, sedangkan Sharina, yang bekerja di Pusat Penelitian Tsunami dan Bencana, mendedikasikan hidupnya untuk melindungi generasi mendatang dari ancaman tsunami.
Christine Hakim sebagai produser di akhir sesi tanya jawab menyampaikan harapannya agar film dokumenter ini dapat dijadikan sebagai media pembelajaran dan atau edukasi yang dapat disosialisasikan di sekolah (dari semua tingkatan), lembaga pendidikan, perguruan tinggi, organisasi alumni, organisasi masyarakat dan seluruh masyarakat baik nasional maupun global terutama masyarakat di daerah yang mempunyai potensi gempa dan tsunami.
“Saya juga berharap, di sekolah-sekolah dapat mengadakan ekstrakulikuler bencana alam dan membuat mata pelajaran terkait ilmu alam dan ilmu bumi. Sehingga harapan saya kedepannya, generasi mendatang dapat belajar dari pengalaman dan kejadian terdahulu, bagaimana cara menyelamatkan diri dari bencana alam yang datangnya tidak bisa diprediksi,” kata Christine.
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Review Film Dokumenter Nai Nai & Wai Po, Kisah Dua Nenek Imigran di Amerika
-
Review Film Bila Esok Ibu Tiada, Mimpi Lihat Hubungan Anak Harmonis
-
Emosional yang Begitu Sesak dalam Film Bila Esok Ibu Tiada
-
Reza Rahadian Sutradara Hebat, Christine Hakim: Cocok Jadi Menteri!
-
Momen Christine Hakim Puji Reza Rahadian: Dia Pantas Jadi Menteri Pak Prabowo
Entertainment
-
Freestyle oleh Young Posse: Jadi Diri Sendiri dan Tak Ikuti Standar Orang
-
Rilis September, Tim Produksi The First Lady Bagikan Momen Pembacaan Naskah
-
Dilaporkan Gagal, Mediasi NewJeans dan ADOR akan Lanjut 11 September
-
Sinopsis Romantic Anonymous, Drama Shun Oguri dan Han Hyo Joo di Netflix
-
HUNTR/X Ungkap Ingin Ada Sekuel Kpop Demon Hunters untuk Selamatkan Jinu
Terkini
-
4 Serum Lokal Berbahan Utama Lendir Siput, Rahasia Kulit Plumpy dan Sehat!
-
Timnas U-17 Jangan Terlalu Jumawa, Uzbekistan yang Mereka Kalahkan Bukanlah Tim Juara Asia
-
Siswa MAN 4 Jakarta, Choky Fii Ramadhani dkk Raih Dua Medali pada Ajang IYRC 2025 di Korea Selatan
-
4 Platform Loafers Stylish yang Cocok Dipakai dari Kantor sampai Hangout
-
Ulasan Drama Youthful Glory: Pernikahan Politik untuk Memberantas Korupsi