Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Gabriela Irvine Dharma
Poster Film Dokumenter Smong Aceh “Two Decades of Resilience After The Tsunami”, Kamis [05/12/2024] (DocPribadi/Gabriela)

Dalam rangka memperingati 20 tahun bencana alam tsunami yang terjadi di Aceh pada 2004 silam, rumah produksi CineSurya, Christine Hakim Film dan Weber Shandwick Indonesia membuat Film Dokumenter dengan judul SMONG ACEH, “Two Decades of Resilience After the Tsunami”.

Bekerja sama dengan BMKG, Kemenko Marves, Kemendikbud, BRIN, BI, Diaspora Global Aceh serta dukungan dari beberapa stakeholder, Film Dokumenter ‘SMONG ACEH’ diputar perdana atau special screening di Studio 2 - Empire XXI Yogyakarta pada hari Kamis, 05 Desember 2024 pukul 17.45 WIB dalam rangkaian acara 19TH Jogja-NETPAC Asia Film Festival (JAFF) 2024, festival film Asia yang bergengsi di Indonesia.

Tonny Trismarsanto sebagai sutradara / director pada sesi tanya jawab setelah film selesai diputar, menyampaiakan bahwa Film Dokumenter ‘SMONG ACEH’ memiliki 2 versi, yakni dengan durasi 70 menit dan 30 menit.

Film Dokumenter ‘SMONG ACEH’ mengangkat kilas balik bagaimana bencana tsunami di Aceh menghempas pesisir terbarat Indonesia 20 tahun lalu yang merenggut lebih dari 300.000 korban jiwa. Berkisah tentang perjalanan Sharina dan Juman dalam proses penyembuhan trauma mendalam setelah bencana tsunami.

Juman menghadapi dampak tsunami melalui Nandong, sebuah bentuk seni tradisi puisi bernyanyi, sedangkan Sharina, yang bekerja di Pusat Penelitian Tsunami dan Bencana, mendedikasikan hidupnya untuk melindungi generasi mendatang dari ancaman tsunami.

Potret sesi tanya jawab bersama produser dan sutradara Film Dokumenter Smong Aceh, Kamis [05/12/2024] (DocPribadi/Gabriela)

Christine Hakim sebagai produser di akhir sesi tanya jawab menyampaikan harapannya agar film dokumenter ini dapat dijadikan sebagai media pembelajaran dan atau edukasi yang dapat disosialisasikan di sekolah (dari semua tingkatan), lembaga pendidikan, perguruan tinggi, organisasi alumni, organisasi masyarakat dan seluruh masyarakat baik nasional maupun global terutama masyarakat di daerah yang mempunyai potensi gempa dan tsunami.

“Saya juga berharap, di sekolah-sekolah dapat mengadakan ekstrakulikuler bencana alam dan membuat mata pelajaran terkait ilmu alam dan ilmu bumi. Sehingga harapan saya kedepannya, generasi mendatang dapat belajar dari pengalaman dan kejadian terdahulu, bagaimana cara menyelamatkan diri dari bencana alam yang datangnya tidak bisa diprediksi,” kata Christine.

Gabriela Irvine Dharma