Kesehatan mental menjadi perbincangan hangat belakangan ini. Mungkin saja karena banyak orang menganggap sepele kesehatan mental dan lebih mementingkan kesehatan fisiknya.
Akan tetapi, kurangnya kesadaran masyarakat akan kesehatan mental membuat seseorang yang mengalami gangguan mental kerap kali enggan mendatangi psikolog atau psikiater karena menganggap orang yang mendatangi poli jiwa adalah orang yang sedang sakit jiwa.
Padahal menurut data WHO, hampir 20 persen remaja mengalami gangguan kesehatan mental seperti, depresi, emosional, dan kecemasan.
Faktor besar yang menjadikan remaja mengalami gangguan kesehatan mental adalah fase transisi yang tidak mudah dari anak-anak menjadi dewasa, bingung akan masa depan, adanya tekanan dalam dunia akademis, konflik dengan keluarga, teman, dan pacar.
Selain itu, ada juga masalah ekonomi serta lingkungan yang buruk seperti bullying. Oleh sebab itu, jika tidak di tangani dengan benar dan tepat, maka bisa menjadi resiko besar di kemudian hari seperti bunuh diri, berperilaku buruk, emosi tidak stabil, serta penggunaan zat terlarang.
Keluarga berperan penting menjadi lini terdepan dalam membangun kepribadian anak serta mental anak yang sehat. Keluarga yang tidak harmonis serta tidak berjalan sesuai potensinya menjadi celah terganggunya mental seorang anak.
Peran orang tua penting, tidak hanya untuk menjaga kesehatan fisik anak. Menjaga kesehatan mental anak tetap sehat pun menjadi tanggung jawab orang tua. Karena menurut anak, orang tua adalah pahlawannya.
Salah satu cara menyelamatkan mental anak tetap sehat adalah dengan menyadari tanda-tanda anak yang sedang kesulitan mengatasi sesuatu dalam dirinya, yaitu:
- Begadang karena kesulitan tidur dengan pulas.
- Nafsu makan menurun.
- Mood berubah cepat (mood swing).
- Susah mengontrol emosi.
- Menarik diri dari lingkungan selama berminggu-minggu.
- Suka menyendiri.
- Sering merasa cemas, takut, sedih dengan alasan tidak tentu.
Bila orang tua menemukan perubahan sikap anak, segera lakukan pendekatan pada anak, menjadi teman untuk anak, mendengarkan, dan memberi dukungan emosional. Bila anak enggan membuka diri, cobalah meminta bantuan pada keluarga terdekat. Dan jika masalah yang dihadapi anak sudah serius segera datangi tenaga profesional seperti psikolog atau psikiater.
Orangtua yang sadar dan peduli pada kesehatan mental anak akan membantu anak untuk keluar dari situasi sulit yang mereka hadapi. Karena mental yang sehat, anak akan mudah menjalani hidupnya dan menjalankan kesehariannya dengan baik.
Merekapun akan lebih percaya diri dan memiliki hubungan relasi yang berkualitas dengan orang lain.
Tag
Baca Juga
-
5 Tips Elegan Menghadapi Pasangan yang Selingkuh
-
Ayo Lakukan 5 Hal Ini untuk Masa Depanmu
-
Terungkap! Tenyata Banyak Atlet Olimpiade Tokyo 2020 Seorang ARMY BTS
-
5 Drama Korea Ini Cocok Banget Ditonton Sesuai Jurusan Kuliah Kamu
-
5 Aktris Korea Ini Bikin Pangling Usia 40-an Tetap Awet Muda, Ini Rahasianya
Artikel Terkait
-
Didit Prabowo Buka Toko Dadakan di Mal, Lengangnya Pengawalan Paspampres Dipertanyakan
-
Tren Media Sosial dan Fenomena Enggan Menikah di Kalangan Anak Muda
-
Heboh Susnya Lily Pakai Jilbab Branded, Memangnya Berapa Gaji Pengasuh Anak Raffi Ahmad?
-
Majelis Taklim Deklarasikan Gerakan Anti-Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak
-
Catat! Janji Gandeng Anak Muda untuk Program di Jakarta, Pramono: Kalau Tak Dilibatkan, Saya Kira Kurang Bermanfaat
Health
-
Pro dan Kontra: Kebijakan Cukai untuk Minuman Berpemanis Dalam Kemasan, Benarkah Efektif?
-
Bukan Pilihan Alternatif, Mengapa Vape Sama Berbahaya dengan Rokok Biasa?
-
Ini 3 Tanda Tubuhmu Terlalu Banyak Mengonsumsi Kopi, Apa Saja?
-
Mabuk hingga Keracunan, Kenali Bahaya Mengkonsumsi Bunga Terompet
-
3 Cara Mudah Menangani Kondisi Sesak Napas Mendadak
Terkini
-
3 Drama dan Film Korea Dibintangi Lee Min Ki Tayang 2024, Terbaru Ada Devils Stay
-
Thrifting: Gaya Hidup Hemat atau Ancaman Industri Lokal?
-
Thrifting: Gaya Hidup Hemat atau Ancaman Industri Lokal?
-
Adakan PTKO II, Imabsi FKIP Unila Bekali Anggota agar Paham Renstra dan LPJ
-
Ulasan Novel Buku-Buku Loak, Bernostalgia Melalui Sastra Lama