Laga final yang mempertemukan antara Timnas Indonesia U-23 melawan Vietnam U-23 menjadi sebuah ajang pembelajaran mendalam bagi kubu Merah Putih. Di tengah ekspektasi dan keyakinan yang membuncah bakal mendapatkan titel juara untuk kali kedua di turnamen level U-23 milik induk sepak bola Asia Tenggara tersebut, kubu tuan rumah justru harus menelan kenyataan yang sangat pahit.
Keinginan untuk berpesta di kandang sendiri berakhir dengan kegagalan, pasca Vietnam yang tampil lebih inferior di partai pamungkas, justru berhasil mengamankan gelar kampiun pasca menciptakan satu-satunya gol di pertandingan tersebut.
Gol tunggal Nguyen Cong Phuong di menit ke-37, membuat seluruh penghuni Stadion Utama Gelora Bung Karno merasa sesak napas, dan kembali ke rumah masing-masing dengan memendam perasaan kecewa yang begitu mendalam.
Lagi dan lagi, Vietnam menjadi pengganjal jalan Indonesia untuk menjadi juara di turnamen. Sama seperti edisi 2023 lalu, harapan Indonesia untuk kembali memanggul titel kedua di turnamen kandas karena ulah mereka. Namun kali ini terasa jauh lebih sakit, karena luka itu ditancapkan oleh Pasukan Negeri Paman Ho di depan pendukung setia Timnas Indonesia yang menjubeli stadion kebanggaan rakyat Indonesia, Gelora Bung Karno.
Bukan hanya harus menelan kekecewaan yang mendalam, kubu Timnas Indonesia juga harus menerima sebuah tamparan keras dari kekalahan yang mereka dapatkan dari Vietnam di partai puncak tersebut.
Pasalnya, luka lama yang melibatkan mantan pelatih Timnas Indonesia, Shin Tae-yong, sedikit banyak kembali terkuak melalui pertandingan ini. Junior Shin Tae-yong dari Korea Selatan, Kim Sang-sik memberikan pelajaran berharga kepada kubu Indonesia, bahwa mereka sejatinya telah salah membuang STY dari tampuk kursi kepelatihan di negeri ini.
Melalui statistik yang tertera di laman aseanutdfc, Kim Sang-sik dan Timnas Vietnam U-23 seolah membelalakkan mata para pengkritik STY saat masih menangani Timnas Indonesia dulu, bahwa permainan bertahan bukanlah sebuah aib, namun sebuah kejeniusan sang pelatih yang menyadari di level mana kualitas tim yang mereka asuh.
Kita tentu masih ingat dengan jelas ketika banyak sosok yang mengaku sebagai pengamat atau bahkan pundit di persepakbolaan nasional mengatakan bahwa permainan yang diusung oleh STY bersama Pasukan Garuda sangat pragmatis, tidak menarik, terlalu bertahan, hingga banyak yang menudingnya sebagai taktik parkir bus atau parkir pesawat.
Dan hal inilah yang mendapatkan tamparan keras dari Kim Sang-sik beserta anak asuhnya di laga final melawan Indonesia. Bagaimana tidak, Vietnam yang keluar sebagai juara Piala AFF U-23 edisi kali ini, sepanjang jalannya pertandingan hanya mampu menguasai 32 persen ball possession.
Tentu saja persentase tersebut kurang dari separuh milik Timnas Indonesia yang memiliki penguasaan bola mencapai 68 persen. Jika strategi yang dilakukan oleh STY dulu disebut dengan taktik parkir bus atau parkir pesawat, maka mungkin taktik dari Kim Sang-sik dan Timnas Vietnam U-23 ini layak untuk disebut sebagai taktik parkir kereta api mengingat menumpuknya para pemain mereka di area pertahanan sendiri.
Namun, dari permainan bertahan itulah pada akhirnya justru Timnas Vietnam berhasil menjadi juara di turnamen. Bahkan, dalam catatan penyerangan yang mereka lakukan dari skema serangan balik sepertimana kerap dimainkan oleh Shin Tae-yong bersama Timnas Indonesia, anak asuh Kim Sang-sik juga tak kalah dengan anak asuh Gerald Vanenburg.
Selama 90 permainan berjalan, Timnas Vietnam berhasil membuat 2 tembakan ke gawang, 4 tembakan melenceng dengan akurasi tembakan di angka 29 persen. Jumlah tersebut sama persis milik Timnas Indonesia yang di laga tersebut menjadi penguasa permainan.
Namun yang membedakan tentu saja dari tembakan yang dilakukan, Vietnam berhasil melesakkan satu gol ke gawang Indonesia, sementara Pasukan Garuda Muda tak mampu melakukannya sama sekali hingga waktu pertandingan usai.
Jadi, pada intinya, sepak bola bukan hanya tentang menguasai jalannya pertandingan. Namun lebih rumit daripada itu. Daripada menguasai pertandingan namun kalah di akhir laga, bukankah lebih baik bermain parkir bus asalkan bisa mengunci kemenangan seusai pertandingan?
Tak apa-apalah bermain bertahan, karena pada intinya sepak bola memang berorientasi untuk mencari kemenangan seperti yang dilakukan oleh Timnas Vietnam.
Baca Juga
-
Ditolak Keras oleh STY, Mengapa Banyak Pihak Ingin Titipkan Pemain ke Timnas Indonesia?
-
FIFA Matchday November dan Pengalaman Pertama Indra Sjafri Melatih Timnas Senior KW Super
-
FIFA ASEAN Cup dan Cara Semesta Bantu Timnas Indonesia untuk Akhiri Puasa Gelar Internasional
-
Meski Telah Pulih, Cedera Ole Romeny di Piala Presiden Masih Berimbas hingga Kini
-
Setali Tiga Uang, 4 Raksasa Sepak Bola ASEAN Dirundung Permasalahan dan Skandal!
Artikel Terkait
Hobi
-
Ditolak Keras oleh STY, Mengapa Banyak Pihak Ingin Titipkan Pemain ke Timnas Indonesia?
-
Naik Kelas! Profil Veda Ega Pratama, Pembalap Asal Gunungkidul yang akan Tampil di Moto3 2026
-
Meski Pahit, Kita Harus Setuju Kritik Alex Pastoor Soal Kompetisi Lokal!
-
Susul Rekor Gelar Minions, Kim Won Ho/Seo Seung Jae Ingin Ciptakan Sejarah
-
FIFA Matchday November dan Pengalaman Pertama Indra Sjafri Melatih Timnas Senior KW Super
Terkini
-
Panduan Ziarah di Arab Saudi: 4 Aturan Penting yang Wajib Diketahui Jamaah!
-
Menimbang Kesiapan TKA 2025: Dari Gangguan Server hingga Suara Siswa
-
Welas Asih dalam Balutan Keramahan Miss Raminten
-
Peran di Film 'Dopamin' Bawa Angga & Shenina ke Refleksi Pernikahan
-
Sengit dan Seru! Siswa SMK Adu Keahlian di Olimpiade Jaringan MikroTik 2025