Selama COVID-19 banyak orang yang mengalami perubahan secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, pembatasan fisik dalam kehidupan sehari-hari mengalami perubahan drastis. Dan secara tidak langsung, mengalami stress atau kecemasan, panik, frustasi, bertambah atau berkurangnya nafsu makan. Ini akan mengancam kesehatan fisik dan bisa menimbulkan efek psikologis. Untuk itu kita harus harus menjaga kesehatan fisik maupun kesehatan mental.
Pada awalnya kesehatan mental diawali oleh perasaan cemas (anxiety Disorder). Kecemasan adalah respons terhadap situasi tertentu yang mengancam , dan itu merupakan hal yang normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan pengalaman baru atau yang belum pernah dilakukan serta dalam menemukan identitas diri dan arti hidup (Kaplan, dkk, 2010). Kecemasan biasanya berawal dari persepsi terhadap peristiwa yang tidak terkendali (uncontroled), sehingga individu akan berfokus pada tindakan yang terkendali (Shin & Newman, 2019).
Contoh tindakan yang terkendali yang dilakukan yaitu berolahraga, meditasi, bermain musik, melukis, memasak, berkebun, menonton, membaca dan lainnya. Berbagai aktivitas ini sesuai dengan ketertarikan dan kemampuan diri sendiri sebagai strategi yang tangguh dan profektif untuk mengatasi stress, kecemasan dan panic (Wood & Ringer, 2016).
Kecemasan memang tidak dapat dihindari ketika berada dalam kondisi tertekan seperti sekarang masa pandemik COVID-19 maka kita harus mengatasi hal tersebut. Sebelum itu kita harus mengetahui apa yang dimaksud dengan sehat mental.
Apa Sih Sehat Mental Itu?
Sehat Mental adalah kondisi seseorang yang berada dalam keadaan bahagia, mampu mengenal potensi dirinya, mampu mengatasi tekanan hidupnya secara produktif dan bermanfatat serta mampu berkontribusi dilingkungan sosialnya (WHO, 2015).
Menurut WHO (2019), stres yang muncul selama masa pandemi COVID-19 dapat berupa seperti sulit tidur dan berkonsentrasi, ketakutan dan kecemasan mengenai kesehatan diri, perubahan pola tidur dan pola makan, menggunakan obat-obatan (drugs).
Lalu apa yang kita lakukan agar kesehatan mental kita tetap terjaga?
1. Self Healing (Penyembuhan Diri)
- Mindfulness
Suatu cara melatih diri untuk memutuskan perhatian terhadap apa yang terjadi saat ini dengan melibatkan kesadaran dan ketidakberpihakan.
- Guided Imagery
Suatu teknik yang menggunakan imajinasi individu dengan imajinasi terarah untuk mengurangi stress (Smeltzer & Bare, 2002).
- Self Talk
Percakapan internal pada diri sendiri secara tidak sadar dengan mengungkapkan pikiran, pertanyaan, serta gagasan yang diucapkan dalam hati atau disuarakan secara lantang sehingga menjadi sugesti bagi diri sendiri.
- Expressive Writing Therapy
Terapi yang menggunakan aktivitas menulis sebagai sarana untuk merefleksikan pikiran dan perasaan terdalam terhadap peristiwa yang tidak menyenangkan (menimbulkan trauma).
2. Pendekatan Spiritual
- Mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa seperti contoh agama islam bisa dengan cara shalat atau ngaji
- Selalu bersyukur
- Meningkatkan kesabaran
3. Makan Makanan Sehat, Bergizi dan Seimbang
Makan makanan sehat juga bisa dilakukan untuk menjaga kesehatan mental. Mengkonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat, protein, vitamin, mineral dan serat juga bisa menjaga kesehatan tubuh.
4. Konsultasi ke Psikolog
- Layanan Psikologi Lokal : saat ini layanan psikologi lokal tersedia secara gratis diberbagai daerah dan khusus digunakan untuk menangani permasalahan psikologis akibat masa pandemi
- Layanan Psikologi Pusat : Pemerintah juga membuka layanan psikologi SEJIWA, layanan konsultasi selama masa pandemi dengan menghubungi 119 dan menekan nomor 8
5. Social Support
Walaupun dimasa pandemi ini kita harus menjaga jarak atau PSBB tetapi kita juga harus tetap menjaga komunikasi bisa melalui media sosial seperti whatsapp, instagram, facebook, line dan lainnya serta bisa menelepon atau mengirimkan pesan untuk menghubungi keluarga yang jauh atau yang sedang merantau untuk menanyakan kabar dan saling mengingatkan satu sama lain untuk tetap menjaga kesehatan.
Selain itu, kita juga harus bijak dalam menerima berita seputar COVID-19. Tidak semua informasi dari berbagai sumber itu bisa kita percayai. Informasi yang terpercaya, valid dan reliable misalnya WHO. Saring informasi sebelum sharing dan harus bijak dalam memberikan informasi kepada orang lain.
Sumber:
- https://psikologi.unair.ac.id
- https://jurnal.kependudukan.lipi.co.id
- https://sehat.com
- https://repository.unair.ac.id
- https://rdk.fidkom.uinjkt.ac.id
- https://usd.ac.id
Baca Juga
Artikel Terkait
-
'Semua yang Sesak Akan Perlahan Reda', Sebuah Buku untuk Jiwa yang Gelisah
-
Protes Baleg DPR Bahas RUU Minerba di Masa Reses, Legislator PDIP Ngotot Minta Naskah Akademik: Biar Cepat Ada Contekan
-
Bukan Marga Keluarga, Ini Asal Usul Nama Belakang Deddy Corbuzier: Itu dari ...
-
Benarkah Thom Haye Malas Bertahan? Statistik Pertegas Komentar Eks Pelatih Almere City
-
Menteri BUMN Dukung Strategi Pertumbuhan Ganda Pertamina untuk Wujudkan Swasembada Energi
Health
-
Secondary Traumatic Stress : Rasa Simpati yang Justru Punya Dampak Negatif
-
Purging atau Alergi? Ini Cara Kenali Breakout Akibat Produk Baru
-
Waspada! Ini 3 Penyakit Menular yang Lazim Muncul saat Musim Hujan
-
Fenomena Fatherless di Indonesia dan Dampaknya bagi Perkembangan Anak
-
Seni Meronce Manik-Manik: Jalan Menuju Pemahaman Emosi dan Kesehatan Mental
Terkini
-
'Semua yang Sesak Akan Perlahan Reda', Sebuah Buku untuk Jiwa yang Gelisah
-
Jarang Bermain! Ronaldo Kwateh Dipinjamkan Klubnya ke Kasta 2 Liga Thailand
-
Tren Perburuan Koin Jagat, Ketika Keviralan Digabung dengan Peluang Rupiah
-
Meramu Cinta dalam Pernikahan: Mengambil Hikmah Buku Cinta di Rumah Nabi
-
ZeroBaseOne Alami Gejala Demam Cinta di Lagu Terbaru 'Doctor! Doctor!'