Scroll untuk membaca artikel
Rendy Adrikni Sadikin | Ahmad
Ilustrasi hero baru Mobile Legends Phoveus. (YouTube/ NEON Plays)

Di era ini, teknologi sudah berkembang sedemikian pesatnya. Banyak yang berlomba untuk menciptakan teknologi baru untuk memenuhi hasrat konsumsi manusia, termasuk menghadirkan game online. Game online merupakan hasil dari kemajuan teknologi yang disasarkan bagi hiburan manusia.

Salah satu pasar yang menjadi konsumen dari game online adalah remaja. Para remaja kini semakin banyak yang menggemari permainan game online untuk mengisi waktu luang dan menjadi hobi atau kegemarannya. Oleh karena itu, game online telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari dari para remaja, termasuk remaja di Madura.

Melalui tulisan ini, penulis ingin menjelaskan perubahan kehidupan para remaja di Madura setelah mereka menggemari game online. Hal ini ditujukan bagi publik bahwa game online dapat mengubah pola hidup seseorang, termasuk remaja di Madura.

Game online menjadi bentuk kegemeran baru bagi para remaja di Madura. Aneka  game online yang dimainkan, seperti Mobile Legends, PUBG Mobile, dan Free Fire. Kegemaran para remaja telah menimbulkan banyak perubahan dalam kehidupan mereka. Beberapa di antaranya, antara lain:

  • Memiliki pola komunikasi yang toxic

Akibat sering memainkan game online, kata-kata dan perilaku kasar menjadi suatu kebiasaan tersendiri. Penyebabnya adalah tidak adanya keahlian dalam bermain game online membuat permainan mereka menjadi tidak sesuai ekspektasi yang diinginkan, keluarlah kata-kata kasar seperti mengumpat dan semacamnya juga emosi yang tidak dapat ditahan ketika bermain game online membuat keinginan untuk terus berkata kasar tidak tertahankan.

Dari  berkata kasar itu timbullah perilaku kasar pada diri seseorang, karna dari berkata kasar merupakan awal dari timbulnya perilaku kasar. Contohnya saja membanting ponsel pada saat mereka emosi, memarahi siapa saja yang menganggunya bermain game online, bahkan ada juga yang sampai memukul orang yang mengganggunya untuk meluapkan emosinya.

  • Fenomena menjauhkan yang dekat dan mendekatkan yang jauh

Yang sama-sama berkumpul di satu tempat tapi tidak ada hawa keberadaan sama sekali, bahkan ketika ada satu yang datang pergi tidak ada yang mengetahuinya. Hal itu terjadi karena mereka sibuk pada game onlinemasing-masing. Bukanlah hal yang biasa jika tidak saling melihat satu sama lain.

Apakah itu termasuk hal yang buruk? Sudah jelas, hal itulah yang membuat mereka mempunyai sikap acuh tak acuh dan tidak mau tahu. Itu bukan masalah yang besar, tapi itu awal dari masalah yang akan datang.

Misalkan, mereka ditugaskan untuk menjaga adik, tetapi karena serunya permainan pada game onlinemembuat mereka mengabaikan tugasnya. Jika kondisi berkelanjutan, maka akan menjadi kebiasaan buruk bagi mereka.

  • Mulai meninggalkan permainan dan kesenian lokal

Sejak para remaja di Madura beralih profesi menjadi gamer, sejak saat itu juga permainan dan kesenian lokal mulai punah. Sangat sulit menemukan remaja di Madura yang masih bermainan mainanan tradisional, seperti layangan, balap karung, dan mainan tradisional lainnya.

Selain itu, kesenian lokal yang seharusnya tetap bertahan sampai sekarang sudah hampir punah karena para penerusnya mulai melupakan apa itu kesenian lokal yang dimilikinya. Contohnya saja kebudayaan lokal yang ada di Madura, yaitu karapan sapi.

Biasanya para remaja berbondong-bondong untuk melihat dari jarak yang begitu dekat dan beberapa di antaranya ikut berpartisipasi. Tetapi, pemandangan itu sudah sulit ditemukan, karena mereka lebih tertarik bermain game online.

  • Lebih materialistis karena gengsi

Para remaja di Madura yang menjadi gamer dirasakan memiliki rasa gengsi yang menjadikan mereka lebih materialistis. Mereka tidak mau kalah dengan temannya yang juga seorang gamer. Mereka saling mengeluarkan kemampuan terbaiknya untuk menjadi yang terbaik. Oleh karena itu, mereka membutuhkan modal yang besar untuk mengasah skill yang dimiliki dan harus memiliki gadget yang bisa diandalkan.

Hal ini mengindiskasikan banyak remaja yang memaksakan diri untuk tetap meminta keluarganya untuk dibelikan gadget yang mahal serta fasilitas-fasilitas pendukung lainnya. Jika mereka tidak memiliki gadget yang menurut mereka layak maka mereka akan merasa gengsi terhadap teman-temannya.

Selain itu, gengsi membuat mereka memaksakan diri untuk untuk memiliki skin--tampilan karakter pada game online--yang mereka inginkan. Tidak jarang skin yang diinginkan berharga mahal mencapai ada yang mengeluarkan modal hingga Rp 11 juta. Hal ini dapat mempengaruhi tingkat gengsi dari setiap remaja di Madura untuk memaksakan menginginkan skin yang sejenis.
 
Keempat poin menunjukkan bahwa kegemaran bermain game online dikalangan remaja Madura memberikan perubahan negatif itu yang cukup signifikan. Hanya karena adanya game online, perilaku remaja bisa dengan cepat berubah. Bahkan, mereka dapat kehilangan kemampuan dalam kehidupan sosialnya, mereka juga bisa kehilangan kebiasaan lama yang lebih baik dan diganti dengan kebiasaan baru yang dianggap lebih buruk.

Ahmad

Baca Juga