M. Reza Sulaiman | Nathanela Krista
Cerita Ruangkan dalam kegiatan Ruang Rasa Rupa. (Dok. Pribadi)
Nathanela Krista

Di tengah popularitas hustle culture dalam masyarakat, komunitas Cerita Ruangkan hadir menjadi solusi agar orang-orang tidak terhanyut dalam sistem kerja yang berlebihan.

Sang pendiri, Sita (24), menyatakan bahwa Cerita Ruangkan bisa menjadi ruang jeda bagi orang-orang yang merasa burnout dan butuh bercengkerama.

“Ruangkan adalah ruang untuk teman-teman yang mau jeda atau melepas stres dengan melakukan hal-hal yang sebenarnya basic, cuma kita kemas menjadi sesuatu yang meaningful dan bisa berdampak ke teman-teman yang ikut ke Ruangkan. Bentuknya ada banyak, ada fun tracking, ada creative space di mana kita bisa mengolah ruang rasa rupa. Bisa juga lebih ke alam,” jelas Sita.

Setiap pagi, jalanan selalu dipenuhi orang-orang yang berlomba mengejar waktu. Berebut tempat di transportasi umum mungkin sudah menjadi rutinitas yang terjadi tanpa dipikirkan lagi. Sampai di tempat kerja, tanpa diberi jeda, kita langsung dipertemukan dengan tanggung jawab yang sudah memiliki targetnya.

Ketika sore tiba, peluang untuk pulang tepat waktu sering tertunda oleh lembur. Tak jarang, seseorang bahkan tidak tahu kapan akhirnya bisa beristirahat di rumah.

Kebiasaan berulang seperti ini sering kali dianggap wajar. Terkadang, orang-orang merasa jika hal itu tidak dilakukan sekali saja, maka mereka tidak akan mendapatkan apa yang sudah diimpikan, salah satunya kesuksesan.

Mengenal Hustle Culture

Kebiasaan seperti itulah yang kemudian dapat disebut hustle culture: budaya kerja tanpa henti demi mengejar pencapaian. Mereka yang terjebak di dalamnya cenderung bangga ketika hidupnya dipenuhi kesibukan. Hustle culture kini sering menjadi tren di kalangan pekerja.

Hustle culture sering kali didukung dengan adanya tuntutan untuk selalu siap sedia 24 jam, lembur, maupun kebijakan work from home (WFH) atau hybrid.

Hustle culture membuat orang-orang tidak sadar bahwa tubuh sudah memberi tanda, serta hati dan perasaan sudah menunjukkan sinyal lelah dan perlu berhenti sejenak. Keseimbangan antara kerja dan waktu istirahat pun perlahan menghilang. Tubuh perlu dipulihkan kembali.

Penyebab Munculnya Stres dari Perspektif Psikolog

Cerita Ruangkan dalam kegiatan Ruang Rasa Rupa. (Dok. Pribadi)

Dika Pradana, seorang psikolog di salah satu instansi pemerintahan, mengungkapkan beberapa penyebab yang sebenarnya bisa mengakibatkan stres.

“Satu, banyaknya beban kerja yang dialami oleh karyawan. Kedua, banyaknya waktu yang dihabiskan di kantor untuk mengerjakan pekerjaan. Terakhir, waktu untuk keluarga berkurang. Jadi, itu penyebab utama stres dalam dunia kerja modern,” ujarnya.

Pekerjaan yang sering kali terlihat normal dan wajar dilakukan, tanpa sadar ternyata sudah beralih ke pola kerja yang tidak sehat. Dika mengatakan bahwa beban kerja yang banyak dan tidak sesuai kapasitas akan berdampak pada kondisi fisik dan juga mental.

Dampak fisik yang akan dirasakan seperti letih dan lelah berkepanjangan. Belum lagi stres, murung, dan emosional yang dirasakan dari dampak kesehatan mental. Banyak orang mengalami gangguan kejiwaan karena beban kerja yang terlalu tinggi. Hal ini tentu akan berimbas pada produktivitas.

Mengenali Gejala dan Tanda Burnout

Hilangnya rasa gairah dan semangat dalam menuntaskan pekerjaan juga berimbas pada berkurangnya kemampuan dalam mengontrol waktu agar hidup seimbang. Semua ini dapat berakhir pada terganggunya hubungan dengan lingkungan sekitar.

Seperti yang disampaikan oleh Dika dalam wawancara, bahwa tubuh juga butuh jeda.

“Cara seseorang mengenali bahwa dirinya sudah butuh istirahat dan membutuhkan ruang jeda yaitu ketika badan atau fisiknya sudah merasa lelah dengan beban kerja yang terus-menerus atau beban kerja yang tidak kunjung selesai. Kemudian, otaknya sudah tidak mampu untuk berpikir dan menyelesaikan suatu pekerjaan tersebut,” kata Dika.

Ketika tubuh dipaksakan dengan sesuatu yang berlebihan, maka akan memberikan sinyal kepada kita. Sinyal yang dimunculkan seperti sakit kepala atau pusing, tegang, hingga sulit tidur.

Langkah yang Dapat Dilakukan untuk Menghindari Kemungkinan Buruk

Cerita Ruangkan dalam kegiatan Ruang Rasa Rupa. (Dok. Pribadi)

Dika memberikan langkah-langkah terkait perlunya refleksi untuk diri sendiri. Ketika memiliki pekerjaan dan sudah merasa tertekan dengan beban pekerjaannya, kita bisa bercerita atau berbagi (sharing) kepada teman atau kolega kerja yang sekiranya nyaman untuk diajak bercerita.

Tujuannya agar setidaknya beban pekerjaan yang ada di pikiran maupun batin dapat dikeluarkan sehingga diharapkan dapat meredakan stres dan emosi.

Melakukan aktivitas yang berhubungan dengan hobi juga bisa menjadi alternatif ruang jeda dari burnout. Dalam hal ini, komunitas Cerita Ruangkan mampu menjadi salah satu media bagi orang-orang untuk memulihkan diri sejenak dari tekanan pekerjaan.

Pada akhir sesi wawancara, Dika pun memberi pesan kepada para pekerja muda yang sering merasa bersalah ketika beristirahat atau mengambil ruang jeda.

“Para pekerja muda, tetap laksanakan pekerjaanmu sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang sudah diberikan oleh pimpinan. Namun, ketika pekerjaanmu itu dan beban pekerjaanmu semakin lama, semakin banyak, dan kamu tidak bisa menguranginya, silakan ambil waktu untuk istirahat atau jeda. Tubuhmu perlu untuk merefleksikan diri. Apabila kita tidak ada waktu untuk mengambil jeda dan merasa bersalah ketika beristirahat, justru itu akan menambah beban kerja, akan menambah stres kerja pada diri kita.”

Dika menegaskan bahwa bekerja memang untuk mencari penghasilan, tetapi semua itu tidak berarti apa-apa jika kesehatan fisik dan mental terganggu. Karena itu, ia menekankan pentingnya menjaga diri, mengenali batas kemampuan, dan memberi ruang jeda agar tidak terjebak dalam tekanan kerja yang berlebihan.

Baca Juga